Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Memberikan Dampak Sosial di Indonesia Melalui Perbankan Digital

Ade Hapsari Lestarini • 02 Mei 2022 09:43
Jakarta: Pandemi covid-19 menjadi momentum percepatan transformasi digital di segala aspek kehidupan termasuk sektor jasa keuangan. Pergeseran perilaku masyarakat yang berorientasi pada teknologi dan digital menjadikan layanan keuangan lebih cepat, efisien, aman, dan mudah diakses untuk  kebutuhan saat ini dan masa depan. Hal ini menjadi katalis utama bagi unicorn untuk berkembang.
 
Laporan Global Unicorn Index 2021 oleh Hurun Research Institute menemukan solusi manajemen bisnis, layanan keuangan, dan sektor ritel paling terganggu oleh unicorn. Fintech memimpin dengan 139 unicorn, diikuti oleh SaaS (Software as a Service) berjumlah 134, dan e-commerce 122.
 
Temuan ini juga tercermin di Indonesia, yang menempati peringkat ke-11 untuk negara, yang sebagian besar perusahaan unicorn berada. Akses masyarakat terhadap keuangan digital pun meningkat seiring dengan semakin banyaknya penyedia layanan digital dan fintech.

Berdasarkan paparan dari Katadata, jumlah outstanding lending melalui fintech funding pada 2021 mencapai sekitar Rp30 triliun atau tumbuh 95 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pertumbuhan jumlah penyaluran kredit pada 2021 juga jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya meningkat sebesar 16 persen.
 
Data ini menunjukkan Indonesia sudah berjalan dengan baik menuju transformasi digital layanan keuangan, dan semakin banyak pula pemain yang memenuhi kebutuhan publik akan layanan keuangan digital.
 
Presiden Direktur Amar Bank Vishal Tulsian, yang juga mendirikan Tunaiku, platform pinjaman digital berbasis aplikasi pertama di Indonesia, mengatakan ada tiga elemen penting dalam transformasi digital:
  1. Model bisnis, yang perlu menyajikan pengalaman nasabah yang sangat berbeda, termasuk tuntutan dan kebutuhan mereka, dibandingkan dengan layanan konvensional.
  2. Adopsi teknologi yang tepat berdasarkan perjalanan nasabah.
  3. Pola pikir atau budaya organisasi.
"Kuncinya adalah berpikir dari sudut pandang nasabah. Misalnya, pola pikir di bank tradisional adalah mendirikan cabang agar nasabah bisa datang ke bank. Padahal, bank digital sebagai digital lender akan datang ke mana pun nasabahnya berada. Alih-alih menggunakan proses lama, dalam perjalanan digital Anda harus membayangkan kembali perjalanan nasabah. Jadi, itulah perubahan yang sangat besar di seluruh pola pikir organisasi dan hal tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk dapat dilakukan di organisasi manapun," jelas Vishal dalam Konferensi Data dan Ekonomi Katadata Indonesia 2022, dikutip Senin, 2 Mei 2022.
 
Amar Bank memulai perjalanannya di 2014 dengan Tunaiku, dan telah melalui transformasi digital menjadi bank digital murni. Dalam perkembangannya, Amar Bank telah membangun infrastruktur TI kelas dunia yang menjadi tulang punggung untuk dapat menyediakan layanan digital. Menurut Vishal, ada empat hal tambahan yang dibutuhkan bank digital untuk menjadi yang terdepan, ia menyebutnya sebagai A-B-C-D Teknologi Informasi:
  • Artificial Intelligence.
  • Big Data.
  • Cloud Computing.
  • Data Analytics & Digital Decision Making.
"Ini adalah empat aspek yang menjadikan Amar Bank berada jauh di depan pemain mana pun di pasar saat ini. Setelah memulai dengan produk pinjaman, Amar Bank beruntung telah memiliki pengalaman bertahun-tahun dan kecakapan dalam menyalurkan pinjaman, yang mencakup penilaian risiko dan penjaminan. Ini keunggulan kami dibandingkan kompetitor," jelas Vishal.
 
 
 

Meningkatkan inklusi keuangan

Pemerintah Indonesia sedang menjadikan transformasi digital dalam sektor perekonomian, sebagai salah satu prioritas dalam agendanya pada Presidensi G20 2022, khususnya untuk mendukung inklusi dan literasi keuangan. Merujuk survei Bank Dunia, indeks inklusi keuangan dunia pada 2070 akan mencapai 68,52 persen, sementara di Indonesia saat ini masih di angka 48,86 persen.
 
"Hingga hari ini, total ada sekitar 100 bank di Indonesia, dan mereka melayani puncak piramida penduduk yakni sekitar 40 juta hingga 50 juta orang. Sementara itu, sekitar 200 juta orang tidak memiliki rekening bank dan kurang terlayani. Jadi artinya 100 bank tersebut hanya bisa melayani 40 juta, tetapi kami memiliki target pasar 200 juta orang sisanya. Oleh karena itu, saya pikir Indonesia membutuhkan lebih banyak pemain untuk dapat meningkatkan inklusi keuangan. Di situlah kami sebagai bank digital yang dilengkapi dengan teknologi canggih seperti AI, Big Data, dan Predictive Analytics, dapat benar-benar memberikan dampak positif kepada masyarakat," tambah dia.
 
Namun, mengembangkan bank digital bukan tanpa tantangan. Di Indonesia, Amar Bank melihat akuisisi nasabah menjadi tantangan terbesar saat ini. Dari perspektif inklusi keuangan, meyakinkan nasabah  mengapa mereka membutuhkan rekening bank digital adalah sebuah tantangan, karena beberapa dari mereka bahkan tidak menginginkan rekening bank tradisional.
 
Mengacu pada survei perbankan digital FICO pada 2021, masyarakat Indonesia mengharapkan pengalaman perbankan yang mulus saat membuka rekening melalui aplikasi seluler atau situs web. Mereka memiliki harapan yang tinggi  untuk dapat menyelesaikan permohonan pembukaan rekening dalam 10 pertanyaan atau kurang. Jika tidak, 60 persen dari mereka akan meninggalkan prosesnya dan 25 persen bahkan akan keluar dari aplikasi atau situs web setelah lima pertanyaan.
 
"Pengalaman-pengalaman di masa lalu ini membuat mereka putus asa untuk mencoba lagi karena mereka tidak melihat adanya urgensi untuk membuat rekening bank," tambah Vishal.
 
Sedangkan untuk tantangan ke depan, Amar Bank menyadari perlunya berhati-hati terkait konsep open banking. "Ini berarti siapa pun dapat mengambil nasabah Anda karena Anda harus berbagi data, dan Anda juga dapat mengambil dari orang lain. Dengan demikian, retensi nasabah  akan menjadi tantangan bagi semua pemain di masa depan," jelas Vishal.

Memberikan dampak sosial melalui teknologi

Dalam operasional dan tindakannya, Amar Bank mengusung filosofi teknologi harus meningkatkan kehidupan.
 
"Misi kami adalah menyediakan perbankan bagi mereka yang membutuhkan dan tidak hanya bagi mereka yang menginginkan dan ini mengubah segalanya. Jadi saat target pasar kami berubah, strategi kami pun berubah. Kami tidak hanya hadir untuk menciptakan keuntungan yang lebih tinggi, tetapi juga untuk memberikan dampak sosial. Kenyamanan menjadi strategi dalam platform pinjaman digital, Tunaiku. Sementara dalam kasus Senyumku, strategi pembedanya adalah, personalisasi mikro, yang dapat membantu pelanggan membentuk kebiasaan finansial yang lebih baik," tutup Vishal.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan