Ketua DK-OJK Wimboh Santoso. FOTO: OJK
Ketua DK-OJK Wimboh Santoso. FOTO: OJK

Kaleidoskop 2020

Bak Oasis di Tengah Pandemi, Restrukturisasi Jadi Penyelamat Ambruknya Ekonomi

Husen Miftahudin • 15 Desember 2020 07:20
Jakarta: Meluasnya dampak pandemi covid-19 membuat seluruh sektor dan masyarakat terkena dampak. Kehadiran pandemi langsung menimbulkan bisnis dan usaha seret, keuntungan berubah jadi kerugian, pedagang kecil merana lantaran tak ada pemasukan, bahkan pegawai kantoran kehilangan pekerjaan. Secara makro, pandemi bikin perekonomian ambruk.
 
Kondisi ini membuat pemerintah pusing tujuh keliling. Di satu sisi pemerintah ingin agar masyarakat tidak melakukan aktivitas seperti biasa agar covid-19 tidak menyebar luas, tapi di sisi yang lain pemerintah berharap ekonomi tidak terus-terusan jeblok. Meskipun pada akhirnya pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini yang membuat perekonomian nasional lumpuh.
 
Di tengah karut marut perekonomian, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit pada pertengahan Maret 2020. Kebijakan ini bak oasis di gurun pasir. Di saat penghasilan berkurang karena terdampak pandemi, restrukturisasi bikin pelaku usaha dan masyarakat bisa bernapas lega karena tak harus memusingkan membayar cicilan kredit dan pinjaman.

Kebijakan restrukturisasi kredit tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Dalam ketentuan ini perbankan dapat menerapkan kebijakan stimulus kepada debitur terdampak covid-19.
 
Selain POJK 11, OJK juga mengeluarkan kebijakan POJK Nomor 14 /POJK.05/2020. Aturan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan restrukturisasi kredit oleh perusahaan pembiayaan. Kedua kebijakan ini berlaku sejak 13 Maret 2020 sampai dengan 31 Maret 2021.
 
"(Kebijakan restrukturisasi) ini kami perluas bukan hanya kredit perbankan tetapi juga ke lembaga pembiayaan atau leasing company. Tujuannya agar sektor usaha masih tetap berjalan dari dampak penyebaran covid-19 ini," ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 20 Maret 2020.
 
Kebijakan ini langsung direspons antusias masyarakat, baik itu pengusaha besar, pedagang kaki lima, pelaku usaha warteg yang memiliki pinjaman, hingga pengemudi ojek online yang masih punya tunggakan cicilan motornya. Jumlah pengajuan restrukturisasi pun membludak.
 
Terkait hal ini, OJK mengingatkan bahwa kebijakan restrukturisasi ditujukan hanya untuk masyarakat dan pelaku usaha yang benar-benar terkena dampak pandemi covid-19. Debitur yang masih memiliki kemampuan untuk membayar angsuran pinjaman diminta untuk tetap memenuhi kewajibannya. Mereka diimbau tidak mengambil kesempatan dengan mengikuti program relaksasi atau keringanan kredit yang dikeluarkan otoritas.
 
"Kami imbau kepada para debitur atau peminjam yang masih mempunyai kemampuan untuk membayar meskipun usahanya kena (dampak covid-19), silakan ini bisa tetap dibayar angsurannya," tegas Wimboh.
 
Wimboh menekankan, relaksasi kredit merupakan kebijakan OJK yang ditujukan khusus bagi masyarakat yang benar-benar terdampak pandemi covid-19. Kelonggaran angsuran kredit diberikan maksimal selama satu tahun kepada pengemudi ojek online, pekerja informal, hingga pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dengan nilai pinjaman di bawah Rp10 miliar.
 
