Kewaspadaan, kehati-hatian, dan penerapan protokol kesehatan harus tetap secara disiplin diterapkan. Semua pihak tanpa terkecuali wajib bahu membahu menekan kebangkitan virus mematikan itu di Tanah Air. Pasalnya, gelombang covid-19 memukul sangat keras lalu efeknya memicu krisis kesehatan dan imbasnya terhadap krisis ekonomi.
Untungnya, pengendalian kasus virus korona di Tanah Air melalui berbagai jurus yang diterapkan pemerintah telah membuahkan hasil. Sebut saja seperti penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), menggenjot vaksinasi covid-19, hingga terus mengingatkan masyarakat untuk memberlakukan protokol kesehatan.
Upaya tersebut akhirnya membuat ekonomi Indonesia masih tumbuh positif. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Indonesia di triwulan III-2021 terhadap triwulan III-2020 mengalami pertumbuhan sebesar 3,51 persen (yoy). Dari sisi produksi, lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 14,06 persen.
Dari sisi pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami pertumbuhan tertinggi sebesar 29,16 persen. Perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2021 mencapai Rp4.325,4 triliun atau atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.815,9 triliun.
Sementara itu, ekonomi Indonesia triwulan III-2021 terhadap triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan 1,55 persen (qtq). Pertumbuhan ekonomi (yoy) pada triwulan III-2021 meningkat di hampir seluruh wilayah, kecuali kelompok di Pulau Bali dan Nusa Tenggara yang mengalami kontraksi pertumbuhan 0,09 persen.
"Namun, Pulau Jawa dengan kontribusi sebesar 57,55 persen mencatat pertumbuhan sebesar 3,03 persen," ungkap data BPS.
Program PEN
Meski demikian, pemerintah berkomitmen untuk terus mengimplementasikan kebijakan guna menekan penyebaran covid-19 dan menstimulus perekonomian yang salah satunya melalui anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Adapun pemerintah mengklaim berbagai program selama 2021 telah on-track.Kebijakan belanja countercyclical pemerintah, khususnya melalui program PEN diklaim telah melindungi masyarakat yang rentan serta menstimulasi sektor usaha untuk kembali tumbuh positif. Tapi yang disayangkan adalah realisasi PEN baru mencapai 69,8 persen per 10 Desember 2021.
Berikut rincian realisasi anggaran PEN hingga 10 Desember 2021:
- Bidang kesehatan sebesar Rp143,29 triliun (66,7 persen).
- Perlindungan sosial Rp152,18 triliun (81,5 persen).
- Insentif usaha Rp62,86 triliun (100 persen).
- Program prioritas Rp83,64 triliun (70,9 persen).
- Dukungan UMKM dan korporasi Rp77,73 triliun (47,9 persen).
Adapun program yang baru adalah jaminan kehilangan pekerjaan yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja. Perubahan alokasi untuk beberapa komponen PEN di antaranya penanganan kemiskinan ekstrem, program padat karya, dan jaminan kehilangan pekerjaan.
"Sebagian sektor pariwisata sangat terbantu dengan bantuan subsidi upah demikian pula dengan sektor ritel. Pemerintah membuat beberapa jaring seandainya salah satu sektornya mengalami kendala oleh operasionalisasi dan administrasi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin, 13 Desember 2021.
Program Pemerintah di 2021 secara khusus dilakukan pada program penanganan kemiskinan ekstrem di 35 kabupaten/kota di tujuh provinsi dengan dua program melalui kartu sembako tiga bulan dan bantuan desa tiga bulan. Sejalan dengan itu, akan dilakukan program Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada 2022 untuk menangani 212 kabupaten/kota.
"Pemerintah menargetkan untuk tingkat kemiskinan ekstrem pada 2022 turun 3-3,5 persen dan kemiskinan turun ke 9,2-9,17 persen," ujar Airlangga.
Pada 2022, pemerintah mengalokasikan anggaran Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) untuk penanganan pandemi bidang kesehatan dan perlindungan kepada masyarakat Rp414 triliun. Anggaran bidang kesehatan Rp117,9 triliun, perlindungan masyarakat Rp154,8 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp141,4 triliun.
Selain itu, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) 2022 telah diupayakan pemerintah untuk mendorong kebangkitan ekonomi nasional dan mendukung reformasi struktural. Selain itu, APBN 2022 juga fokus pada penanganan pandemi, sehingga APBN menjadi instrumen untuk menjaga pemulihan ekonomi Indonesia.
"Sekaligus mendukung keberlanjutan program penanganan covid-19," kata Airlangga.
Membelanjakan sisa anggaran PEN
Dengan realiasi PEN yang masih 69,8 persen per 10 Desember ini mengartikan pemerintah memiliki waktu sekitar dua pekan saja untuk membelanjakan sisa anggaran program PEN yang nilainya mencapai Rp220 triliun."Dalam waktu tiga minggu ke depan, kita perlu untuk membelanjakan Rp220 triliun sendiri. Ini suatu belanja yang luar biasa besar," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Rabu, 15 Desember 2021.
Karena itu, Sri Mulyani akan memastikan setiap kementerian/lembaga sudah menyerap anggaran belanja dengan optimal. Pasalnya, realisasi PEN turut menentukan angka pertumbuhan ekonomi di kuartal IV-2021.
"Maka minggu-minggu ini kita akan lihat apakah seluruh program pemulihan ekonomi kementerian/lembaga dan daerah bisa menjalankan apa yang sudah dialokasikan," jelas dia.
Pemulihan ekonomi terus berlanjut
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) menyebut pemulihan ekonomi nasional saat ini terus berlanjut meski masih di tengah pandemi covid-19. Bahkan BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 4,5 persen di kuartal IV tahun ini.Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan penanganan covid-19 oleh pemerintah mampu mendorong perbaikan mobilitas masyarakat. Hasilnya berbagai indikator perekonomian kini mulai menunjukan pertumbuhan dibandingkan dengan kuartal lalu.
.jpg)
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. FOTO: Bank Indonesia
"Tentu saja tetap dengan kewaspadaan dan protokol kesehatan yang ketat yang ditempuh oleh pemerintah. Dengan meningkatnya mobilitas, tentu saja ekonomi kita juga membaik khususnya pada kuartal IV ini," kata dia.
Ia menambahkan, kinerja konsumsi swasta, investasi, serta konsumsi Pemerintah diperkirakan terus meningkat, di tengah tetap terjaganya kinerja ekspor. Hal ini tentunya akan berdampak positif terhadap perekonomian sepanjang 2021.
"Sebagaimana indikator penjualan eceran maupun lain-lain di tengah kinerja ekspor yang sangat tinggi secara keseluruhan pada 2021 ini BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi 3,2 sampai empat persen kisarannya," ungkap dia.
Sejumlah indikator hingga Desember 2021 ini juga menunjukkan pemulihan yang berlanjut, seperti peningkatan mobilitas masyarakat di daerah, kenaikan penjualan eceran, penguatan keyakinan konsumen, serta ekspansi PMI Manufaktur.
"Dari indikator-indikator yang ada termasuk juga di akhir tahun aktivitas masyarakat dalam rangka natal dan tahun baru dan juga ekspansi fiskal yang biasanya meningkat pesat di akhir tahun," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News