Titi membuka usaha katering. Di antara menu andalannya adalah nasi bakar jamur. Titi tak pusing dengan bahan bakunya. Utamanya jamur.
Hampir setiap pagi, Titi mendatangi pusat budi daya jamur di wilayahnya. Di Jalan Melur, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Hanya beberapa menit, jalan kaki dari rumahnya.
Ia membeli jamur hasil budi daya warga setempat. Tetangga Titi juga. Biasanya ia membawa pulang hingga 4 kilogram jamur.
.jpeg)
Titi Eddy, salah seorang warga yang memanfaatkan budi daya jamur tiram di Kampung Berseri Astra (KBA), Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Foto: Istimewa
Dari sana, Titi biasanya langsung pulang ke rumah. Ia mengajak warga lainnya untuk mengolah jamur menjadi makanan siap saji.
"Bagi-bagi rezeki," kata Titi kepada Medcom.id, di kediamannya, Senin 30 Desember 2019.
Titi melayani pesanan dari berbagai kalangan. Mulai dari acara arisan warga setempat, hingga perkantoran di sekitar Jakarta. Ia menjual perporsi sekitar Rp15 ribu hingga Rp30 ribu.
Kampung Jamur
Popon Tatang Haruman, salah satu penggerak budi daya Jamur di Kebon Jeruk, mengakui, daerahnya kini dikenal sebagai kampung jamur. Berawal sekitar 2013 lalu, wilayahnya mendapatkan bantuan 1.000 baglog (media siap panen) jamur tiram dari Dinas Pertanian.
Saat itu warga setempat kebingungan. Di samping tidak ada kumbung atau tempat budi daya jamur, juga minim pengetahuan. Mereka nyaris tidak memiliki bekal perawatan dan pemanfaatan bantuan baglog jamur dari pemerintah tersebut.
Kemudian pada 2015, mereka kembali mendapatkan bantuan 1.000 baglog jamur dari Astra. Pula dibangunkan kumbung atau tempat bud idaya jamur. Dari sini titik terang mulai terlihat.
Seiring berjalannya waktu, mereka mendapatkan bekal cukup dalam hal perawatan dan pemanfaatan jamur. Di antaranya saban pagi dan sore, sejumlah warga ditugaskan khusus menyiram jamur.
Pula setiap pagi, mereka memanen jamur tersebut. Rata-rata hasil panen jamur setiap hari, mencapai 5 hingga 15 kilogram. Hasil panen kemudian dimasukkan dalam kantong plastik.
Biasanya dalam setiap plastik, berisi jamur seberat setengah kilogram. Kemudian jamur itu diperjualbelikan kepada warga sekitar.
"Penjualan tadinya di sekitar sini saja. Tapi karena mulut ke mulut, merambah ke tempat lain. Sampai dikenal kampung jamur," kata Popon kepada kami di kediamannya, Senin 30 Desember 2019.
.jpeg)
Popon Tatang Haruman, salah seorang penggerak budi daya jamur tiram di Kampung Berseri Astra (KBA), Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Foto: Medcom.id/ M Rodhi Aulia
Popon menuturkan para pembeli biasanya langsung ke tempat budi daya. Mereka merupakan warga setempat yang untuk dikonsumsi sendiri atau dijual kembali dengan aneka olahan jamur.
Seperti halnya, nasi bakar jamur, pepes jamur dan jamur crispy.
Setiap panen, jamur harus terserap semua. Pasalnya jamur tersebut tidak bisa didiamkan begitu saja pascapanen. Karena akan cepat rusak.
Mereka pun, tak habis akal jika masih ada sisa. Mereka tak segan menjual door to door kepada warga, tukang sayur atau warung nasi di sekitar wilayah mereka. Bahkan harus berboncengan sepeda motor.
.jpeg)
Warga sedang memanen jamur tiram di Kampung Berseri Astra (KBA), Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Foto: Istimewa
Pendapatan warga dari budi daya tersebut, cukup memuaskan. Asumsinya jika perhari panen jamur sekitar 5 kilogram dan dijual Rp18 ribu perkilogram.
Dari sana, omzet yang bisa diperoleh sebesar Rp90 ribu per hari. Kemudian jika sebulan sebesar Rp2,7 juta.
"Uang yang didapat, kita putar lagi. Perbaikan kumbung, dan beli baglog lagi," tegas Popon.
Dini, warga setempat menambahkan, pihaknya merasa bersyukur dengan adanya budi
daya jamur di wilayah mereka. Warga mendapatkan dampak secara ekonomi dan sisi positif lainnya.
"Manfaatnya banyak banget," kata Dini.
.jpeg)
Para pengurus Kampung Berseri Astra (KBA) di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Foto: Istimewa
#KitaSATUIndonesia #IndonesiaBicaraBaik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News