"Jika perubahan kebijakan fiskal menyebabkan eliminasi pengenduran lebih cepat, penyesuaian kebijakan akan, semuanya sederajat, kemungkinan besar akan lebih cepat daripada sebaliknya," kata Brainard, seperti dikutip dari Antara, Rabu (18/1/2017).
Presiden AS terpilih Trump telah berjanji untuk memotong pajak dan meningkatkan belanja infrastruktur dan pertahanan, yang bisa meningkatkan tingkat inflasi seperti yang banyak ekonom perkirakan.
Baca: Kenaikan Suku Bunga AS Membayangi Ekonomi RI Tahun Ini
Meskipun masih ada ketidakpastian besar di sekitar stimulus fiskal baru, prospek peningkatan material dalam stimulus fiskal bisa mengangkat inflasi, terutama mengingat perekonomian mendekati lapangan kerja penuh, dia memperingatkan.
"Dengan latar belakang berkurangnya permintaan luar negeri, jika kebijakan fiskal di dalam negeri lebih ekspansif akan menimbulkan harapan meningkatnya perbedaan antara AS dan ekonomi negara-negara lainnya, sebagai akibatnya kemungkinan meningkatkan tekanan pada nilai tukar," kata Brainard.
Menurutnya USD yang kuat dapat menyebabkan berlimpahnya permintaan lintas batas, membebani aktivitas ekspor, investasi, dan manufaktur AS. Namun, ia mencatat, risiko jangka pendek dalam ekonomi AS seimbang, karena pengangguran dan inflasi akhirnya bergerak lebih dekat ke target Fed, dan ada kemungkinan pemerintahan baru dan Kongres akan meningkatkan stimulus fiskal.
Baca: The Fed Perkuat Kemungkinan Kenaikan Suku Bunga 3 Kali
"Pendekatan bertahap (dalam menaikkan suku bunga) akan tetap sesuai selama tekanan inflasi tetap diredam," kata Brainard.
Presiden Fed New York William Dudley juga mengatakan pada Selasa bahwa ia optimis perekonomian AS akan terus ekspansi selama beberapa tahun ke depan, karena inflasi masih tetap pada tingkat rendah dan kondisi keuangan rumah tangga telah meningkat selama bertahun-tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News