Masuknya PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) ke pasar modal Indonesia akan berkontribusi pada kapitalisasi pasar sekitar Rp77,3 triliun hingga Rp87,6 triliun. Saat ini BUKA sedang berada dalam tahap akhir menerima pemesanan pooling dari investor ritel. Nasabah yang berminat memesan saham BUKA harus melakukan pembayaran paling lambat Jumat, 30 Juli 2021.
"Jadi kalau Bukalapak yang sudah menyampaikan karena sudah masuk proposalnya dalam bentuk dokumen. IPO Bukalapak market cap akan tambah Rp77,3 triliun-Rp 87,6 triliun," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, dilansir dari Mediaindonesia.com, Jumat, 30 Juli 2021.
Pekan lalu (19-23 Juli), data BEI mencatat nilai kapitalisasi pasar bursa meningkat 1,01 persen menjadi sebesar Rp7.274,774 triliun dari Rp7.202,257 triliun dari pekan sebelumnya. Untuk mengakomodasi perusahaan unicorn dan decacorn berbasis teknologi ini, BEI sedang melakukan penyesuaian atas Peraturan Pencatatan I-A, agar mereka bisa mencatatkan sahamnya dan masuk dalam papan utama perdagangan saham di bursa.
Sebab, dengan aturan saat ini, akan tidak memungkinkan bagi perusahaan tersebut untuk masuk ke papan tersebut, mengingat di Papan Utama minimal harus mencatatkan laba bersih dalam setahun terakhir. Sedangkan peraturan ini sangat sulit untuk diterapkan kepada perusahaan berbasis teknologi, yang belum berfokus pada pencatatan laba.
Nyoman mengatakan bursa telah menyampaikan permohonan penyesuaian aturan ini kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 22 Maret 2021 lalu, dan sedang menunggu finalisasi.
"Sampai pertemuan kemarin hal-hal signifikan sudah kami bahas. Bahwa bukan lagi di tahapan yang remote, namun sudah berada di tahapan finalisasi," kata Nyoman.
Bila aturan ini telah keluar, kemungkinan besar para perusahaan teknologi lainnya seperti GoTo atau Traveloka akan masuk ke pasar modal Indonesia untuk mencatatkan sahamnya.
Revisi peraturan I-A
Kepala Unit Pengembangan Startup dan SME (Small Medium Enterprise) BEI Aditya Nugraha mengungkapkan peraturan I-A yang berlaku saat ini yaitu untuk masuk ke papan utama, perusahaan wajib memiliki laba usaha. Persyaratan lainnya adalah ketentuan mengenai kewajiban untuk memiliki net tangible asset (NTA) senilai Rp100 miliar."Sebelumnya ada dua yang disyaratkan laba usaha dan minimal NTA. Kami perbanyak kanalnya menjadi lima yang kami yakinkan bahwa kelima pengaturan ini setara. Artinya kami ingin perusahaan tercatat yang masuk di papan utama itu terjaga kualitasnya," kata Aditya.
Kelima penyesuaian tersebut masih membutuhkan persetujuan OJK untuk bisa menjadi ketentuan dalam peraturan I-A. Kelimanya yakni, pertama sebelumnya calon emiten dipersyaratkan untuk membukukan laba usaha, berganti menjadi laba sebelum pajak dalam satu tahun terakhir dengan NTA dari minimal Rp100 miliar menjadi minimal Rp250 miliar.
Kedua, agregat laba sebelum pajak dua tahun terakhir Rp100 miliar dan kapitalisasi pasar Rp1 triliun. Ketiga perusahaan memenuhi minimum pendapatan Rp600 miliar dan kapitalisasi pasar Rp3 triliun. Keempat, perusahaan memiliki total aset Rp1 triliun dan kapitalisasi pasar Rp2 triliun dan kelima, mencatatkan operating cash flow kumulatif dua tahun Rp200 miliar dan kapitalisasi pasar Rp4 triliun.
"Semua kriteria ini bersifat substitutif, artinya bisa menggantikan satu dengan yang lain, bergantung kepada karakteristik calon emiten," jelas Aditya.
Sebelumnya OJK dan BEI tengah mempersiapkan adanya aturan mengenai saham hak suara multipel (SHSM) atau multiple voting shares (MVS) guna mengakomodasi IPO unicorn. MVS merupakan jenis saham yang memiliki lebih dari satu hak suara untuk tiap sahamnya Komisaris BEI, Pandu Patria Sjahrir sebelumnya pernah mengatakan, saat ini BEI mencatat ada empat perusahaan unicorn yang berpotensi mencatatkan saham di BEI.
Perusahaan tersebut antara lain, GoTo (Gojek-Tokopedia), PT Global JET Express (J&T Express), dan PT Tinusa Travelindo (Traveloka) dan Bukalapak. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, Hoesen juga menyebutkan saat ini ada tiga perusahaan rintisan unicorn dan decacorn yang siap IPO, dengan total valuasi aset dari tiga perusahaan rintisan tersebut di atas USD21,5 miliar atau sekitar Rp311,75 triliun. Namun OJK tidak merinci nama-nama perusahaan startup yang dimaksud.
"Dengan masuknya unicorn, berpotensi mendorong kapitalisasi pasar saham di BEI, menarik investor asing dan diprediksi menggairahkan perdagangan bursa dalam negeri," kata Hoesen, Kamis, 15 Juli 2021 pekan lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News