Mengutip data Bank Indonesia (BI), Kamis, 15 Oktober 2020, pada Juni 2020, tercatat penerimaan masyarakat terhadap perdagangan elektronik semakin meningkat. Bahkan transaksi belanja daring (e-commerce) melonjak tajam selama masa pandemi covid-19. BI mencatat penjualan di e-commerce naik sebanyak 26 persen dari rata-rata penjualan pada kuartal II-2019.
Sedangkan nilai penjualan yang dibukukan e-commerce mencapai USD2,4 miliar atau setara Rp33,84 triliun (kurs Rp14.100 per USD). Kemudian transaksi harian di e-commerce pada April 2020 tercatat naik menjadi 4,8 juta transaksi, dari 3,1 juta transaksi pada kuartal II-2019. Konsumen baru meningkat 51 persen, dan permintaan melonjak lima hingga 10 kali.
Adapun potensi e-commerce untuk riding the wave diperkuat dengan porsi transaksi business to customer (B2C) yang semakin meningkat di masyarakat. Covid-19 dinilai menjadi akseleran utama dalam peningkatan penerimaan masyarakat terhadap perdagangan elektronik.
Kondisi itu yang membuat pondasi digital masyarakat Indonesia menjadi potensi besar untuk terus mendorong digitalisasi dan mulai terlihat perubahan pola perilaku masyarakat, khususnya terkait peningkatan transaksi e-tailing dan e-groceries, dan penggunaan digital payment.
Berangkat dari hal itu, payung hukum diperlukan agar keamanan dalam transaksi daring lebih maksimal, termasuk mendukung pertumbuhan transaksi nontunai. Selain itu, memberikan kepastian hukum bagi yang dirugikan ketika terjadi kejahatan siber. Sedangkan mereka yang melakukan kejahatan siber bisa dihukum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pada konteks tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate mengaku Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP) akan menjamin keamanan publik dalam berinternet. RUU tersebut juga akan memperkuat hubungan dengan negara tetangga.
"(RUU ini) wujud kehadiran negara dalam menjamin rasa aman publik dalam penggunaan beragam platform aplikasi internet," kata Johnny G Plate.
Mengingat pandemi covid-19 membuat masyarakat lebih memilih bertransaksi online maka RUU PDP menjadi urgen untuk segera disahkan. Bahkan, payung hukum ini diperlukan untuk mendukung pemrosesan data antarnegara di tingkat Asia Tenggara maupun global. Apalagi, negara-negara tetangga mensyaratkan adanya perlindungan data pribadi.
"Sehingga tidak terbatas pada kedaulatan negara dan perlindungan terhadap data pribadi milik warga negara Indonesia," tegasnya.
Selain itu, kata Johnny, peretasan dan serangan siber kian masif. Penggunaan data pribadi masyarakat juga kerap dipakai tanpa izin. "Ini semua memperkuat kebutuhan perlindungan data pribadi," ujar dia.
Inovasi Keamanan Digital
Inovasi dan edukasi terkait keamanan digital di berbagai macam sektor termasuk sektor teknologi finansial penting terus dilakukan. Bahkan, bisa dikatakan hal itu menjadi kunci mengakselerasi inklusi keuangan di Indonesia. Platform teknologi finansial yang aman dan nyaman digunakan oleh konsumen bisa membuat konsumen semakin sering menggunakannya.
Direktur Grup Inovasi Keuangan Digital OJK Dino Milano Siregar mengatakan inovasi di berbagai bidang termasuk di bidang teknologi finansial yang tidak dibarengi dengan keamanan digital akan menjadi kontraproduktif. Pasalnya, platform yang aman akan membuat masyarakat semakin nyaman memanfaatkanya.
"Kami di OJK selalu mendorong para pemain teknologi finansial untuk terus berinvestasi dan berinovasi di bidang ini," tuturnya.
Selain menjadi kunci penting bagi inklusi keuangan, Peneliti Senior Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada (CfDS UGM) Tony Seno Hartono mengatakan, keamanan digital harus selaras dengan peningkatan literasi keamanan bagi masyarakat luas. Inovasi layanan tentu sangat penting dalam memastikan pengalaman terbaik bagi pengguna saat bertransaksi online.
Namun, tambahnya, cukup banyaknya modus operandi yang kemudian memunculkan kejahatan melalui teknik rekayasa sosial atau Manipulasi Psikologis (Magis) juga cukup mengkhawatirkan. Maka diperlukan sinergi dari berbagai pihak untuk mengedukasi masyarakat secara menyeluruh.
"Dalam upaya meningkatkan kompetensi keamanan digital masyarakat (pengguna) agar mereka semakin aman dan nyaman dalam beraktivitas digital," tuturnya.
