\ Gol Jahiliyah ke Jaring Wasit
Wasit asal Oman, Ahmed al-Kaf. (Foto: AFP/Ahmad Gharabli)
Wasit asal Oman, Ahmed al-Kaf. (Foto: AFP/Ahmad Gharabli)

Gol Jahiliyah ke Jaring Wasit

Bola afc u-23
Arpan Rahman • 28 Januari 2020 13:07
PADA menit ke-73, striker Abdullah Al-Hamdan melewati pertahanan Thailand. Upaya menghentikan pemain yang ofensif itu, Sorawit Panthong menjatuhkannya. Bek Thailand mengambil bola secara bersih dari tayangan ulang.
 
Tapi, wasit mengindikasikan tendangan bebas tepat di luar kotak. Setelah itu, dipandu arahan dari asisten VAR lewat telepon di telinga, wasit mengubah keputusannya dan menunjuk titik putih. Keanehan ganda itu tampak, bahkan tanpa wasit melihat sendiri video cuplikan kejadian!
 
Kuasa gelap
  "Saya tak mau membahas soal satu insiden yang mengubah pertandingan," kata Akira Nishino, pembesut Thailand. Ia mengelak dari kontroversi. Agaknya, kita mahfum, pelatih asal Jepang itu paham situasi mengenai kuasa gelap Arabia di Konfederasi Sepak Bola Asia.
 
Satu pekan berlalu Thailand minta penjelasan AFC tentang hadiah penalti untuk Arab Saudi. Tapi tiada jawab keluar dari markas besar Kuala Lumpur sampai kejuaraan Piala AFC U23 berakhir.
 
Aroma pengaturan pertandingan justru merebak, seolah menunjukkan kebusukan AFC sendiri. Sesungguhnya ada apa di balik semua ini?
 
Jawabannya bisa dicari ke dalam rekening bank milik wasit Ahmad Al-Kaf, anak, istri, keponakan, paman atau orang tuanya. Apabila diketahui saldo debet bertambah, digelontor dolar besar sebelum pertandingan perempat final Arab Saudi lawan Thailand, berarti jelaslah semua.
 
Patut dicurigai juga asisten wasit pemantau di ruang operasi VAR. Lantaran Al-Kaf berkomunikasi dengan dia sebelum mengambil keputusan. Namun, keterlibatan wasit asal Oman paling mencolok perhatian.
 
Mencari jawabnya dan mengungkap kecurigaan itu tentu mampu dituntaskan melalui investigasi dari agen independen berasal dari organisasi di luar AFC. Ke mana Thailand akan mencari keadilan? Mungkin ke Amerika.
 
Departemen Kehakiman Amerika Serikat pada 2015 pernah mendakwa sembilan pejabat FIFA dan lima eksekutif atas pemerasan, konspirasi, dan korupsi. Bekerja sama dengan otoritas Washington, polisi Swiss mengadakan operasi khusus untuk menangkap para petinggi sepak bola dan mengekstradisi mereka ke AS atas tuduhan korupsi USD150 juta setara Rp2,05 triliun.
 
Penuh kontroversi
 
Saudi bukan baru kemarin sore menyulut kontroversi. Organisasi olahraga global telah lama dituduh terlibat dalam apa yang dilihat sebagai upaya Kerajaan Arabia 'mencuci olahraga' untuk catatan hak asasi manusianya. Banyak otoritas sepak bola juga geram dengan pembajakan ilegal liputan olahraga dari TV Qatar oleh situs web berbasis di Saudi.
 
Pangeran Mohammed Bin Salman berambisi mengambil alih kepemilikan klub Manchester United dari keluarga Glazer. Penggemar MU cukup padu bersatu dalam penghinaan kolektif mereka untuk keluarga Glazer, tetapi Bin Salman memiliki lebih banyak yang menggantung di atas kepalanya.
 
Orang kepercayaan dekat Bin Salman, Turki Al-Sheikh, menjadi ketua Komite Olahraga Nasional Saudi. Ia sempat memiliki Pyramids FC, sebuah klub sepak bola Mesir yang berkandang di Kairo. Kehadirannya di sepak bola Mesir, diiringi tuduhan "campur tangan" dalam keputusan wasit dan menciptakan "standar ganda" di liga.
 
Al-Sheikh tidak membawa pengaruh atau mendapatkan popularitas yang diinginkan kendati sangat royal menggelontorkan jutaan dolar. Saudi pendukung utama pemerintahan Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi sejak mantan jenderal itu merebut kekuasaan dalam kudeta terhadap Presiden sipil Mesir pertama yang terpilih secara demokratis, Mohamed Morsi, pada 2013.
 
Pertandingan Piala Super Italia antara Juventus dan Lazio di Arab Saudi tahun lalu kembali memicu kontroversi tentang catatan buruk HAM kerajaan, khususnya terkait kematian jurnalis Jamal Khashoggi. Begitu pula perhelatan Piala Super Spanyol 2020 di kegersangan gurun pasir dinilai semata memburu uang yang ditawarkan tuan rumah hingga mengundang komentar miring kalangan pelatih Negeri Matador.
 
Jika misteri di Piala AFC U23 2020 tidak terungkap, kekalahan Thailand dapat diibaratkan bagai sebuah gol jahiliyah yang kemungkinan masuk ke dalam rekening wasit. Lantas jargon sepak bola benua ini mestinya perlu diganti jadi "No Future is Asia".
 
Percaya saja pasti akan datang juru selamat untuk membongkar jejaring busuk di antara petinggi AFC kalau ada yang berkonspirasi dengan oknum Saudi dalam momen ganjil di Thailand. Sebagaimana Departemen Kehakiman AS membasmi kejahatan sembilan pejabat FIFA lima tahun lalu.
 
Video: Hormati Kepergian Kobe, NBA Tunda Laga Lakers vs Clippers
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(ASM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif