"Implemantasi yang paling penting itu, adalah bagaimana menjadikan BUMN yang mempunyai nilai strategis di bidang perminyakan, dalam hal ini Pertamina, itu betul-betul bisa kita jadikan National Oil Company," kata Supratman melalui siaran pers di Jakarta, Minggu (24/4/2016).
Menurut Supratman, hal seperti itu bukan hanya di sektor Migas, namun sektor lainnya. Komisi VII DPR RI juga sedang menggagas di sektor pertambangan, karena harus lahir perusahaan negara yang khusus menangani sumber daya alam agar bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Jika bicara NOC, lanjut Supratman, dulu Petronas belajar soal Migas kepada Pertamina. Dari hasil belajar itu, saat ini Petronas mempunyai kontribusi besar ke APBN Malaysia, yakni sebesar 40 persen.
"Kenapa bisa terjadi? Kekayaan kita karena tidak terbukukan, karena kalau hanya di buku negara, itu tidak punya nilai apa-apa. Ini akan jauh berbeda jika diberikan hak menguasai negara itu, bagimana mengusai hak negara itu diberikan kepada NOC, dalam hal ini tentu Pertamina," katanya.
Alasan menjadikan Pertamina sebagai NOC, karena sudah mempunyai pengalaman di bidang Migas. Ketimbang menjadikan SKK Migas sebagai NOC, yang memerlukan banyak persyaratan dan hambatan.
"Menurut saya, itu (SKK dijadikan NOC) sesuatu hal, karena harus membuat lagi struktur yang baru. Padahal, Pertamina sudah mengerti soal bagaimana kelola minyak dan gas," tutur Supratman.
Karena alasan di atas, saatnya memberikan dukungan politik yang besar agar Pertamina bisa menjadi NOC. "Kalau ini bisa kita lakukan, maka aset Pertamina dari implementasi menguasai hak negara ini bisa tercatat di dalam buku. Maka bisa lakukan kegiatan di hulu dan di hilir, sehingga ada kapitalisasi aset untuk memudahkan Pertamina memperoleh pembiayaan dibandingkan dengan kondisi sekarang," jelasnya.
Namun tidak bisa membayangkan jika implementasi menguasai hak negara itu diberikan kepada SKK Migas sebagai NOC, karena tidak akan bisa terjadi kapitalisasi aset dan sangat merugikan.
"Itu yang ingin kita capai dalam pembahasan di RUU Migas. Sekarang ini masalahnya itu bisnis itu dari government-business (G-B). Sekarang di RUU Migas ini kita berharap harus dibangun B-B. Kalau ini Pertamina yang lebih tahu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News