Direktur Eksekutif, Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan, Bisman Bakhtiar mengatakan, PP 1/2017 untuk saat ini memang menjadi payung hukum yang menguatkan pelonggaran (relaksasi) ekspor minerba. Namun, dari segi hukum beleid tersebut tidak cukup kuat karena melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).
"Bagi pemerintah saat ini kuat. Tapi kalau dilihat dari hukum ini tidak kuat. Karena bertentangan dengan undang-undang. Ini berpotensi menjadi masalah dikemudian hari," kata Bisman, kepada Metrotvnews.com, di Jakarta, Selasa (24/1/2016).
Baca: Layer Diperkirakan Berubah di PMK Bea Keluar Konsentrat
Meski Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar terus bergerilya mengatakan PP 1/2017 tidak melanggar undang-undang, namun Bisman menilai PP itu tetap melanggar karena aturan turunannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2017 tetap melanggar UU Minerba.
"Karena isi PP itu nyata-nyata bertentangan dengan Undang-Undang 4/2009. Pasal 102, 103, 170. RIsikonya adalah PP ini dinyatakan ilegal bertentangan dengan hukum, maka kegiatan yang dilakukan pemerintah dan perusahaan itu melanggar hukum," imbuh dia.
Baca: Divestasi Diminta Tidak Masukkan Nilai Cadangan
Apabila ada keinginan agar aturan dalam PP itu kuat secara hukum maka revisi Undang-Undang Minerba yang tengah digodok saat ini harus memuat poin-poin PP tersebut. Sehingga kegiatan pertambangan yang berlaku tetap masuk koridor hukum dan tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Dengan catatan, harus disetujui DPR dan pemerintah.
"Itu harus disepakati antara DPR dan pemerintah. Nah cara yang paling bijak adalah andai ada beberapa isu, isi PP menjadi muatan revisi undang-undang. Itu tepat," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News