"Harapannya dengan adanya kunjungan Pak Menko Airlangga ke Jepang bisa membawa investasi terutama di sektor EBT (energi baru terbarukan). Karena bagaimanapun Indonesia tidak bisa berjalan sendiri tanpa dukungan dari negara lain ataupun investasi dari negara lain," kata Mamit di Jakarta, Selasa, 26 Juli 2022.
Mamit mengatakan meski saat ini Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) masih belum disahkan, kunjungan tersebut diharapkan mampu membuktikan keseriusan pemerintah dalam transisi konsumsi energi fosil ke energi baru terbarukan (EBT).
Dia berharap kunjungan tersebut membuka peluang kerja sama di bidang nuklir, pengembangan panel surya, panas bumi, ataupun tenaga angin.
"Meskipun misalnya saat ini kita masih menunggu UU EBT. Meskipun ini masih dalam persiapan, tapi paling tidak bagaimana kita bisa mengundang dan meyakinkan investor bahwa dalam proses ini Indonesia sangat menyambut baik," kata dia.
Baca: RI Raih Kepercayaan Investor Bantu Wujudkan Transisi Energi |
Mamit menekankan pentingnya kerja sama dengan negara mana pun sejauh Indonesia tidak hanya menjadi pemasok bahan baku dan menjadi konsumen. Jika demikian, kata dia, Indonesia akan dirugikan karena menjual bahan baku dengan harga murah dan membeli barang jadi dengan harga lebih mahal.
"Dengan adanya investor ini kita bisa menjadi produsen dan juga memberikan kontribusi lebih. Sehingga, multiplier effect (efek ganda) dari EBT ini benar-benar terlihat. Karena selama ini kalau misal kita kerja sama dengan Tiongkok lebih banyak investasi di bahan baku. Kirim ke sana untuk diolah, terus dijual lagi ke Indonesia," tegasnya.
Detailkan proyek
Sementara itu, Analis energi dari lembaga pemikir iklim dan energi, Ember, Achmed Shahram Edianto, berharap kerja sama dan pembiayaan oleh Jepang akan mendorong pemerintah lebih mendetailkan jenis proyek dan mendorong pengembangan energi terbarukan.“Pemerintah lebih mendorong tidak hanya teknologi yang mengurangi karbon tetapi mendorong pengembangan energi terbarukan. Ini sesuai dengan komitmen Jepang, yang menghentikan pembiayaan pembangkit listrik batubara, dan mendukung transisi energi,” kata dia.
Selain Jepang, Tiongkok juga tengah jor-joran membiayai proyek hijau yang berfokus pada pengembangan energi terbarukan. Menurut dia, baik Jepang dan Tiongkok memiliki keahlian sendiri serta dana melimpah yang bisa digunakan untuk proyek-proyek energi terbarukan di Indonesia.
"Pendanaan Jepang banyak di geothermal karena ekspertise-nya di situ. Tiongkok kuat di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) dan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA). Sebagai negara kita mau mencari pendampingan teknikal, ekspertise dari masing-masing negara,” kata Achmed.
Dia mengaku cocok dengan beberapa proyek yang disampaikan Airlangga. Yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Sarulla dan Muara Laboh.
“Momentum pemerintah sedang bagus sudah ada komitmen. Dalam konteks meminta asistensi, komitmen pemerintah Indonesia mencapai NZE, untuk energi terbarukan sudah sesuai," tegas Achmed.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menggelar pertemuan dengan Gubernur Japan Bank for International Cooperation (JBIC) yang baru, Nobumitsu Hayashi, pada Senin, 25 Juli 2022. Dalam pertemuan itu, dibahas tentang sejumlah proyek JBIC di Indonesia. Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan JBIC memiliki spesialisasi, salah satunya pembiayaan di sektor energi.
“Beberapa proyek infrastruktur utama seperti Pembangkit Listrik Tanjung Jati-B, Jawa 1 danpembangkit panas bumi Sarula dan Muara Laboh, serta proyek LNG Tangguh. Proyek-proyek ini menyediakan sumber energi yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi Indonesia," ujar Airlangga.
Pemerintah berkomitmen mencapai target pencapaian Net Zero Emission (NZE) di 2060. Untuk itu, pemerintah melakukan sejumlah terobosan transisi energi yang lebih bersih dan juga berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id