Antisipasi
Karena itu perlu metode yang efektif agar dapat meminimalisir pengaruh negatif flexing, khususnya terhadap kalangan milenial dan gen Z. Lalu dimulai dari mana?Pertama, tentukan besaran pengeluaran mana saja yang termasuk kategori kewajiban dan kebutuhan. Yakni keluarkanlah untuk kebutuhan yang tergolong prime cost (kewajiban) lebih dahulu. Prime cost adalah biaya yang apabila tak terbayarkan akan menjadi masalah besar dalam kehidupan seseorang, yaitu antara lain tagihan listrik, tagihan air PDAM, tagihan BPJS Kesehatan, beras, gas elpiji, keperluan harian sekolah anak dan sewa rumah/kamar kos.
Masih melanjutkan langkah pertama tadi yakni menyiapkan pengeluaran anggaran untuk membelanjakan kebutuhan dengan kelas skala prioritas di bawah prime cost. Pos kebutuhan ini juga masih penting, hanya saja risiko gangguannya tidak segawat sebelumnya bila tidak dibelanjakan.
Yang dibutuhkan milenial dan gen Z biasanya adalah anggaran untuk membeli makanan jadi, kebutuhan dapur, angsuran KPR/KPM/utang produktif lainnya diusahakan maksimal 30 persen dari penghasilan, pos dana darurat diharapkan minimal lima persen, paket telepon internet, pos sedekah serta berinvestasi untuk kebutuhan keluarga di masa depan.
Kedua, tentukanlah berapa besar angka kecukupan penghasilan yang diinginkan. Yakni dengan menetapkan berapa besar nominal rencana prioritas selain anggaran kebutuhan dasar dan yang bersifat mendesak. Besaran nominal rencana prioritas yang ditetapkan penting disertakan dalam menentukan angka kecukupan penghasilan, sebab hal ini akan memengaruhi berapa besar penghasilan ideal yang hendak dicapai.
CEO Berkshire Hathaway Warren Buffet memiliki kebiasaan yang direkomendasikan untuk semua karyawannya. Yaitu bahwa mereka semua dituntut untuk menguraikan 25 tujuan teratas dalam hidup dan kemudian memilih lima tujuan teratas yang paling diinginkan untuk dicapai.
Menurutnya, pilihan tersebut akan menjadi fokus terbesar dalam hidup para karyawan dan akan menjadi kekuatan prioritas yang sangat kokoh agar tak mudah digoyang oleh sindrom berupa objek yang terlihat menarik namun sesungguhnya hanya kesenangan semu belaka.
Jika langkah pertama dilakukan untuk dapat menentukan berapa kebutuhan minimal yang harus dipenuhi, maka langkah kedua adalah untuk menegaskan apa saja sebetulnya visi hidup yang hendak dicapai secara terukur.
Langkah ketiga sebagai langkah pamungkas adalah memilih untuk masuk ke golongan pertengahan. Langkah ini menjadi paling penting untuk dijalankan dengan sepenuh hati karena segala hal yang tergolong pertengahan termasuk cara menyikapi suatu godaan seperti flexing, dapat lebih menyelamatkan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 450 ribu responden di 2010 oleh Angus Deaton, seorang pakar ekonomi yang mendapat Nobel bidang ekonomi di 2015 dan Daniel Kahneman, pakar psikologi yang mendapat Nobel bidang ekonomi di 2001, dari penelitian tersebut didapatkan temuan kebahagiaan (berkurangnya tingkat stres) seseorang akan bertambah seiring naiknya penghasilan seseorang.
Namun ternyata berkurangnya tingkat stres seseorang akan mencapai titik puncaknya ketika penghasilannya mencapai nominal USD75 ribu per tahun atau sekira Rp1 miliar per tahun atau Rp90 jutaan per bulan untuk kurs USD1 = Rp14 ribu. Sebab ketika penghasilan seseorang berhasil melampaui nominal Rp90 jutaan per bulan, tingkat pertumbuhan kebahagiaannya justru mulai stagnan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News