Sementara itu, Head of Corporate Affairs GoPay Winny Triswandhani menegaskan untuk berkomitmen mengejawantahkan edukasi, teknologi, dan proteksi sebagai pilar keamanan di dalam ekosistemnya. Ia mengaku pihaknya telah dan akan terus melakukan berbagai langkah proaktif untuk meningkatkan inklusi keuangan di dalam ekosistem.
"Sebagai bentuk upaya kami dalam memastikan keamanan, kini pelanggan dapat memilih opsi keamanan biometrik (sidik jari) dan verifikasi muka sebelum bertransaksi menggunakan GoPay serta hadirnya Jaminan GoPay kembali jika terjadi kehilangan saldo GoPay di luar kendali pengguna," tuturnya.
Kecerdasan Buatan
Sejalan dengan berkembangnya teknologi termasuk di sistem pembayaran daring dalam bertransaksi, kecerdasan buatan diperlukan untuk memperkuat keamanan guna menangkal kejahatan siber. Akselerasi sangat diperlukan mengingat perkembangan digitalisasi di Tanah Air melesat tajam saat pandemi covid-19.
Pakar IT dan Ahli Keamanan Digital dari Swiss German University Charles Lim menekankan pentingnya bagi platform digital untuk selangkah di depan dalam perlombaan dengan pelaku kejahatan digital, baik melalui inovasi teknologi, maupun memastikan pihak-pihak didalamnya punya literasi yang cukup lewat edukasi.
"Hal ini menjadi semakin penting mengingat pandemi telah memaksa masyarakat untuk semakin intens menggunakan platform digital bagi kesehariannya," tuturnya.
Sementara itu, mengenai keberadaan aplikasi modifikasi yang ilegal, Charles menambahkan bahwasanya permasalahan muncul akibat kurangnya pemahaman atau literasi masyarakat. Aplikasi semacam itu, lanjutnya, sangat jamak di industri dan biasanya untuk mendapatkan akses premium tanpa harus membayar biaya langganan.
Sayangnya, masih kata Charles, masyarakat kurang waspada dan cenderung abai terhadap keamanannya sendiri. Akibatnya berbagai risiko bisa muncul, mulai dari pemblokiran akun, sampai yang paling parah adalah ancaman atas keamanan data dan perangkat elektronik pribadi.
Head of Driver Operations-Trust & Safety Gojek Kelvin Timotius mengaku pihaknya terus berupaya membentengi para mitra dari kejahatan siber ketika bertransaksi secara daring. Salah satu yang dilakukan melalui teknologi Gojek SHIELD yang kemampuan serta fitur-fiturnya terus ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan mitra di lapangan.
"Teknologi machine learning dan kecerdasan buatan telah kami manfaatkan untuk mendeteksi serta menindak berbagai tindakan curang yang merugikan mitra driver, termasuk di antaranya order fiktif dan penggunaan perangkat ilegal," jelasnya.
Sebelumnya teknologi sejenis juga telah banyak membantu meningkatkan keamanan mitra, misalnya, lewat fitur Verifikasi Muka dan penyamaran nomor telepon. Keberadaan fitur keamanan yang terdapat dalam Gojek SHIELD menjadikan 92 persen mitra Gojek merasa akun mereka lebih aman.
Inovasi pada Gojek SHIELD dikembangkan berdasarkan aspirasi serta kebutuhan mitra driver di lapangan. Inovasi tersebut memanfaatkan machine learning dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence seperti Fitur Lapor Ofik (Order Fiktif) Gak Pake Lama dan teknologi untuk mendeteksi perangkat ilegal secara otomatis.
Sementara itu, ShopeePay memiliki cara lain dalam membentengi masyarakat saat bertransaksi online di platformnya. Misalnya, ShopeePay menggandeng Help, perusahaan orkestrator layanan digital. Di dalam aplikasi Help, pengguna akan diarahkan untuk menggunakan metode pembayaran e-money atau digital payment.
Akselerasi Digitalisasi
Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menambahkan akselerasi digitalisasi perbankan telah berjalan selama tiga tahun terakhir, dan semakin cepat di masa pandemi covid-19. Transformasi perbankan ke arah digital semakin memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan.
Namun, lanjutnya, dalam pengembangan digital banking ini terdapat dua isu utama yang perlu mendapat perhatian semua pihak yaitu aspek cyber security dan aspek data privacy & protection. Menurutnya, peran OJK dalam mendukung digitalisasi melalui empat strategi utama.
Keempatnya yaitu akselerasi digitalisasi perbankan, penguatan infrastruktur akselerasi digitalisasi, penguatan manajemen risiko terkait risiko siber, dan edukasi keamanan teknologi informasi baik kepada pelaku sektor jasa keuangan maupun nasabah. Keempat strategi tersebut dilakukan secara simultan untuk mendorong akselerasi digitalisasi perbankan.
"Digitalisasi pada sektor keuangan khususnya perbankan bukan lagi menjadi sebuah pilihan namun telah menjadi keniscayaan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat mendorong akselerasi inklusi keuangan," pungkas Anung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News