Seperti diketahui, jabatan Presiden FIGC tengah lowong sepeninggal Carlo Tavecchio pada November 2017 silam. Ia mengundurkan diri usai gagal membawa Italia lolos ke putaran grup Piala Dunia Rusia 2018.
Beberapa figur lantas muncul untuk mengisi kekosongan yang ada. Mereka di antaranya adalah Gabriela Gravina, Cosimo Sibilia, dan Damiano Tommasi.
Siapa yang akan memimpin ditentukan melalui pemilihan yang dilakukan oleh dewan komisaris FIGC. Pemilihan dilakukan oleh tujuh perwakilan, yakni Serie A, Serie B, persatuan pemain, Lega Pro, persatuan pelatih, persatuan wasit, dan liga amatir.
Pemenang diharuskan meraih sedikitnya 75 persen suara. Pada pemilihan pertama, tak ada yang meraih kriteria tersebut, sehingga dilanjutkan pada ronde berikutnya. Ada pun Tommasi tersingkir karena meraih persentase terendah.
Gravina sebetulnya mendapatkan voting tertinggi pada ronde empat, yakni 39,06 persen. Hanya saja, peraturan menyebut jika calon diharuskan meraih sedikitnya 66 persen suara.
Usut punya usut, Sibilia yang merupakan petinggi Liga Amatir Italia sebelumnya dilaporkan mendesak delegasi perwakilan untuk merusak surat suara mereka. Oleh karena itu, banyak suara yang dianggap tidak sah.
Di ronde terakhir, Sibilia mendapatkan 1,85 persen suara. Gravina memperoleh 39,06 persen dan sisanya sebanyak 59,09 persen dinyatakan tidak memilih.
"Saya mohon maaf kepada semua orang Italia. Sibilia memilih dan langsung pulang ke rumah, lalu menginstruksikan (delegasi) untuk merusak surat suara," kata Gravina dilansir RMC Sport.
"Ini bukanlah kekalahan untuk sepak bola Italia, ini adalah kekalahan untuk sandiwara dari orang-orang yang berkuasa," sambungnya.
Video: Bobotoh Berulah, Persib Didenda Rp10 Juta
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
(ACF)