Mantan anggota Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi mengungkapkan, revisi UU Migas harus memberikan privilege kepada Pertamina. Menurut dia, privilege itu meliputi pemberian hak utama dalam penawaran lahan migas yang baru (new block offered), hak utama untuk mengakuisisi partisipasi interest (existing contract), dan hak utama untuk mengelola lahan yang kontraknya sudah berakhir (expiring contract).
Baca: Revisi UU Migas Diminta Wujudkan Pertamina Jadi NOC
Demi menguatkan Pertamina, Fahmy mendesak agar RUU Migas segera mengubah kelembagaan SKK Migas, yakni agar lebih sesuai dengan amanah konstitusi UUD 1945 dan Keputusan MK.
"Dan untuk mendukung penguatan tersebut, maka opsi yang tepat adalah dengan skema dua kaki, yakni menyerahkan fungsi dan kewenangan SKK Migas kepada Pertamina," dalam diskusi bertajuk Krisis Energi, Mafia Migas, dan Revisi UU Migas di Jakarta, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/11/2016).
Dia menegaskan, apabila bertujuan untuk memperkuat posisi Pertamina, BUMN yang 100 persen sahamnya dikuasai negara ini, sebagai representasi negara dalam pemanfaatan sumber daya migas bagi sebesarnya kemakmuran rakyat, maka opsi dua kaki yang lebih tepat.
Baca: UU Migas Harus Perkuat Pertamina Jadi Perusahaan Minyak Nasional
"Opsi dua kaki memiliki beberapa kelebihan, antara lain pertama, Pertamina menjadi tulang punggung (backbone) negara dalam mengemban fungsi pengelolaan sumber daya alam migas; Kedua, Pertamina pengemban utama privilege yang diberikan Pemerintah di sisi upstream; Ketiga, Pertamina memiliki kapitalisasi aset besar yang memberikan leverage di pasar internasional; Keempat, Pertamina memiliki keleluasaan dalam manajemen portofolio upstream; dan kelima, Pertamina bisa bertindak sebagai regulator, pengawasan dan operator," jelasnya.
Rampungkan pembahasan RUU Migas
Fahmy pun mendesak DPR untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU Migas. Mengingat pembahasan sudah tertunda lebih dari enam tahun, kata dia, tidak ada alasan bagi DPR untuk kembali menunda penyelesaian revisi UU 22 tahun 2001.
"Semakin ditunda penyelesaian revisi UU Migas akan menimbulkan ketidakpastian tata kelola kelambagaan Migas yang dapat dimanfaatkan oleh Mafia Migas dalam pemburuan rente," tegas dia.
Baca: Revisi UU Migas dan Konsolidasi Ekonomi Nasional
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Maryati Abdullah meminta Pimpinan DPR untuk mendesak Komisi VII agar segera membahas Revisi UU Migas.
"Komitmen DPR atas agenda pembahasan revisi UU Migas tidak boleh lagi hanya sebatas wacana, tetapi harus disertai dengan langkah nyata. Kami berharap setidaknya sampai akhir masa sidang ini sudah ada draf Revisi UU Migas versi DPR untuk kemudian segera dibahas bersama-sama Pemerintah," tambah Maryati.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Indonesia Parlianmentary Center (IPC) Sulastio juga meminta DPR segera menuntaskan pembahasan RUU Migas. Menurutnya, mangkraknya pembahasan Revisi UU Migas sejalan dengan buruknya kinerja legislasi DPR, yang sampai 9 November 2016 hanya menyelesaikan 18 persen dari seluruh target UU saja.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News