Presiden Joko Widodo mengajak Tesla, produsen otomotif asal Amerika Serikat (AS) untuk melihat peluang investasi mobil listrik di Indonesia. Jokowi langsung mengutarakannya kepada CEO Tesla Elon Musk melalui sambungan telepon, Jumat, 12 Desember 2020 lalu.
Dalam pembicaraan tersebut, kedua belah pihak saling bertukar pandangan mengenai industri mobil listrik dan komponen utama baterai listrik. Selain itu, Presiden Jokowi juga mengajak Tesla untuk melihat Indonesia sebagai launching pad Space X.
Gayung bersambut. Elon Musk berencana untuk mengirimkan timnya ke Indonesia pada Januari 2021. Kedatangan tim tersebut untuk menjajaki semua peluang kerja sama yang ditawarkan Pemerintah Indonesia.
Elon Musk juga menyatakan minatnya untuk bekerja sama dengan berbagai negara, termasuk Indonesia dalam pengembangan industri listrik berbasis baterai. Namun, dia memiliki syarat khusus yang harus diperhatikan banyak negara apabila ingin dirinya berinvestasi di negara tersebut.
Deputi Perencanaan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nurul Ichwan mengungkapkan Elon Musk tidak akan segan untuk menanamkan modalnya di negara penghasil nikel, yang merupakan salah satu komponen baterai, asalkan dalam praktek penambangannya memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan.
"Dia memberikan catatan bahwa dia enggak akan bekerja sama dengan negara manapun yang dalam proses menghasilkan indusri baterainya ataupun pertambangan nikelnya enggak memperhatikan perlindungan dan keselamatan terhadap lingkungan," kata Ichwan, Selasa, 15 Desember 2020 lalu.
Ichwan mengatakan, syarat itulah yang harus dipenuhi Indonesia apabila mau mendatangkan investasi Tesla. Apalagi Indonesia menjadi negara dengan cadangan nikel terbesar dunia. Data Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) per Juli 2020 mencatat, total sumber daya bijih nikel Indonesia mencapai 11,88 juta ton. Sementara total cadangan bijih nikel mencapai 4,34 juta ton.
Pesawat N219 siap diproduksi massal
Pesawat N219, karya anak bangsa yang merupakan hasil kerja sama PT Dirgantara Indonesia (PTDI) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) telah menyelesaikan seluruh rangkaian pengujian sertifikasi dan resmi memperoleh Type Certificate di akhir 2020.Sertifikat yang menandakan bahwa pesawat sebentar lagi bisa diproduksi massal itu diberikan oleh otoritas kelaikudaraan sipil yang berwenang di Indonesia, yakni Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara/DKPPU Kementerian Perhubungan RI.
Prototipe pesawat pertama (Prototype Design 1) N219 Nurtanio telah menjalani Flight Cycle sebanyak 250 cycle dan Flight Hours sebanyak 275 jam, sedangkan prototipe pesawat kedua (Prototype Design 2) N219 telah menjalani Flight Cycle sebanyak 143 cycle dan Flight Hours sebanyak 176 jam.
"Sehingga secara total pesawat N219 telah menyelesaikan 393 Flight Cycle dan 451 Flight Hours dalam proses sertifikasi ini," kata Direktur Teknologi dan Pengembangan PT Dirgantara Indonesia (PTDI) Gita Amperiawan, dikutip dari Antara, Senin, 28 Desember 2020 lalu.
Gita mengatakan Type Certificate pesawat N219 diserahkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Nur Isnin Istiartono kepada Direktur Utama PTDI Elfien Goentoro, disaksikan oleh Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di Ruang Mataram, Gedung Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Sebagaimana hasil pengujian DKPPU, pesawat N219 dinyatakan telah memenuhi CASR Part 23 (Airworthiness Standards for Aeroplanes in the Normal, Utility, Acrobatic or Commuter Category).
Bukan pertama kali bagi PTDI melakukan pengembangan produk, pengembangan pesawat N219 dimulai pada 2014 untuk tahap desain dan aplikasi Type Certificate, dilanjutkan dengan pembuatan prototipe pesawat pertama pada 2016 dan prototipe pesawat kedua pada 2017 bersamaan dengan proses integrasi sistem, yang pada tahun tersebut merupakan awal mula proses pengujian untuk sertifikasi.
Hingga akhirnya pada 2020 berhasil memperoleh sertifikasi, untuk selanjutnya direncanakan masuk ke tahap komersialisasi pada 2021. Dengan selesainya sertifikasi, pesawat N219 diharapkan dapat menjadi awal dari kebangkitan kembali industri dirgantara Indonesia, yang kemudian dapat membantu mengisi kebutuhan penerbangan konektivitas dan perintis di pelosok Indonesia dan mengakselerasi pertumbuhan ekonomi Indonesia secara lebih merata.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News