"Langkah antisipatif harus mampu dipersiapkan dengan baik dalam upaya mewujudkan perlindungan bagi setiap warga negara dari dampak ekonomi akibat konflik global yang terjadi," kata Lestari dalam sambutan tertulisnya saat membuka diskusi daring bertema Dampak Ekonomi Keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Israel dan Iran 2025 yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 2 Juli 2025.
Diskusi yang dimoderatori Dr. Usman Kansong (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto; Analis Kebijakan Ahli Madya, Kemenko Perekonomian RI, Thasya Pauline; Kepala Ekonom BCA, David Sumual dan President S. ASEAN International Advocacy & Consultancy, Shanti R. Shamdasani.
Baca juga: Perang Iran-Israel Ancam Neraca Dagang RI! Selat Hormuz Ditutup, Biaya Ekspor Melonjak? |
Menurut Lestari, kenaikan harga minyak dan gas akibat konflik Israel-Iran mempengaruhi ekonomi global, termasuk Indonesia.
Dalam kondisi ini, Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, kebijakan fiskal dan jaminan pemenuhan kebutuhan energi setiap negara mesti diperkuat.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu mendorong sejumlah langkah untuk penguatan sektor ekonomi itu didasari atas dasar semangat negara untuk melindungi setiap anak bangsa.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, para pemangku kepentingan, para pakar, dan masyarakat dapat berkolaborasi dengan baik untuk melahirkan sejumlah solusi dalam mengatasi dampak ekonomi akibat konflik global yang terjadi.
Sementara itu Sugeng berpendapat, DPR saat ini sedang menyusun asumsi makro yang salah satu dasar perhitungannya adalah sektor energi.
"Kita perlu memitigasi kondisi saat ini dengan cermat, mengingat Indonesia saat ini murni pengimpor minyak," ucap Sugeng.
Bila harga minyak dunia melampaui harga minyak yang ditetapkan di APBN, Sugeng menilai, dampaknya akan ke mana-mana.
Menurut Sugeng, patokan harga minyak mentah Indonesia di APBN saat ini ditetapkan USD82 per barel. Dampak konflik Israel-Iran menyebabkan harga minyak mencapai USD78 per barel.
Baca juga: Bank Dunia Ramal Dekade Ekonomi Global Terburuk Sejak 60-an |
"Bersyukur harga minyak dunia saat ini belum melampaui harga patokan di APBN kita," ujar Sugeng.
Sugeng juga mengatakan berbagai upaya efisiensi dan pemanfaatan energi baru terbarukan harus segera dilakukan untuk meredam dampak gejolak harga BBM akibat konflik global.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual mengungkapkan, sentimen negatif yang dominan saat ini antara lain perang dagang Amerika Serikat dan tensi geopolitik di sejumlah kawasan.
Menurut David, ada sejumlah negara yang survive pada kondisi saat ini dan bisa menjadi contoh. Salah satunya adalah Malaysia.
"Investasi teknologi Tiongkok di Malaysia saat ini cukup tinggi," kata david.
Sejatinya, ungkap David, ekonomi China sangat bergantung pada permintaan dari Amerika Serikat. Meski diakuinya, impor Amerika Serikat hanya 13 persen dari impor dunia.
Dalam menyikapi dampak konflik global, David menyarankan, pemerintah dapat mendorong program hilirasi diperkuat dan menyinergikan sejumlah program pemerintah.
Seperti program tiga juta rumah, tambah David, harus diikuti dengan perbaikan ekosistem industri properti di tanah air.
Thasya juga mengutarakan dalam lima tahun terakhir, pasca pandemi, dampak global mempengaruhi ekonomi nasional.
Tensi geopolitik saat ini dan negosiasi dagang Amerika Serikat, jelas Thasya, mengancam perekonomian global.
Menurut Thasya, dampak konflik Israel-Iran jauh lebih kecil daripada dampak yang dipicu konflik Rusia-Ukrania.
Rusia dan Ukrania menyumbang 2,54 persen nilai ekspor dunia per tahun. Sementara Iran dan Israel hanya menyumbang 0,03 persen ekspor dunia.
"Kita harus tetap mewaspadai perkembangan konflik Israel-Iran dan melakukan mitigasi yang tepat untuk mengantisipasi dampaknya," kata Thasya.
Baca juga: Ekonomi Dunia Terancam Melambat! Perang Tarif AS Picu Revisi Proyeksi IMF |
Pemanfaatan energi bersih dengan meningkatkan energi baru terbarukan dalam bauran energi yang dimanfaatkan masyarakat, menurutnya harus segera direalisasikan.
Lebih lanjut Shanti berpendapat, sejumlah kebijakan politik dan ekonomi yang diambil Donald Trump itu merupakan pesan yang dikirim untuk Tiongkok.
Namun, sejumlah kebijakan itu berdampak pada negara lain di dunia sehingga menimbulkan collateral damage.
Menurut Shanti, Amerika Serikat saat ini memiliki cadangan minyak dan gas yang sangat besar.
"Bila terjadi gejolak perdagangan global, Amerika Serikat bisa mengambil alih perdagangan minyak dunia dengan cadangan yang mereka miliki," tutur Shanti.
Bila terjadi penutupan Selat Hormuz, jelas dia, yang terkena dampak besar adalah Tiongkok, karena Negeri Tirai Bambu itu tidak memiliki cadangan minyak yang cukup.
Untuk mengantisipasi konflik yang berkepanjangan, Shanti menyarankan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan basis ekonomi nasional yang lebih baik.
"Kita harus mampu me-manage semua potensi yang kita miliki untuk memperkuat kemandirian demi mengantisipasi dampak terburuk," ujar Shanti.
Wartawan senior Saur Hutabarat mengaku senang mendengar pemerintah sudah mempersiapkan langkah antisipasi bila perang Israel-Iran berlangsung lama.
Ternyata, tambah Saur, perang tersebut berlangsung 12 hari, bersyukur berlangsung dalam jangka waktu pendek.
"Begitu pendek waktu perang itu sehingga bisa dinilai levelnya sedikit di atas perang-perangan," ujar Saur.
Saur mengungkapkan, perang itu berhenti, setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menelpon pemimpin Israel dan Iran.
Artinya, tegas dia, perang panjang atau pendek itu tergantung pikiran Trump panjang atau pendek
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id