IEA mengatakan, tahun lalu konsumen batu bara terbesar dunia, Tiongkok, bisa dihadapkan pada puncak permintaan batu bara untuk pertama kalinya karena langkah-langkah penggunaan batu bara untuk mengatasi polusi udara dan mengekang kelebihan pasokan.
"Di Tiongkok, permintaan batu bara menurun secara struktural dan perlambatan didorong oleh model pertumbuhan ekonomi baru dan diversifikasi batu bara," kata IEA, yang berbasis di Paris, dalam laporan pasar batu bara jangka menengah, seperti dikutip dari Reuters, Selasa (13/12/2016).
Baca: Jaga Perubahan Iklim, Negara Kaya Diimbau Tutup Pembangkit Batu Bara di 2030
Meski konsumsi Tiongkok kemungkinan telah mencapai puncaknya, namun negara ini masih akan menjadi pengguna batu bara terbesar selama lima tahun ke depan. Permintaan batu bara harus menurun sedikit ke 2,816 miliar ton setara batu bara pada 2021, dibandingkan dengan sebesar 2,896 miliar ton setara batu bara pada 2014.
Baca: Harga Batu Bara Tembus USD100 per Ton, Pemerintah Belum Mau Naikkan Royalti
Secara global, IEA memperkirakan permintaan batu bara mencapai total 5,63 miliar ton pada 2021, atau mengalami kenaikan dibandingkan dengan 5,400 miliar ton pada tahun lalu, ketika permintaan batu bara turun untuk pertama kalinya di abad ini.
Baca: ESDM: Harga Batu Bara November Naik 23%
"Karena implikasi untuk kualitas udara dan emisi karbon, batu bara telah datang di bawah api dalam beberapa tahun terakhir. Tetapi terlalu dini untuk mengatakan bahwa ini adalah akhir untuk batu bara," kata Direktur Pasar Energi IEA Keisuke Sadamori.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News