Namun, di periode yang sama, masyarakat Indonesia justru tengah menderita kelaparan. Catatan Pierre van der Eng, seperti dikutip dalam buku Jejak Rasa Nusantara karya Fadly Rahman, kelaparan menyebar dari Sumatra hingga Nusa Tenggara.
Dilaporkan, pada November hingga Mei periode 1951-1952, masyarakat Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara mengalami kelaparan. Musababnya adalah panen yang rendah dan membuat masyarakat menderita malnutrisi.
Pada periode 1952 hingga 1955, malnutrisi akibat kelaparan juga terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur; dan Nusa Penida, Bali. Kelaparan juga terjadi di Indramayu, Jawa Barat; Banjarnegara, Pekalongan, Pemalang, dan Wonogiri, Jawa Tengah; Jember, Jawa Timur; hingga Luwu, Sulawesi Selatan.
Pada September hingga April periode 1957-1958, kelaparan dipicu adanya pemberontakan, arus pengungsian, hingga lahan terbengkalai. Hal itu terjadi terutama di Kendari, Sulawesi Tenggara, dan Ambon, Maluku.
Hasil telaahan Fadly, kelaparan dipicu salah satunya karena kelangkaan beras. "Di saat konsumsi beras masyarakat Indonesia kian luas saat itu, jumlah produksi beras dalam negeri justru tidak mencukupi. Adapun harga beras impor di pasar lokal tinggi," tulis Fadly.
.jpg)
Ilustrasi beras. Foto: MI/Jhony Kristian
Majalah mingguan Star Weekly yang terbit pada 1955 mencatat, pada awal 1950 terjadi kekacauan perimbangan antara permintaan dan penawaran beras di pasaran dunia. Di saat produksi beras dalam negeri turun drastis, produksi beras internasional justru tengah tinggi.
Alhasil, Indonesia terpaksa mengimpor beras sebanyak 334 ribu ton. Impor ini ternyata tak menyelesaikan masalah karena harga beras dari luar negeri begitu tinggi. Kelaparan tetap saja melanda.
"Bencana kelaparan sepanjang tahun 50-an ini bahkan ditulis surat kabar lokal bahkan asing," tulis Fadly.
Propaganda Empat Sehat Lima Sempurna
Kondisi ini diperparah karena kerusakan tanaman akibat berbagai bencana seperti kekeringan dan banjir. Jumlah panen padi juga tidak sesuai harapan."Bencana kelaparan yang tersebar, baik di Jawa maupun luar Jawa, menyebabkan berbagai kasus malnutrisi, terutama sepanjang 1951 hingga 1958," tulis dosen di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Padjadjaran (Unpad) itu.
Pada 1954 konsumsi masyarakat Indonesia sempat naik, terutama karena propaganda pemerintah melalui 'Empat Sehat Lima Sempurna' mulai terlihat. Namun, tiga tahun berikutnya, pada 1955 hingga 1957, persediaan makanan dan asupan jumlah kalori justru kembali menurun.
"Ini sebagai akibat dari serangkaian bencana alam, gagal panen, dan aksi-aksi separatisme di beberapa wilayah di Indonesia," tulisnya.
Aksi-aksi separatisme itu meliputi PKI di Madiun, aksi Darul Islam/Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat, gerakan Republik Mauluku Selatan (RMS), Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra dan Sulawesi, hingga Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) di Sulawesi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News