"Amanah MK memang harus dalam bentuk badan usaha. Jadi dalam rangka mengakomodir keputusan MK 2012 lalu, tentu sudah sejalan," kata Komaidi, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/11/2016).
Menurut dia, nilai positif jika SKK Migas berada di bawah Pertamina adalah bahwa dari sisi infrastruktur, bisa memanfaatkan yang sudah ada. "Sedangkan dari sisi entitas bisnis, jelas menguntungkan karena hanya ada satu sehingga lebih efisien," lanjutnya.
Yang perlu diantisipasi, lanjut Komaidi, adalah potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Untuk itu, jika menjadikan SKK Migas sebagai bagian dari Pertamina, maka harus diimbangi dengan peningkatan pengawasan.
Arcandra Tahar sebelumnya menyatakan bahwa UU Migas yang baru harus memperkuat National Oil Company (NOC) alias BUMN perminyakan. Untuk itu, lanjut Arcandra, ada kemungkinan bahwa SKK Migas akan menjadi unit di bawah Pertamina.
Direktur Indonesia Resource Studies (IRESS) Marwan Batubara juga mendukung pernyataan Arcandra Tahar. Menurutnya, jika ingin mengembalikan kedaulatan energi maka yang harus diperbaiki adalah melalui perubahan UU Migas. Dan perubahan itu, lanjutnya, terutama dalam hal pengelolaan migas yang harus di tangan BUMN Pertamina. Adapun posisi SKK Migas, harus berada di bawah Pertamina, sehingga tidak perlu lagi membentuk BUMN Khusus.
"Keputusan MK mengatakan bahwa pengelolaan migas berada di bawah BUMN. Sedangkan di sisi lain, BUMN yang punya kemampuan mengelola adalah Pertamina. Kalau SKK Migas dijadikan sebagai BUMN Khusus maka akan menjadikan pengelolaan migas menjadi tidak efisien. Untuk itu, kita semua mendukung Pak Arcandra karena sudah sesuai dengan keputusan MK, gabungkan saja SKK Migas ke Pertamina," katanya.
Dalam konteks penguasaan oleh negara, lanjut Marwan, RUU Migas harus menegaskan bahwa aset cadangan seharusnya menjadi aset Pertamina. Dengan monetisasi aset yang dilakukan Pertamina maka aset tersebut bisa dioptimalkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai konstitusi.
"Kita saat ini memiliki cadangan terbukti minyak sebesar 3,5-3,6 miliar barel. Ini kan harus dimanfaatkan melalui monetisasi. Dengan begitu, kemampuan Pertamina akan meningkat. Sebaliknya, SKK Migas jika menjadi BUMN Khusus tidak mungkin bisa mengelola cadangan terbukti tadi," jelas Marwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News