Ilustrasi daun tembakau. Foto: Medcom.id.
Ilustrasi daun tembakau. Foto: Medcom.id.

Simplifikasi Tarif Cukai Dinilai Cederai Struktur IHT Indonesia

Husen Miftahudin • 02 Oktober 2020 21:47
Jakarta: Pemerintah dalam rencana strategis nasional berupaya meningkatkan pendapatan negara dan menekan angka konsumsi rokok melalui reformasi fiskal. Hal ini dilakukan dengan menaikkan tarif cukai rokok serta menghidupkan kembali aturan penyederhanaan (simplifikasi) struktur tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang sebelumnya pernah dibatalkan.
 
Para pelaku Industri Hasil Tembakau (IHT) keberatan, mereka meyakini bahwa penyederhanaan struktur tarif cukai hanya akan mencederai struktur cukai yang saat ini telah menaungi secara adil seluruh pelaku IHT dan mata rantai di dalamnya. Hal ini akan berdampak luas kepada kelangsungan industri maupun penghidupan seluruh pihak yang terkait dengan industri ini.
 
Bupati Temanggung Muhammad Al Khadziq berharap pemerintah pusat bisa menguatkan komitmen untuk membantu kelangsungan hidup para petani tembakau. Pasalnya di Temanggung saat ini harga jual rokok semakin anjlok, selain karena cuaca yang kurang mendukung, pabrikan juga enggan menyerap.

"Kuota pembelian pabrikan menurun sampai 15-20 persen. Di lapangan, dampaknya hasil panen menumpuk di rumah petani, tidak terbeli. Kami harap kenaikan cukai tidak tinggi-tinggi karena sudah terbukti menurunkan kesejahteraan petani," ujar Al Khadziq dalam keterangan resminya, Jumat, 2 Oktober 2020.
 
Senada, Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Agus Pamudji meminta agar kenaikan cukai ditunda dengan mempertimbangkan dampaknya kepada petani tembakau. Terlebih lagi di masa pandemi covid-19 yang kian berdampak pada kelambatan serapan komoditas oleh pabrikan dan harga yang anjlok.
 
"Maka dari itu, kami mohon para penyusun kebijakan untuk dapat bersikap adil terutama bagi rakyat kecil seperti petani tembakau. Karena petani juga berhak untuk mendapatkan penghidupan yang layak dan kepastian untuk tetap menyambung hidup," harapnya.
 
Agus juga menentang rencana penyederhanaan tarif cukai. Menurutnya, keberadaan pabrikan yang beragam akan menciptakan kompetisi penyerapan tembakau lokal, khususnya yang berkualitas sedang.
 
"Karena tembakau kualitas sedang ini paling banyak diserap industri menengah ke bawah. Makin besar kompetisi, kami (hasil tani) makin banyak dicari," tutur Agus.
 
 

 
Forum for Socio-Economic Studies (FOSES) dalam penelitiannya turut mendukung sikap keberatan asosiasi petani hingga kepala daerah. FOSES meninjau aspek ekonomi dan hukum atas dampak kebijakan penyederhanaan tarif cukai terhadap struktur pasar industri tembakau, serta mengukur dampak kebijakan cukai terhadap heterogenitas pasar.
 
Ketua Tim Riset FOSES Putra Perdana menyampaikan sejumlah temuannya pokoknya, yaitu:
 
1. Struktur pasar IHT bersifat oligopoli ketat. Saat ini terdapat empat pemain besar yang menguasai pasar rokok di Indonesia yang hanya menyisakan 17,2 persen pangsa pasar untuk pemain di tingkat kecil-menengah.
 
2. Kenaikan cukai mempengaruhi harga dan hilangnya varian brand rokok. Kenaikan cukai rokok jenis SKM dapat menghilangkan sekitar enam varian brand di pasar. Sedangkan untuk rokok jenis SPM, kenaikan cukai sebesar 8,3 kali lipat akan menghilangkan satu varian brand. Pada jenis rokok SPT, kenaikan harga transaksi pasar karena kenaikan CHT dan HJE sebesar 1,56 kali lipat membuat hilangnya satu brand pada golongan 2 dan 3.
 
3. Adanya penyamaan tarif cukai SKM ke golongan SPM menyebabkan tekanan terutama setelah penyetaraan cukai pada masing-masing golongan. Cukai pada SKM golongan 1 menekan volume rokok sebesar 1,29 persen, setelah penyetaraan berubah menjadi 5,44 persen, sedangkan pada SKM golongan 2 cukai menyebabkan penurunan volume rokok sebesar 3,27 persen yang sebelumnya hanya menekan volume sebesar 2,75 persen.
 
4. Penggabungan SPM dan SKM menyebabkan tekanan terhadap volume rokok. Penggabungan SKM dan SPM ke SM pada golongan 1 dengan batas produksi 3 miliar menyebabkan perusahaan langsung berkompetisi dengan perusahaan yang sudah mapan pada golongan tersebut. Pada satu perusahaan yang beraktivitas pada golongan 2 SKM dan SPM menunjukkan adanya potensi penurunan volume hingga 45,66 persen dari volume rokoknya.
 
"Apabila aturan penyederhanaan tarif cukai ini diterapkan, dapat menghasilkan dampak kontraproduktif bagi industri. Ketidakmampuan para pelaku industri untuk bersaing dapat mengarahkan industri hasil tembakau ke struktur pasar oligopolistik, bahkan dalam level yang lebih ekstrem bergeser ke monopoli, hanya ada segelintir pelaku industri yang mendominasi pasar, yaitu pelaku industri yang berasal dari golongan atas yang telah memiliki pangsa pasar yang besar pula," tutup Putra.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan