Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Foto: MI/Adam Dwi
Wakil Presiden Ma'ruf Amin. Foto: MI/Adam Dwi

Wapres Minta Penguatan Lembaga Hukum Sengketa Ekonomi Syariah Ditingkatkan

Annisa ayu artanti • 26 Agustus 2020 15:33
Jakarta: Wakil Presiden Republik Indonesia Ma'ruf Amin menilai perlu penguatan lembaga hukum untuk menangani sengketa ekonomi syariah di Tanah Air.
 
Ma'ruf mengatakan adanya lembaga hukum akan memenuhi rasa keadilan, kepastian, dan kemanfaatan dari berbagai pihak. Selain itu, lembaga hukum juga dinilai dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan pelaku bisnis syariah.
 
"Saya berpandangan bahwa penguatan kelembagaan dan kewenangan badan peradilan agama dalam mengadili sengketa ekonomi syariah menjadi agenda prioritas yang perlu segera diwujudkan," kata Ma'ruf di Jakarta, Rabu, 26 Agustus 2020.

Ia menjelaskan saat ini ekonomi syariah di Indonesia terus berkembang. Tercatat, Indonesia telah menjadi negara dengan jumlah institusi keuangan syariah terbanyak di dunia dengan jumlah lebih dari 5.000 institusi. Beberapa institusi di antaranya adalah 34 bank syariah, 58 asuransi syariah, tujuh modal ventura syariah, 163 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), 4.500 sampai 5.500 koperasi syariah, dan empat pegadaian syariah.
 
Selain itu, per April 2020 jumlah aset ekonomi syariah sebanyak Rp1.496,05 triliun. Jumlah tersebut tidak termasuk saham syariah, dengan rincian pasar modal syariah sebanyak Rp851,72 triliun, perbankan syariah Rp534,86 triliun dan industri keuangan non-bank (IKNB) syariah Rp109,47 triliun.
 
Kemudian, Indonesia juga memiliki nasabah ritel terbesar dalam suatu pasar tunggal dengan total lebih dari 23 juta rekening, menerbitkan sukuk ritel, dan menciptakan shariah online trading system pertama di dunia.
 
Sehingga, hal-hal terkait hukum materiil berupa peraturan perundang-undangan yang mendukung optimalisasi penyelesaian sengketa syariah juga perlu terus disempurnakan dan ditingkatkan kuantitas maupun kualitasnya.
 

 
Di sisi lain, Ma'ruf juga menyampaikan ada pekerjaan rumah terkait penguatan lembaga hukum yang perlu dilakukan. Contohnya, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. Undang-Undang tersebut belum menerapkan prinsip-prinsip ekonomi syariah.
 
"Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) belum mengatur tentang kepailitan dan PKPU berdasarkan prinsip syariah. Oleh sebab itu, permohonan kepailitan yang bersumber dari akad syariah saat ini masih diajukan dan diselesaikan oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Menurutnya, kondisi tersebut merupakan disharmonisasi ekonomi syariah," bebernya.
 
Dari hal tersebut juga, Ma'ruf menilai adanya disharmonisasi aturan hukum tentang ekonomi syariah di Indonesia.
 
"Oleh sebab itu, saya berpandangan bahwa RUU Kepailitan yang saat ini sedang dibahas di DPR sebaiknya diselaraskan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada bahwa sengketa terkait ekonomi syariah merupakan kewenangan peradilan agama, termasuk tentang kepailitan," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan