Ilustrasi penerapan new normal - - Foto: Medcom
Ilustrasi penerapan new normal - - Foto: Medcom

Penerapan New Normal Dongkrak Konsumsi Masyarakat

Husen Miftahudin • 02 September 2020 17:36
Jakarta: Pengamat ekonomi Ibrahim Assuaibi menilai penerapan kenormalan baru atau new normal di seluruh daerah di Indonesia bisa menjungkit konsumsi dan daya beli masyarakat. Maklum, relaksasi pembatasan aktivitas sosial yang diimplementasikan di beberapa daerah belum mampu mendorong daya beli masyarakat hingga Agustus 2020.
 
"Kalau misalnya Pemprov DKI dan pemerintah daerah yang lain mengubah masa transisi menjadi new normal, kemungkinan besar bisa mendorong konsumsi masyarakat yang saat ini trennya sedang mengalami penurunan," ujar Ibrahim kepada Medcom.id, Rabu, 2 September 2020.
 
Ibrahim yang juga menjabat sebagai Direktur PT TRFX Garuda Berjangka ini mengungkapkan bahwa penerapan new normal lebih ampuh ketimbang pemberian stimulus dan bantuan yang sudah digelontorkan pemerintah dalam mendorong peningkatan konsumsi dan daya beli masyarakat untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.

Berdasarkan catatan Medcom.id, ada enam bantuan pemerintah yang langsung dirasakan masyarakat. Di antaranya ialah bantuan sosial (bansos) sembako yang diberikan kepada pemegang Kartu Sembako kepada 20 juta keluarga atau 80 juta orang, kemudian bansos tunai yang diberikan kepada 10 juta keluarga atau 40 juta orang yang berada dalam golongan termiskin.
 
Lalu ada restrukturisasi kredit, baik untuk pinjaman di perbankan, perusahaan pembiayaan, hingga lembaga keuangan mikro. Ada juga banpres produktif, bantuan ini berupa bantuan hibah modal usaha sebesar Rp2,4 juta yang diberikan kepada 9,16 juta usaha mikro.
 
Selanjutnya subsidi gaji, berupa bantuan tunai sebesar Rp2,4 juta yang dicairkan dalam dua tahap kepada pekerja dengan upah di bawah Rp5 juta, total ada 15,7 juta penerima bantuan ini. Terakhir Kredit Usaha Rakyat (KUR) Super Mikro, yakni subsidi pembiayaan bunga nol persen dengan nilai pinjaman maksimum Rp10 juta, diberikan kepada pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan ibu rumah tangga produktif.
 
"Tujuan bantuan ini adalah untuk mengangkat daya beli masyarakat. Tetapi di sisi lain pemerintah daerah masih menerapkan masa transisi, sehingga apa yang dilakukan pemerintah pusat itu jadi tidak ada artinya karena adanya pembatasan," tuturnya.
 
Menurut ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira, pemerintah perlu memberi perhatian khusus terhadap penurunan daya beli dan konsumsi masyarakat. Sebab konsumsi merupakan kontributor utama dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
 
Namun di sisi lain ia juga mengingatkan pemerintah agar tetap serius dalam mengatasi masalah kesehatan pandemi covid-19. Hal ini diperlukan agar konsumsi rumah tangga, pemulihan ekonomi, dan pemulihan kesehatan bisa sama-sama diselesaikan.
 
"Tidak ada pemulihan ekonomi dan kenaikan konsumsi rumah tangga sebelum pemerintah serius atasi pandemi. Artinya dari sisi stimulus kesehatan, disiplin protokol kesehatan harus klop," tegas Bhima.
 
 

Sebelumnya Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengakui daya beli masyarakat masih belum pulih karena pandemi covid-19. Hal ini tercermin dari tren tahunan inflasi inti yang terus mengalami penurunan.
 
Adapun inflasi inti pada Agustus 2020 sebesar 0,29 persen dengan andil inflasi sebanyak 0,19 persen. Inflasi inti pada Agustus 2020 ini sebenarnya mengalami kenaikan dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya sebesar 0,16 persen, namun secara tren tahunan inflasi inti terus mengalami penurunan.
 
"Kalau kita lihat tren tahunannya inflasi inti terus mengalami penurunan dan pada Agustus 2020 ini inflasi intinya (tahun ke tahun) hanya sebesar 2,03 persen. Ini menunjukkan daya beli masyarakat masih belum pulih karena pandemi covid-19," kata Suhariyanto, kemarin.
 
Di sisi lain, Bank Indonesia menyampaikan bahwa rendahnya inflasi inti Agustus 2020 dipengaruhi perlambatan permintaan domestik akibat meluasnya dampak pandemi covid-19 di Indonesia. Tekanan inflasi inti juga bersumber dari inflasi biaya pendidikan yang meningkat sesuai dengan pola musimannya.
 
"Dengan perkembangan ini, inflasi inti secara tahunan cukup rendah yakni 2,03 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan inflasi inti Juli 2020 sebesar 2,07 persen (yoy)," urai Kepala Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(Des)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan