Sebelum jurus pamungkas ini diumumkan, Presiden Jokowi banyak menerima kritikan lantaran memilih menetapkan kebijakan jaga jarak sosial atau social distancing. Namun, keputusan yang diambil Presiden tentu sudah mempertimbangkan banyak aspek, terutama menyesuaikan dengan karakteristik Indonesia dan tidak bisa disamakan dengan negara lain.
Sayangnya, kebijakan yang diambil Presiden sebelumnya banyak tidak dipatuhi masyarakat dan penyebaran covid-19 kian meluas di Indonesia. Hal tersebut yang menjadi dasar dari sebagian besar masyarakat menilai seharusnya Presiden menerapkan kebijakan lockdown atau menerapkan darurat sosial guna memaksimalkan penghentian penyebaran virus korona.
Baca: Presiden Tiongkok Percaya Indonesia Bisa Mengalahkan Korona
Namun, Presiden bersikeras bahwa kebijakan social distancing adalah yang terbaik yang bisa diterapkan di Tanah Air. Begitu juga kebijakan PSBB yang diambil sekarang ini. Adapun Presiden Jokowi sudah menetapkan status kedaruratan kesehatan masyarakat menanggulangi penyebaran virus korona, seiring dengan penetapan itu Jokowi menerapkan PSBB.
Hal tersebut diatur lewat Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. PPSB yang dimaksud yakni pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi covid-19 untuk mencegah penyebaran virus.
Baca: Kabupaten Bekasi Siapkan 4 Lokasi Karantina
"Dengan persetujuan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, pemerintah daerah dapat melakukan pembatasan sosial berskala besar atau pembatasan terhadap pergerakan orang dan barang," demikian isi Pasal 2 ayat 1 aturan itu dilansir dari Setneg.go.id.
Pembatasan sosial berskala besar paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Pembatasan tetap memperhatikan kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari.
Baca: PM Israel Kembali Dikarantina Usai Menkes Positif Korona
"Semua skenario kita siapkan dari yang ringan, sedang maupun yang terburuk. Darurat sipil itu kita siapkan apabila memang terjadi keadaan abnormal. Sehingga perangkat itu kita siapkan dan kita sampaikan. Tapi kalau keadaannya seperti ini, tentu tidak (diterapkan)," jelas Presiden Jokowi, di Istana Bogor, Selasa, 31 Maret 2020.

Adapun alasan Jokowi memilih PSBB berdasarkan pertimbangan bahwa tiap negara memiliki ciri khas masing-masing baik luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, maupun lain sebagainya.
"Kita harus belajar dari pengalaman negara lain, tetapi kita tidak bisa menirunya begitu saja sebab semua negara memiliki ciri khas masing-masing baik luas wilayah, jumlah penduduk, kedisiplinan, kondisi geografis, karakter dan budaya, perekonomian masyarakatnya, kemampuan fiskalnya, dan lain-lain," kata Jokowi.
Darurat Sipil
Meski demikian, bukan berarti Presiden Jokowi tidak memiliki jurus lain guna meredam 'amukan' virus korona di Indonesia. Pasalnya, Jokowi juga memiliki rencana menerapkan kebijakan darurat sipil. Konsep itu dinilai perlu untuk mendisiplinkan social distancing pada warga yang harapannya masyarakat benar-benar disiplin mengikuti imbauan dari pemerintah.
"Saya minta pembatasan sosial berskala besar, physical distancing, dilakukan lebih tegas, lebih disiplin dan lebih efektif lagi sehingga tadi juga sudah saya sampaikan perlu didampingi kebijakan darurat sipil," tegas Jokow.
Baca: Cara Merawat Anggota Keluarga yang Terinfeksi Covid-19
Namun bukan berarti semua toko atau aktivitas benar-benar berhenti. Mantan Gubernur DKI Jakarta ini tetap meminta swalayan dan toko obat tetap buka. Tempat-tempat itu harus tetap menyuplai kebutuhan warga. "Tetap buka untuk melayani kebutuhan warga dengan menerapkan protokol jaga jarak yang ketat," ucapnya.
Respons Luar Biasa Pemerintah Hadapi Covid-19
Sementara itu, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang baru saja ditandatangani Presiden Jokowi merupakan respons pemerintah yang luar biasa dan tidak konvensional untuk penanganan covid-19.
"Penerbitan Perppu No 1 Tahun 2020 ini berisi langkah-langkah yang sifatnya extraordinary," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, dalam konferensi pers bersama dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Gubernur BI Perry Warjiyo, Ketua DKpOJK Wimboh Santoso, dan Ketua DK LPS Halim Alamsyah, Rabu, 1 April 2020.

Assesment Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang terdiri dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) terhadap situasi covid-19 untuk Indonesia, stimulus I dan II dianggap sudah tidak relevan lagi.
Oleh karena itu, di dalam Perppu tersebut, pemerintah melakukan tambahan belanja dan pembiayaan sebesar total Rp405,1 triliun yang belum ada di APBN 2020.
Tambahan belanja tersebut adalah Rp75 triliun untuk bidang kesehatan, Jaring Pengaman Sosial (JPS) Rp110 triliun, perlindungan sektor industri Rp70,1 triliun, dan untuk penanganan pembiayaan penjaminan serta restrukturisasi industri guna mendukung Program Pemulihan Ekonomi Nasional Rp150 triliun.
Lebih rinci, Rp75 triliun bidang kesehatan mencakup tambahan subsidi BPJS untuk membayar tagihan rumah sakit, insentif tenaga medis pusat dan daerah di 132 rumah sakit rujukan. Sebesar Rp25 triliun yang disampaikan Presiden termasuk insentif dokter spesialis Rp15 juta per bulan, dokter umum Rp10 juta, dan perawat Rp7,5 juta.
Baca: RS Khusus Korona Pulau Galang Beroperasi 6 April
Selain itu, juga insentif untuk tenaga kesehatan lainnya dan tenaga administrasi rumah sakit sebesar Rp5 juta yang diberikan selama enam bulan, termasuk santunan kematian sebesar Rp300 juta per orang.
Cadangan Rp65,8 triliun untuk alat-alat kesehatan seperti APD, rapid test, reagen, ventilator, sarana prasarana kesehatan termasuk mengupgrade rumah sakit agar mampu menalangi ekskalasi covid-19 termasuk pembangunan RS Pulau Galang dan Wisma Atlet untuk karantina.
Baca: Strategi Warga Kurangi Aktivitas Keluar Rumah
Jaring Pengaman Sosial Rp110 triliun adalah untuk menambah PKH yang tadinya 9,2 juta keluarga penerima menjadi 10 juta penerima dan dibayar bulanan sampai akhir tahun mulai April.
Kemudian memperluas penerima Kartu Sembako yang tadinya 15,2 juta menjadi 20 juta penerima dengan besaran tadinya Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu untuk sembilan bulan, mulai April. Ini menaikkan anggaran jadi Rp10,9 triliun.
Baca: Ramai-ramai Melawan Korona
Selanjutnya, JPS untuk Kartu Prakerja yang tadinya Rp10 triliun menjadi Rp20 triliun terutama untuk pekerja sektor informal seperti ojek online, usaha mikro. Besarannya Rp1 juta untuk pelatihan plus uang saku Rp650 ribu untuk empat bulan.
Sayangnya ada konsekuensi akibat tambahan belanja covid-19. Konsekuensi itu yakni penerimaan akan turun baik dari pajak, bea cukai, PNBP, migas, maupun nonmigas. Kemungkinan defisit APBN diperkirakan mencapai 5,07 persen. Karena itu, pemerintah membutuhkan relaksasi kebijakan defisit di atas tiga persen yang dinyatakan dalam Perppu.
Namun untungnya, relaksasi defisit ini hanya untuk tiga tahun yaitu pada 2020, pada 2021, dan pada 2022. Setelah itu defisit akan kembali ke disiplin fiskal maksimal tiga persen mulai 2023.
Plus Minus Kebijakan Perangi Covid-19
Tidak ditampik, ada plus minus kebijakan pemerintah memerangi covid-19. Namun, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengapresiasi langkah pemerintah di tengah genderang perang melawan covid-19. Ia menilai Perppu No 1 Tahun 2020 yang baru saja terbit sangat bagus, cukup komprehensif, holistik, fokus, dan terukur.
"Perppu ini sangat jelas dan kuat menunjukkan respons cepat dan tepat atas situasi dan kondisi yang darurat dan luar biasa. Tak ada April Mop. Kita justru mendapat koordinasi otoritas fiskal dan otoritas moneter yang memberi harapan bahwa kita bisa menghadirkan kepemimpinan yang efektif," ucapnya.
Direktur Program Indef Esther Sri Astuti berpendapat kehadiran Perppu Nomor 1 Tahun 2020 memiliki konsekuensi. Adapun konsekuensi itu yakni pelebaran keseimbangan primer yang tinggi menunjukkan bahwa pembayaran utang akan ditutup dengan utang yang semakin tinggi dan pelebaran defisit menuntut peningkatan pembiayaan yang artinya utang akan semakin melebar.

Menurutnya konsekuensi peningkatan utang adalah kesinambungan fiskal di masa depan yang artinya pembayaran bunga utang akan meningkat, masa cicil utang semakin panjang, dan kapasitas fiskal akan semakin sempit. Bahkan, pada tahun berjalan akan terjadi peningkatan utang yang tinggi dengan berlangsungnya depresiasi rupiah yang semakin dalam.
"Depresiasi rupiah akan membuat bunga SBN meningkat, sehingga biaya menarik utang akan meningkat. Skenario pembelian SBN/penyertaan modal oleh BI dan BUMN akan memberatkan kinerja BUMN yang utangnya akan semakin meningkat drastis dalam lima tahun ini. Ini akan membuat risiko BUMN akan meningkat," tukasnya.
Baca: Marko Simic Donasikan 100 Juta untuk Perangi Korona
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengungkapkan cara meredam kepanikan yang terjadi sekarang ini adalah dengan mengobati sumber penyebab kepanikannya dulu, yaitu virus covid-19. Sedangkan pelebaran defisit fiskal yang membuat utang semakin berkepanjangan perlu dilakukan optimalisasi realokasi secara serius.
Selain itu, ia menambahkan, implikasi rencana Recovery Bond (RB) harus dipertimbangkan secara matang. Ini karena RB berpotensi membanjiri pasar modal dengan obligasi negara, sangat mungkin membuat potensi recovery ekonomi menjadi lebih lama karena mendesak peluang swasta untuk mencari pendanaan alternatif di pasar modal.
"Hampir semua lembaga yang disebut dalam Perppu Nomor 1/2020 meminta tambahan kewenangan. Namun di sisi lain ada pasal imunitas yakni tidak dapat dituntut pidana maupun perdata. Kebijakan yang tidak kredibel di mata pelaku pasar tidak akan efektif. Bagaimana kemudian meyakinkan aspek tata kelolanya," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id