\ Tak Jemu Memoles Talenta Muda
Pelatih Angkasa FS, Hardi Ardia Putra. (Foto: Metrotvnews.com/ Alfa Mandalika)
Pelatih Angkasa FS, Hardi Ardia Putra. (Foto: Metrotvnews.com/ Alfa Mandalika)

Dream League U-16 & U-19

Tak Jemu Memoles Talenta Muda

Bola dream league u-16 & u-19
Alfa Mandalika • 30 Januari 2017 16:15
HIDUP Hardi Ardia nampaknya tidak bisa lepas dari dunia sepak bola. Mulai dari lingkungan keluarga, sepak bola sangat dekat dengan pelatih Sekolah Sepak Bola Angkasa Footballicious (Angkasa FS) itu.
 
Saat ini, pelatih yang mengantongi lisence C nasional itu memilih fokus untuk memoles talenta muda. Meski tidak mudah untuk membina para pemain muda, tetapi ia tetap menjalani profesinya dengan tekun.
 
Bahkan, ia melihat, tantangan melatih pemain muda bukanlah masalah melainkan seni. Ia bisa memberikan contoh-contoh bagaimana bersikap di dalam dan di luar lapangan. Selain itu, ia juga menanamkan sikapi kepada setiap pemainnya. Jangan heran, jika coach Hardi tiba-tiba menarik pemain lantaran memprotes keputusan wasit.

Baca: Angkasa FS Menyerah dari Syekh-YU SS


Saat ini, pelatih bernama lengkap Hardi Ardia Putra tengah menangani SSB Angkasa FS. Meski baru melatih Angkasa FS selama enam bulan terakhir, ia tetap mempunyai harapan untuk para pemain yang dididiknya.
  Kiprah bapak dua anak ini tidak instan untuk menjadi pelatih kelompok usia. Ia sempat melatih sejumlah kampus, lalu pernah melatih Liverpool Akademi di Jakarta.

Baca: Persija Barat Tundukkan Bina Mutiara


Berikut petikan wawancara Metrotvnews.com dengan Hardi seusai menjalani pekan pertama Dream League U-16 di Stadion Gelora Cendrawasih, Jakarta Barat, Minggu 29 Januari.
 
Sudah berapa lama Anda melatih di Angkasa FS dan markas tim Anda dimana?
 
Saya melatih Angkasa selama enam bulan. Markas kami di Lapangan Sutasoma, Halim Perdanakusumah.
 
Bagaimana awal mula Anda terjun sebagai pelatih SSB?
 
Saya dulu main (sepak bola) juga, lalu melatih mulai 2001, melatih di liga mahasiswa, beberapa kampus, sempat melatih di Liverpool Akademi yang ada di Jakarta, awalnya dulu di ASA, Asian Soccer Academy, lalu saya melatih di Angkasa FS.
 
Awalnya Footballicious itu even manajemen/sport marketing, lalu ada tawaran dari TNI AU untuk mengurus Angkasa. Angkasa sebenarnya SSB sudah lama, tetapi tanpa manajemen, makanya enam bulan terakhir manajemen masuk dan ambil kepelatihannya.
 
Ada berapa kelompok usia di SSB Angkasa FS?
 
Ada tiga kelompok umur, U-16, U-12, dan U-10, dan masing-masing kelompok umur ada asisten pelatih dan saya pelatih kepalanya.
 
Selama enam bulan melatih di Angkasa FS, apakah ada pengalaman menarik?
 
Yang menarik kita tidak hanya mengajarkan tentang sepak bola, jadi kami bina juga perilaku, seperti jangan mau meninggalkan sampah jika selesai bermain, hal-hal kecil seperti itu. Ini seharusnya, umum, tapi kita lihat banyak yang tidak melakukan hal-hal seperti itu. Jadi, kita sering lihat banyak yang bermain sepak bolanya pintar, tetapi attitude sekarang kurang.
 
Jadi, kita masuk ke sepak bola dan elemen pendukungnya, termasuk memperhatikan gizi, sport sience, ada Mathias Ibo juga mendukung kita untuk sport science, kita terus upgrade pengetahuan, jadi anak-anak mudah-mudahan bisa menjadi pemain yang lengkap. Jadi, tidak hanya bagus di lapangan, tetapi, attitudenya juga berubah, cita-cita kita seperti itu.
 
Apa ada tantangan melatih usia muda?
 
Tantangannya karena mereka anak yang umur berkembang, jadi sudah mulai mengenal lawan jenis, tetapi itu sebenarnya seni bukan susah. Kita pernah di umur mereka, kita tahu kalau mereka bolos latihan ke mana dengan alasan-alasan sekolah, gelagatnya sudah tahu, kita juga berhubungan dengan media sosial, kalaupun dia (pemain) bisa tipu kita di lapangan, akhirnya mereka memposting hal yang berbeda, dan ketahuan juga, itu seni sih.
 
Pelatih juga harus bisa jadi bapak, kakak, teman, jadi anak-anak hubungannya dengan saya tidak hanya di lapangan, jadi kalau anak-anak punya masalah dengan pasangan, mereka sharing-sharing, jadi kedekatan lumayan bagus.
 
Kenapa Anda fokus melatih usia muda?
 
Ya itu, seninya lebih banyak. Banyak pelatih nasional menekuni bidang kepelatihan, tetapi selalu menolak menangani anak-anak usia dini. Tapi menurut saya, itu seni. Kalau kita pegang usia senior, dengan berdiri di pinggir lapangan, tanpa memberi contoh, mereka sudah mengerti maksud saya apa. Kalau kita instruksikan lari 15 menit, kita berdiri saja, mereka akan lari. Tetapi, dengan anak-anak ini tidak bisa hanya dengan omongan. Kita harus kasih contoh, pengertian, tujuannya untuk apa, saya tidak pernah mengatakan ini jelek atau bagaimana. Tetapi, saya hanya mengatakan lebih menguntungkan mana jika kalian bergerak ke kanan atau ke kiri. Saya ajak diskusi mereka, mereka bisa menilai sendiri, memang prosesnya panjang.
 
Lalu, apakah ada perbedaan melatih di Liverpool Akademi dengan Angkasa FS?
 
Perbedaannya hampir tidak ada, karena usia mereka sebenarnya sama. Dikasih pengetahuan, dikasih kesempatan bermain, makanya setiap pertandingan saya selalu ingatkan, untuk menikmati pertandingan. Anak-anak yang datang di akademi Liverpool bukannya anak-anak yang berbakat dengan sepak bola, kadang-kadang orang tua hanya ingin anak-anak berkeringat, untuk supaya motorik anaknya agar lebih bagus, karena hanya main gadget, jadi tujuan di luar sepak bola, jadi lebih kita arahin. Melalui sepak bola kita bersosialisasi, kita bisa mengajarkan sesuatu, dan banyak aspek yang lain.
 
Apa ada kendala melatih usia muda?
 
Tidak ada ya, karena saya juga senang, didukung oleh keluarga, kebetulan istri saya juga pemain bola. Tetapi, anak saya malah tidak ada yang suka sepak bola, tetapi hobi bermain bulu tangkis. Tetapi menurut saya, semua olahraga sama saja. Saya punya dua anak laki-laki, dua-duanya ya bermain bulu tangkis.
 
Bagaimana cara Anda menanamkan prinsip fair play kepada tim?
 
Itu sama dengan pertandingan tadi ya, jelas di depan kita lawan yang menyundul, bolanya keluar, tetapi wasit memberi keuntungan kepada lawan. Saya tidak mau memprotes kepada wasit, saya melarang anak-anak untuk protes. Karena, mereka bermain sebagai pemain sepak bola, kalau mereka memprotes, berarti mereka beralih sebagai wasit. Jadi, saya tidak mau seperti itu. Jadi, masing-masing porsi ada. Makanya mereka selalu ikut kata saya. Mungkin kalian main bola lebih bagus, tetapi sekarang saya pelatihnya. Mereka bermain. Wasit ada porsinya. Jadi, masing-masing ada porsinya. Jadi, mereka bermain dirugikan dengan bagaimana, kalau itu terjadi malah saya tarik anak itu keluar.
 
Jadi masalah menang atau kalah buat saya tidak penting. Justru, di usia muda seperti ini, banyak SSB yang hancur ketika mereka membidik kemenangan dan piala, buat saya itulah letak kehancuran. Karena, di situ nanti orang tua yang akan berteriak-teriak, anaknya ditarik keluar, orang tua bisa protes pelatih, dan lain-lain. Itu pernah saya alami dan itu hampir di semua SSB terjadi.
 
Untuk menyikapi intervensi orang tua pemain bagaimana?
 
Itu tadi, kita edukasi mereka bukan hanya di sepak bola, kita juga pilih pertandingan. Setiap minggu ada pertandingan, turnamen, festival, tapi kalau kita mainkan setiap weekend, terganggu juga kegiatan mereka bersama keluarga, ada kejenuhan, sementara sepak bola hanya satu dari berbagai kegiatan dari sepak bola.
 
Video: Trofeo Dream League, Tak Sekadar Turnamen Pemanasan

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


(ASM)
LEAVE A COMMENT
LOADING
social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif