"Kalau kita lihat dari pasar kita, yang ada sekarang, di ASEAN ini kita paling besar, bahakan dibandingkan Thailand, kita besar, masak kita hanya konsumen. Kita harus tempatkan diri kita harus menjadi produsen dong," kata Agus kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 12 Agustus 2022.
Apalagi, kata Agus, Indonesia merupakan penghasil nikel nomor 1 di dunia. Ini bisa menjadi modal Indonesia bersaing sebagai pemain utama di kendaraan listrik.
"Mobil listrik dalam perkembangan ya menuju penggunaan baterai berbasis nikel kobalt dan mangan, NCM kita tahu bahwa nikel kita adalah yang jumlahnya sangat memadai di Indonesia, nomor satu di dunia. Pasar dalam negeri besar dan akan memerlukan baterai, baterai base nickel," kata Agus.
Namun dalam masa transisi, Agus mengatakan Indonesia masih perlu berbenah untuk siap memproduksi maupun menggunakan mobil listrik. Misalnya, tentang infrastruktur, charging station, maupun harga dan desain mobil yang belum kompetitif.
"Begini, kalau mau ditanya sudah siap, masih belum, masih belum lengkap, perlu waktu dan ini kan perubahan teknologi harus ada percepatan di berbagai area," kata Agus.
Baca: Penggunaan Mobil Listrik Di KTT G20, Komitmen Indonesia Turunkan Emisi |
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyebut Indonesia bukan cuma pangsa pasar kendaraan listrik yang besar. Namun juga tempat manufaktur kendaraan listrik.
Ketua Umum Partai Golkar ini juga menerima ratusan kendaraan listrik yang akan digunakan pada KTT G-20. Ini menunjukkan komitmen Presidensi Indonesia dalam menjadi lead by example untuk isu transisi energi, lingkungan, dan perubahan iklim.
Dengan berbagai kebijakan yang telah diberikan tersebut, Airlangga berharap agar utilitas EV dapat meningkat di kalangan masyarakat. Sehingga, mampu memperkuat industri otomotif dalam negeri.
Peran Menko Perekonomian
Sementara itu, Pakar ekonomi energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai Airlangga adalah kunci untuk perkembangan industri kendaraan listrik di Indonesia. Airlangga diharapkan mampu menyelaraskan dan mengharmoniskan berbagai pihak dari kementerian ataupun BUMN untuk mempercepat akselerasi EV di Indonesia."Saya kira inilah peran dari Menko Perekonomian. Artinya, kalau Menko bisa mengharmoniskan Kemenkeu, Kemen ESDM, PLN," kata Fahmy.
Menurut dia, keberadaan ekosistem EV akan bermanfaat bagi PLN yang tengah mengalami kelebihan pasokan listrik. Fahmy menilai PLN tidak akan keberatan membangun stasiun pengisian baterai, asalkan ada kepastian investasi.
"Bagi PLN, kalau ada kepastian bahwa investor akan masuk maka saya yakin PLN akan mau membangun. Bagi PLN, ini kan juga mengatasi masalah over supply dari setrum yang dihasilkan. Tapi kalau tidak ada kepastian, PLN akan berhitung kerugian," ucap dia.
Dia mengatakan komitmen pemerintah sudah ditunjukkan lewat pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang melarang ekspor nikel dan mendorong hilirisasi. Nikel sangat penting bagi kendaraan listrik karena menjadi komponen utama dalam produksi baterai EV. Sayangnya, komitmen itu tidak didukung dengan kinerja pemerintah pada tingkat kementerian.
"Kalau melihat komitmen Jokowi dalam pengembangan mobil listrik Indonesia itu kan sangat kuat sekali. Saya melihat pada tataran kementerian itu tampaknya tidak mendukung secara penuh komitmen Jokowi," kata Fahmy.
Fahmy mencontohkan insentif untuk industri EV banyak yang tidak terwujud. Padahal, hal itu sudah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBL BB)/BEV Untuk Transportasi Jalan. Menurutnya ketika berbagai insentif bisa diberikan, maka harga EV akan bisa lebih murah sampai ke tangan konsumen. Sehingga, akan memicu terciptanya ekosistem kendaraan listrik.
Oleh sebab itu, Fahmy mendorong komitmen Presiden Jokowi terkait EV juga dilaksanakan di tingkat kementerian. Dalam hal ini, Kemenko Perekonomian mendapati peran besar.
"Saya kira ujung tombaknya dari Kemenko Perekonomian untuk mengharmoniskan berbagai departemen untuk membuat komitmen, membuat road map. Dengan kepastian itu, secara simultan saya kira PLN juga bisa membangun infrastruktur tadi," tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News