"Debitur yang (mendapat relaksasi kredit) adalah debitur-debitur yang kena dampak langsung maupun tidak langsung. Termasuk debitur dalam kategori UMKM, KUR (Kredit Usaha Rakyat), sektor informal, termasuk pengemudi ojek online, nelayan, dan juga kredit-kredit mikro lainnya," jelas Wimboh.
 
 

Hingga 26 Oktober 2020, OJK menyampaikan bahwa restrukturisasi kredit yang dilakukan industri perbankan mencapai Rp932,6 triliun. Jumlah ini diberikan kepada 7,53 juta debitur secara nasional. OJK mengklaim bahwa nilai restrukturisasi kredit tersebut merupakan yang terbesar sepanjang sejarah.
 
"Saya kira restrukturisasi kredit ini paling besar sepanjang sejarah selama saya mengawasi bank dari Bank Indonesia (BI) sampai dengan OJK," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.
 
Secara rinci, restrukturisasi tersebut diberikan kepada 5,84 juta debitur UMKM dengan total outstanding sebesar Rp369,83 triliun. Sedangkan 1,69 juta lainnya merupakan debitur non UMKM dengan total kredit yang direstrukturisasi senilai Rp562,54 triliun.
 
"Dengan angka-angka yang begitu besar tentunya menjadi perhatian kita, bank-bank juga mengharapkan restrukturisasi ini bisa memberi ruang yang baik bagi bank untuk menata cash flow dan debitur menata diri untuk bisa menghadapi pandemi ini," papar Heru.
 
Tak pelak kebijakan ini diapresiasi seluruh pihak. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bahkan menyatakan bahwa restrukturisasi kredit memberikan perkembangan yang positif terhadap sejumlah indikator, seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran nonmakanan dan online, Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur, serta pendapatan masyarakat. Artinya, kebijakan ini mampu memperbaiki kondisi ekonomi domestik yang sebelumnya terjungkal imbas covid-19.
 
Adapun pada saat pandemi belum menyebar luas di Indonesia, ekonomi RI di kuartal I-2020 tercatat tumbuh sebesar 2,97 persen (yoy). Lalu anjlok hingga terkontraksi sebesar minus 5,32 persen (yoy) pada kuartal II-2020. Ekonomi membaik di kuartal III-2020 meski masih terkontraksi sebesar minus 3,49 persen (yoy).
 
"Pertumbuhan ekonomi domestik diprakirakan meningkat di 2021 didorong oleh perekonomian global yang membaik serta akselerasi realisasi anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kemajuan dalam program restrukturisasi kredit, serta stimulus moneter dan makroprudensial Bank Indonesia yang berlanjut," ungkap Perry.
 
Ketua Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) Sunarso pun mengungkapkan hal yang sama. Bahkan, Sunarso yang juga menjabat sebagai Direktur Utama BRI meminta OJK untuk memperpanjang periode restrukturisasi kredit. Dia bilang, kebijakan ini masih diperlukan seiring meningkatnya pengajuan restrukturisasi kredit pada segmen non-UMKM.
 
"Kebijakan restrukturisasi dari OJK dirasakan sangat membantu perbankan dan sektor riil. Maka kita minta kebijakan (restrukturisasi) itu bisa diperpanjang jangka waktunya," harap Sunarso.
 
Atas dasar saran dan masukan seluruh pihak, OJK akhirnya memperpanjang kebijakan restrukturisasi kredit selama setahun dengan menerbitkan POJK Nomor 48/POJK.03/2020 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019. Dengan terbitnya POJK ini, maka kebijakan stimulus restrukturisasi kredit berlaku hingga 31 Maret 2022.
 
POJK perpanjangan kebijakan stimulus covid-19 di sektor perbankan ini dikeluarkan setelah mencermati perkembangan dampak ekonomi berkaitan penyebaran covid-19 yang masih berlanjut secara global maupun domestik dan diperkirakan akan berdampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur serta meningkatkan risiko kredit perbankan.
 
"POJK ini juga ditujukan sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard," pungkas Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo.  
 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan