Sementara itu, mengenai keberadaan aplikasi modifikasi yang ilegal, Charles menambahkan bahwasanya permasalahan muncul akibat kurangnya pemahaman atau literasi masyarakat. Aplikasi semacam itu, lanjutnya, sangat jamak di industri dan biasanya untuk mendapatkan akses premium tanpa harus membayar biaya langganan.
Sayangnya, masih kata Charles, masyarakat kurang waspada dan cenderung abai terhadap keamanannya sendiri. Akibatnya berbagai risiko bisa muncul, mulai dari pemblokiran akun, sampai yang paling parah adalah ancaman atas keamanan data dan perangkat elektronik pribadi.
Head of Driver Operations-Trust & Safety Gojek Kelvin Timotius mengaku pihaknya terus berupaya membentengi para mitra dari kejahatan siber ketika bertransaksi secara daring. Salah satu yang dilakukan melalui teknologi Gojek SHIELD yang kemampuan serta fitur-fiturnya terus ditingkatkan untuk menjawab kebutuhan mitra di lapangan.
"Teknologi machine learning dan kecerdasan buatan telah kami manfaatkan untuk mendeteksi serta menindak berbagai tindakan curang yang merugikan mitra driver, termasuk di antaranya order fiktif dan penggunaan perangkat ilegal," jelasnya.
Sebelumnya teknologi sejenis juga telah banyak membantu meningkatkan keamanan mitra, misalnya, lewat fitur Verifikasi Muka dan penyamaran nomor telepon. Keberadaan fitur keamanan yang terdapat dalam Gojek SHIELD menjadikan 92 persen mitra Gojek merasa akun mereka lebih aman.
Inovasi pada Gojek SHIELD dikembangkan berdasarkan aspirasi serta kebutuhan mitra driver di lapangan. Inovasi tersebut memanfaatkan machine learning dan kecerdasan buatan atau artificial intelligence seperti Fitur Lapor Ofik (Order Fiktif) Gak Pake Lama dan teknologi untuk mendeteksi perangkat ilegal secara otomatis.
Sementara itu, ShopeePay memiliki cara lain dalam membentengi masyarakat saat bertransaksi online di platformnya. Misalnya, ShopeePay menggandeng Help, perusahaan orkestrator layanan digital. Di dalam aplikasi Help, pengguna akan diarahkan untuk menggunakan metode pembayaran e-money atau digital payment.
Akselerasi Digitalisasi
Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menambahkan akselerasi digitalisasi perbankan telah berjalan selama tiga tahun terakhir, dan semakin cepat di masa pandemi covid-19. Transformasi perbankan ke arah digital semakin memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan.
Namun, lanjutnya, dalam pengembangan digital banking ini terdapat dua isu utama yang perlu mendapat perhatian semua pihak yaitu aspek cyber security dan aspek data privacy & protection. Menurutnya, peran OJK dalam mendukung digitalisasi melalui empat strategi utama.
Keempatnya yaitu akselerasi digitalisasi perbankan, penguatan infrastruktur akselerasi digitalisasi, penguatan manajemen risiko terkait risiko siber, dan edukasi keamanan teknologi informasi baik kepada pelaku sektor jasa keuangan maupun nasabah. Keempat strategi tersebut dilakukan secara simultan untuk mendorong akselerasi digitalisasi perbankan.
"Digitalisasi pada sektor keuangan khususnya perbankan bukan lagi menjadi sebuah pilihan namun telah menjadi keniscayaan yang dalam jangka panjang diharapkan dapat mendorong akselerasi inklusi keuangan," pungkas Anung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News