Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Foto: Istimewa
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie). Foto: Istimewa

Butuh Kehati-hatian Hadapi Dampak Gejolak Ekonomi Global

Annisa ayu artanti • 16 Juli 2025 22:31
Jakarta: Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat menilai Indonesia butuh kehati-hatian dalam menentukan langkah yang tepat untuk menghadapi tantangan dampak gejolak ekonomi global. Terlebih, tantangan dampak ekonomi global saat ini bukan merupakan hal yang mudah. 
 
"Butuh kehati-hatian dalam menyikapi dinamika ekonomi yang terjadi, agar upaya memajukan kesejahteraan umum yang diamanatkan konstitusi bisa tetap direalisasikan," katanya dalam sambutan tertulis pada diskusi daring bertema BRICS dan Tarif Trump: Tantangan Baru Bagi Ekonomi Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu, 16 Juli 2025.
 
Diskusi yang dimoderatori Radityo Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR, Fajar Arianto itu menghadirkan Analis Perdagangan Ahli Madya pada Direktorat Pengamanan Perdagangan, Kementerian Perdagangan RI Freddy Josep Pelawi, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia Telisa Aulia Falianty,  Peneliti Departemen Ekonomi CSIS/Centre for Strategic and International Studies, Riandy Laksono, dan Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia/HIMKI Kab. Jepara, Hidayat Hendra Sasmita, serta Dosen Psikologi Universitas Pancasila, Silverius Y. Soeharso.

Menurut Lestari, bergabungnya Indonesia dengan organisasi negara-negara BRICS (Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan) pada tahun lalu, merupakan langkah strategis yang harus mampu membuka sejumlah peluang yang bisa mendatangkan manfaat bagi pertumbuhan ekonomi nasional. 
 
"Penting untuk mewujudkan persatuan setiap anak bangsa dalam menyikapi tantangan dampak dinamika ekonomi global yang terjadi saat ini," ucapnya.
 
Berbagai potensi ekonomi lokal, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, juga harus dimanfaatkan sebagai bagian dari solusi menghadapi tantangan. 
 
"Dampak gejolak ekonomi global dapat dihadapi dan dijawab dengan kekuatan bersama setiap anak bangsa dalam membangun ekosistem bisnis yang lebih baik," imbuhnya.
 
Baca juga: BRICS, Stabilitas di Era Perubahan

BRICS mampu atasi hambatan perdagangan

Freddy mengungkapkan, bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS diharapkan mampu mengatasi sejumlah hambatan perdagangan dengan sejumlah negara anggota BRICS. 
 
Menurut Josep, saat ini Indonesia masih menghadapi kendala perdagangan dengan Brasil dalam bentuk pemberlakuan anti-dumping pada produk baja, dan produk Indonesia dikenakan bea masuk imbalan. 
 
Sementara itu, tambah dia, produk-produk Indonesia masih menghadapi masalah standar kualitas produk untuk masuk ke pasar Rusia. 
 
"Berdasarkan sejumlah sanksi  perdagangan yang dijatuhkan terhadap Iran oleh sejumlah negara potensi peningkatan perdagangan Indonesia dengan Iran sangat terbuka," ujarnya.
 
Josep berpendapat, Indonesia memiliki kebebasan untuk menentukan sikap dan kebijakan untuk melakukan perdagangan terhadap sejumlah negara. 
 
Program prioritas pemerintah saat ini, dinilai akan melindungi pasar domestik dan berupaya memperluas ekspor ke wilayah yang baru, untuk meningkatkan volume perdagangan. 
 
Baca juga: Indonesia Gabung BRICS, Ini Kata Pakar UGM

BRICS tingkatkan nilai tawar

Sementara itu, Telisa berpendapat, keanggotaan Indonesia di BRICS mampu meningkatkan nilai tawar terhadap hegemoni negara-negara G7. 
 
"Presiden Trump tidak suka dengan anggota BRICS karena akan mengganggu hegemoni AS terhadap sejumlah negara," ujar Telisa. 
 
Menurut Telisa, Indonesia tidak bisa beralih sepenuhnya dari Amerika Serikat, karena masih tergantung dengan dolar AS. 
 
Dalam bernegosiasi, tegas Telisa, sejatinya tidak hanya digali dari sisi perdagangan. Menurut dia, harus dipertimbangkan juga sektor investasi, tenaga kerja, dan arus uang, secara menyeluruh.
 
Telisa menyayangkan, negosiasi Indonesia dengan AS hanya mempertimbangkan sisi perdagangan saja. Padahal, tegas Telisa, AS saat ini untung besar di sektor teknologi dan jasa dalam melakukan perdagangan dengan Indonesia. 
 
Pemberian 0 tarif untuk sejumlah produk AS oleh Indonesia, berpotensi diminta juga oleh negara lain. Sehingga, ujar dia, dampak tidak langsung kesepakatan tarif Indonesia-AS harus segera diantisipasi. 
 
"Jangan panik dalam bernegosiasi, jangan sampai hasilnya malah mengorbankan kedaulatan bangsa," ujarnya. 
 
Lebih lanjut, Riandy menilai terkai perang tarif AS-Tiongkok berevolusi dari sekadar perang tarif menjadi upaya untuk menata ulang rantai pasok dunia. 
 
"Karena yang akan dipermasalahkan dalam perang tarif AS ini bukan hanya soal made in China, tetapi juga made by China," tuturnya. 
 
Indonesia, kata Riandy, perlu melakukan ekstensifikasi investasi, karena AS akan mempersoalkan asal dari bahan baku sebuah produk. 
 
"Tujuan perang dagang AS sejatinya adalah untuk menghambat sektor manufaktur China, sebagai antisipasi terjadinya perang terbuka di masa depan. Amerika, jelas dia, ingin mengurangi pengaruh China di sejumlah kawasan," jelasnya.
 
Pada perang tarif AS-China, isu transhipment menjadi isu penting. Dalam skema perdagangan AS-Vietnam, misalnya, tarif yang dikenakan AS terhadap produk Vietnam adalah 20 persen.
 
Namun, bila kedapatan produk itu hasil transhipment, produk Vietnam akan dikenakan tarif 40 persen. Menurut Riandy, skema perdagangan AS-Vietnam juga akan diterapkan pada skema perdagangan AS-Indonesia. 
 
Baca juga: Trump Turunkan Tarif RI Jadi 19%, Indonesia Borong Energi hingga Pesawat AS

Negosiasi perdagangan AS-Indonesia harus jelas

Riandy mengingatkan, agar dalam negosiasi perdagangan AS-Indonesia harus diperjelas definisi dari transhipment. 
 
Pasalnya, banyak produk-produk Indonesia menggunakan bahan baku dari luar negeri yang lebih kompetitif. 
 
Hidayat juga mengungkapkan, pada triwulan pertama 2025 indsutri furnitur di Jepara mengalami pertumbuhan 9,9 persen dari tahun lalu. 
 
Ia optimistis terhadap kondisi saat ini, setelah tahun lalu menghadapi dampak perang Rusia-Ukraina yang mengakibatkan pasar furnitur turun 30-40 persen.
 
Ia juga meyakini industri furnitur mampu beradaptasi terhadap dampak perang Rusia-Ukraina. 
 
Ketidakpastian dalam penerapan tarif oleh AS beberapa waktu lalu, tambah dia, sempat menekan volume ekspor furnitur ke AS hingga 50 persen.
 
Selanjutnya, Silverius berpendapat, perang dagang yang dipicu penerapan tarif oleh AS terhadap sejumlah negara, bukan sekadar perang dagang, tetapi juga perang psikologis. 
 
"Ini adalah perang psikologis yang sedang dimainkan oleh Trump. Jadi kalau kita panik menghadapi ini, kita akan kedodoran," ujar Soeharso. 
 
Kondisi saat ini, jelas Soeharso, adalah peluang. Selain BRICS, menurut dia, Australia memiliki potensi ekonomi yang cukup besar sebagai salah satu negara tujuan ekspor. 
 
Soeharso mendorong agar potensi sumber daya manusia (SDM) yang kita miliki harus didorong mampu mengisi kebutuhan tenaga kerja di sejumlah negara. 
 
"China dan India punya kebijakan untuk menempatkan warganya ke industri-industri di berbagai negara dunia," ujarnya. 
 
Wartawan senior, Saur Hutabarat, menambahkan, peluang-peluang di BRICS diperkirakan baru akan terbuka pada 2045, ketika GDP negara-negara anggota BRICS melampaui negara-negara G7. 
 
Saat ini, Indonesia mulai merintis jalan untuk menjemput sejumlah peluang itu, bersamaan dengan pencapaian Indonesia Emas pada 2045.
 
Selain itu, masa pemerintahan Donald Trump tinggal 3,5 tahun lagi dan AS berpeluang besar dipimpin oleh presiden yang baru dan kemungkinan besar tidak melanjutkan kebijakan Trump. 
 
"Jadi, membuang energi yang berlebihan dan terlalu reaktif menyikapi kebijakan Trump saat ini tidak terlalu bijaksana," ucapnya.
 
Oleh karena itu, Saur berpendapat, Indonesia harus melihat ke dalam untuk segera menyelesaikan sejumlah pekerjaan rumah untuk membangun ekosistem bisnis dan investasi yang baik. 
 
"Bila kepastian hukum masih seperti saat ini, saya khawatir tidak ada investor yang datang dan pengusaha tidak akan membangun usaha di sini," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ANN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan