Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengomentari hal ini karena batas waktu ekspor mineral olahan (konsentrat) akan habis pada 11 Januari 2017.
Baca: UU Minerba Direvisi, Kementerian ESDM Tunggu Keputusan Parlemen
"Kita negara hukum. Kalau negara hukum artinya kita harus mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang menjadi kendala kita adalah, Undang-Undang kita nomor 4/2009 itu boleh dikatakan multitafsir," kata Arcandra di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (16/12/2016).
Akibatnya, jelas Arcandra, pemerintah susah menjalankan peraturan turunannya yakni dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) maupun dalam bentuk Peraturan Menteri (Permen). "Nah, tafsir seperti itu lah yang menyebabkan PP dan Permen-nya jadi agak susah," ucap dia.
Padahal, tegas dia, sampai saat ini pihak kementerian sudah beberapa kali berkonsultasi ke pakar hukum untuk bisa mencari jalan terbaik dalam pengambilan segala keputusan di sektor ini.
Baca: Revisi UU Migas dan Minerba Jadi Program Prioritas Jonan-Arcandra
"Kita sudah engage dengan pakar hukum, dan terjadi perbedaan pendapat tentang itu, tergantung angle dari mana. Nah, karena banyak beberapa angle dalam tafsir tersebut, sampai sekarang intinya kita menginginkan solusi terbaik dari berbagai macam angel terbaik tadi," jelas dia.
Selain ekspor konsentrat, Arcandra juga menyebutkan Undang-Undang itu juga menjadi akar permasalahan dari masalah Kontrak Karya (KK), perubahan Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Yang mana juga akan merembet pada masalah perpanjangan kontrak, divestasi dan wilayah kerja pertambangan.
"Bukan ekspor saja, KK, KK berubah ke IUPK, nah kalau nanti KK berubah ke IUPK apakah hal-hal yang berkaitan dengan perpanjangan kontrak, divestasi, wilayah kerja. Apalagi? Kemudian stabilisasi," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News