Ilustrasi. FOTO: Medcom.id/Angga Bratadharma
Ilustrasi. FOTO: Medcom.id/Angga Bratadharma

Mengukur Dampak Tapering The Fed bagi Indonesia

Angga Bratadharma • 04 Oktober 2021 10:28
Jakarta: Tapering off yang segera dilakukan bank sentral Amerika Serikat atau Federal Reserve akhir 2021 nanti terus menjadi pembicaraan hangat. Kebijakan tersebut lantas mendapat perhatian dari banyak pihak, terutama investor yang khawatir dengan potensi dampak yang ditimbulkan terhadap pasar.
 
Tapering off adalah pengurangan stimulus moneter yang dikeluarkan bank sentral saat perekonomian sedang terancam dan membutuhkan banyak suntikan dana likuiditas. Hal ini dilakukan The Fed dengan mengurangi ukuran program pembelian obligasi yang dikenal sebagai pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE).
 
Pada umumnya, indikator pengukur kapan tapering off dilaksanakan adalah ketika inflasi mengalami keseimbangan, tingkat pengangguran menuju normal, hingga pemulihan tingkat kredit atau pinjaman yang menandakan ekonomi mulai aktif kembali.

Di Agustus 2021 kemarin, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di kisaran 0-0,25 persen dalam rapat Federal Open Market Committee. Namun, Ketua The Fed Jerome Powell sudah mengisyaratkan mulai mempertimbangkan untuk melakukan tapering off atau pengurangan stimulus besar–besaran di tahun ini.
 
Meskipun demikian, Powell juga memperingatkan bahwa mulainya tapering pembelian aset tidak dapat diinterpretasikan sebagai sinyal segera menyusulnya kenaikan suku bunga. Awalnya para pengamat ekonomi AS memperkirakan kebijakan tapering off kemungkinan terjadi paling cepat pada 21-22 September.
 
Mengukur Dampak <i>Tapering</i> The Fed bagi Indonesia
Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell FOTO: Alex Wong/AFP
 
Namun kini mereka memperkirakan kebijakan ini akan mulai dilakukan pada November atau Desember 2021 karena ketidakpastian yang ditimbulkan virus covid-19 varian delta dan masih tingginya tingkat pengangguran di Amerika Serikat.
 
"Ini membuat The Fed dalam mode melihat dan menunggu pada rapat perumusan kebijakan mereka di September. Jangka waktu ini bisa saja lebih lama dari yang diperkirakan banyak orang, tergantung dampak varian delta dan pencapaian vaksinasi," ungkap Kepala Ekonom Grant Thornton LLP Diane Swonk, dalam keterangan tertulisnya, Senin, 4 Oktober 2021.
 
Tidak dapat dipungkiri, tapering off yang pernah dilakukan The Fed di 2013 lalu terbukti memicu taper tantrum yaitu sebuah keadaan gejolak pasar keuangan ketika Fed mengetatkan kebijakan moneternya. Investasi asing yang saat itu mendominasi pasar modal Indonesia pun menarik uang mereka dan memutuskan menaruh dana di pasar modal AS karena lebih menarik.
 
Efeknya, rupiah yang sempat berada di bawah Rp10 ribu per USD anjlok hingga ke level Rp12.000 per diikuti jatuhnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ke level 4.200 di akhir 2013 dari sebelumnya yang berada di level 5.200. Efek kebijakan tersebut bahkan berdampak panjang pada tren pelemahan rupiah hingga melewati Rp14.000 per USD di 2015.
 
Bagaimana dengan risiko yang dihadapi Indonesia tahun ini? Dalam riset yang dipublikasikan oleh Nomura Research Institute, sebuah lembaga riset ekonomi terbesar di Jepang, Indonesia masuk ke daftar 10 negara rentan (fragile 10) terdampak bersama Brasil, Kolombia, Chili, Peru, Hongaria, Rumania, Turki, Afrika Selatan, dan Filipina jika tapering off dilakukan.
 
 

Sebelumnya, Nomura juga memasukkan Indonesia ke dalam daftar lima negara berkembang rentan selama taper tantrum di 2013 bersama Brasil, India, Afrika Selatan, dan Turki. Nomura menyebutkan penyebab rentannya 10 negara tersebut adalah kombinasi dari pertumbuhan ekonomi yang lemah, inflasi yang meningkat, dan berkurangnya kekuatan fiskal.
 
Situasi di negara-negara berkembang di mana inflasi lebih tinggi daripada suku bunga juga menjadi sumber kerentanan. Namun, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo cukup optimistis dampak tapering off The Fed tidak akan sebesar taper tantrum pada 2013 baik untuk pasar global, emerging market, maupun Indonesia.
 
Hal tersebut berdasarkan pada beberapa poin termasuk komunikasi The Fed yang sangat terbuka terkait kerangka kerja dan kebijakan sehingga Indonesia lebih mudah memahami pola kerja The Fed kedepannya. Dari sisi internal BI sendiri, telah ada kebijakan yang matang dalam mengelola risiko tapering off baik kepada nilai tukar rupiah maupun pergerakan arus modal asing.
 
"Selain itu BI juga memiliki bantalan cukup besar berupa cadangan devisa yang hingga akhir Juli 2021 berada di posisi USD137,4 miliar sehingga dianggap cukup untuk melakukan stabilisasi di tengah risiko tapering off.
 
CEO/Managing Partner Grant Thornton Indonesia Johanna Gani mengatakan tidak dapat dipungkiri dampak tapering off di 2013 silam berimbas cukup kuat terhadap perekonomian Indonesia, di mana salah satu penyebabnya adalah cukup tingginya arus dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia dari kebijakan QE setelah krisis keuangan 2008.
 
"Dan Current Account Deficit (CAD) pada 2013 yang mencapai lebih dari tiga persen dari pertumbuhan ekonomi," tukasnya.
 
Dampak paling terasa dari taper tantrum 2013 yaitu merosotnya nilai tukar rupiah hingga puncak pelemahan terjadi pada September 2015 di mana pada akhir Mei 2013, kurs rupiah berada di level Rp9.790 per USD dan sampai pada 29 September 2015 menyentuh level terlemah Rp14.730 per USD.
 
"Yang berarti terjadi pelemahan lebih dari 50 persen. Sedangkan IHSG saat itu pun jatuh dari level 5.200 ke level 4.200 di akhir 2013. Namun secara keseluruhan dampak tapering off The Fed diprediksi tidak akan seberat 2013," ucapnya.
 
Hal itu karena pertama, Fed sudah sangat transparan dalam hal komunikasi khususnya prospek ekononomi seperti inflasi dan penggangguran, termasuk terkait rencana tapering off yang akan dilakukan tahun ini. Kedua, kondisi makroekonomi dalam negeri yang juga lebih baik dibandingkan dengan 2013.
 
"Antara lain dengan cadangan devisa yang cukup tinggi mencapai USD137,4 miliar pada Juli 2021. Angka cadangan devisa ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pada Juni 2013 yang hanya mencapai USD98,1 miliar," kata Johanna.
 
Dirinya mendukung pemerintah terutama BI sebagai regulator untuk mengantisipasi dampak tapering off dari jauh-jauh hari termasuk kesiapan melakukan intervensi, seperti intervensi di pasar spot hingga pembelian SBN di pasar sekunder jika pihak asing melepas kepemilikan SBN mereka.
 
"Dengan adanya persiapan yang lebih matang, semoga dampak tapering off kali ini terhadap depresiasi rupiah masih berada dalam tahap yang wajar," tutup Johanna.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)
  • Halaman :
  • 1
  • 2
Read All


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan