Mengutip Stockbit Snips, Selasa, 14 Maret 2023, krisis ini bermula ketika SVB Financial Group (Nasdaq: SIVB) -induk usaha SVB- mengumumkan mereka hendak meningkatkan modal senilai USD1,75 miliar dengan menjual saham biasa dan saham preferen.
SVB Financial Group juga mengatakan telah menjual surat berharga senilai USD21 miliar, yang membuat perusahaan diperkirakan membukukan rugi bersih senilai USD1,8 miliar pada kuartal I-2023. SVB Financial Group tidak menjelaskan alasan mereka hendak meningkatkan modal dan menjual rugi surat berharganya dalam rilis tersebut.
Kurangnya konteks tersebut diperparah dengan waktu pengumuman press release yang kurang tepat, karena diumumkan pada hari yang sama saat Silvergate –bank yang berfokus pada crypto– mengumumkan kolaps.
Antisipasi suku bunga lebih tinggi
Namun, dalam keterbukaan informasi di Securities and Exchange Commission (SEC), SVB Financial Group mengatakan penambahan modal ditujukan untuk mengantisipasi suku bunga yang lebih tinggi, pasar publik, dan swasta yang tertekan, dan tingkat cash burn yang meningkat dari klien.
SVB juga mencantumkan detail surat berharga yang mereka jual adalah obligasi Pemerintah AS bertenor panjang dengan rata-rata imbal hasil 1,79 persen, jauh di bawah imbal hasil obligasi Pemerintah AS tenor 10 tahun yang saat ini di kisaran 3,9 persen.
SVB –yang merupakan bank terbesar ke-16 di AS berdasarkan aset pada 2022– memiliki mayoritas nasabah startup teknologi. SVB juga menjadi penyedia utang bagi startup, berbeda dari kebanyakan bank tradisional.
Ketika The Fed mulai meningkatkan suku bunga sejak tahun lalu untuk mengatasi inflasi, kondisi tersebut membuat startup kesulitan memperoleh pendanaan sehingga perlu menarik simpanan mereka di SVB. Ditambah kekhawatiran terkait likuiditas SVB ketika mengumumkan kebutuhan tambahan modal, nasabah yang cemas melakukan penarikan dana besar-besaran.
Regulator di California, AS, mencatat nasabah menarik USD42 miliar dari SVB sehingga bank tersebut mengalami defisit kas sebesar USD958 juta. Pada hari yang sama, harga saham SVB Financial Group melemah 60,4 persen dalam sehari dan memicu sentimen negatif terhadap sektor perbankan indeks S&P 500 yang anjlok 6,6 persen.
Pada Jumat, 10 Maret, regulator menutup SVB Financial Group dan mengalihkan kepemilikan SVB ke Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), lembaga Pemerintah AS yang menjamin simpanan nasabah perbankan. Dengan langkah ini, SVB Financial Group bukan lagi induk dari SVB dan segala rencana penambahan modalnya dihentikan.
| Baca: Benarkah Bangkrutnya Silicon Valley Bank Bisa Bikin Tsunami di IHSG? |
SVB juga mencantumkan detail surat berharga yang mereka jual adalah obligasi Pemerintah AS bertenor panjang dengan rata-rata imbal hasil 1,79 persen, jauh di bawah imbal hasil obligasi Pemerintah AS tenor 10 tahun yang saat ini di kisaran 3,9 persen.
SVB –yang merupakan bank terbesar ke-16 di AS berdasarkan aset pada 2022– memiliki mayoritas nasabah startup teknologi. SVB juga menjadi penyedia utang bagi startup, berbeda dari kebanyakan bank tradisional.
Ketika The Fed mulai meningkatkan suku bunga sejak tahun lalu untuk mengatasi inflasi, kondisi tersebut membuat startup kesulitan memperoleh pendanaan sehingga perlu menarik simpanan mereka di SVB. Ditambah kekhawatiran terkait likuiditas SVB ketika mengumumkan kebutuhan tambahan modal, nasabah yang cemas melakukan penarikan dana besar-besaran.
Regulator di California, AS, mencatat nasabah menarik USD42 miliar dari SVB sehingga bank tersebut mengalami defisit kas sebesar USD958 juta. Pada hari yang sama, harga saham SVB Financial Group melemah 60,4 persen dalam sehari dan memicu sentimen negatif terhadap sektor perbankan indeks S&P 500 yang anjlok 6,6 persen.
Pada Jumat, 10 Maret, regulator menutup SVB Financial Group dan mengalihkan kepemilikan SVB ke Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), lembaga Pemerintah AS yang menjamin simpanan nasabah perbankan. Dengan langkah ini, SVB Financial Group bukan lagi induk dari SVB dan segala rencana penambahan modalnya dihentikan.
Tidak berdampak sistemik
Principal Fund Manager Alphinity Andrew Martin mengatakan kepada The Sydney Morning Herald, krisis SVB adalah masalah yang spesifik dan kemungkinan tidak akan berdampak sistemik seperti pada krisis keuangan 2008.
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Deputy Chief Markets Economist Capital Economics Jonas Goltermann yang mengatakan kepada CNN, masalah dalam krisis SVB adalah exposure yang berlebihan pada sebuah industri, yakni startup teknologi.
Kejatuhan SVB pada dasarnya disebabkan oleh assets and liabilities mismatch, yang merupakan risiko utama model bisnis perbankan. Sebab, bank menyalurkan kredit (aset) untuk jangka panjang, sedangkan simpanan nasabah (liabilitas) dapat ditarik dalam jangka pendek.
Bagi investor, cara untuk menganalisis kemampuan likuiditas bank adalah dengan melihat Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR).
Untuk mengantisipasi masalah serupa terjadi di masa depan, The Fed mengumumkan program pendanaan baru bernama Bank Term Funding Program (BTFP) pada Minggu, 12 Maret. The Fed menyebut program ini akan menjadi sumber likuiditas tambahan bagi bank, sehingga mereka tidak perlu menjual surat berharganya untuk memenuhi likuiditas.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Pandangan serupa juga disampaikan oleh Deputy Chief Markets Economist Capital Economics Jonas Goltermann yang mengatakan kepada CNN, masalah dalam krisis SVB adalah exposure yang berlebihan pada sebuah industri, yakni startup teknologi.
| Baca: Biar Makin Paham, Anak Muda Wajib Diedukasi Aset Kripto Dkk |
Kejatuhan SVB pada dasarnya disebabkan oleh assets and liabilities mismatch, yang merupakan risiko utama model bisnis perbankan. Sebab, bank menyalurkan kredit (aset) untuk jangka panjang, sedangkan simpanan nasabah (liabilitas) dapat ditarik dalam jangka pendek.
Bagi investor, cara untuk menganalisis kemampuan likuiditas bank adalah dengan melihat Liquidity Coverage Ratio (LCR) dan Net Stable Funding Ratio (NSFR).
Untuk mengantisipasi masalah serupa terjadi di masa depan, The Fed mengumumkan program pendanaan baru bernama Bank Term Funding Program (BTFP) pada Minggu, 12 Maret. The Fed menyebut program ini akan menjadi sumber likuiditas tambahan bagi bank, sehingga mereka tidak perlu menjual surat berharganya untuk memenuhi likuiditas.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id