Nunung mulai mengenali barang haram itu saat masih aktif berada di kegiatan lawak di Solo, Jawa Tengah. Narkotika jenis ekstasi menjadi kenalannya di awal-awal. Dari situ, Nunung mulai coba-coba dan ketagihan sampai 20 tahun kemudian.
Jumat 19 Juli 2019, Nunung digerebek bersama suaminya July Jan Sembiran, usai memakai narkotika jenis sabu. Polisi menemukan sisa sabu seberat 0,36 gram di kediamannya, Tebet, Jakarta Selatan. Sebelum digerebek, Nunung mengaku intensif mengonsumsi barang haram itu sejak Maret 2019. Bahkan ia mengonsumsi nyaris saban pagi demi stamina bekerja.
"Mulai hari ini (resmi) ditahan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Senin 22 Juli 2019. Nunung ditahan bersama suaminya dan pemasok narkotika, Hadi Moheriyanto alias Hery alias Tabu di Mapolda Metro Jaya. Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka. Nunung mengaku menyesal dan berterima kasih kepada pihak kepolisian yang telah menyelamatkannya dari ketergantungan barang haram.
"Saya terselamatkan dengan kejadian ini. Kalau tidak ada kejadian ini, saya mungkin sampai kapan saya tidak bisa (berhenti)," kata Nunung di Mapolda Metro Jaya, Senin 22 Juli 2019.

Tersangka kasus penyalahgunaan narkoba Tri Retno Prayudati alias Nunung menyampaikan keterangan kepada awak media saat dihadirkan pada rilis kasus di Mapolda Metro Jay. (MI/PIUS ERLANGGA).
Ditahan versus direhabilitasi
Kriminolog Universitas Prasetiya Mulia Rio Christiawan menilai penegak hukum diberi kewenangan dalam menentukan layak atau tidaknya seseorang tersangka kasus narkoba direhabilitasi. Ini mengacu pada PP Nomor 25 tahun 2011 sebagai turunan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009."Persoalannya menentukan kelayakan rehab itu harus melalui assesmen yang objektif, namun kenyataannya keputusan rehab itu masih transaksional dan koruptif sehingga tidak menimbulkan efek jera," kata Rio kepada Medcom Files, Senin 22 Juli 2019.
Hal itu juga pernah diungkapkan mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Budi Waseso dalam sebuah diskusi di kantor Kepala Staf Kepresidenan akhir tahun 2016. Budi, kata Rio, menjelaskan proses rehabilitasi kerap diwarnai tradisi 'wani piro'. Mulai dari mulai proses penangkapan dan penyidikan oleh kepolisian, penuntutan oleh kejaksaan hingga jatuh vonis rehabilitasi oleh pengadilan.
Baca Juga: Budi Waseso: Rehabilitasi Rentan Permainan
Dalam konteks kasus pelawak Nunung, Rio tak sepakat bila hanya direhabilitasi saja. Bagi Rio, perlu ada efek jera mengingat yang bersangkutan sudah menggunakan narkoba sejak 20 tahun terakhir.
"Maka sekadar rehab saja tidak akan menimbulkan efek jera. Sehingga harus dibarengi dengan upaya pidana lainnya," tandas Rio.
Sementara itu, Mantan Kepala BNN Anang Iskandar menilai Nunung adalah pecandu. Anang mengutip pasal 54 UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika bahwa pecandu itu wajib menjalani rehabilitasi termasuk selama proses penegakan hukum.
"Artinya selama penyidikan penuntutan dan pengadilan ditempatkan di lembaga rehabilitasi dan dijatuhi hukuman rehabilitasi," kata Anang yang juga Calon Pimpinan KPK ini, Senin 22 Juli 2019.
Dalam perkara pecandu seperti Nunung ini, lanjut dia, UU Narkotika memberi kewenangan bersifat wajib kepada hakim untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap terdakwa perkara pecandu apabila terbukti bersalah. Kalau tidak terbukti, hakim juga wajib mengambil tindakan untuk menetapkan terdakwa untuk menjalani rehabilitasi.
"Menjalani rehabilitasi atas upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik, penuntut umum dan hakim serta keputusan dan penetapan hakim terhadap perkara yang terdakwanya penyalahguna untuk diri sendiri dan kondisinya dalam keadaan ketergantungan (pecandu) adalah bentuk "hukuman" berdasarkan pasal 103 ayat 2 UU Narkotika," terang Anang.

Mantan Kepala BNN Anang Iskandar di Jakarta. (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A).
Dalam proses penuntutan, lanjut Anang, tidak boleh 'dijuncto-kan' dengan perkara pengedar. Artinya penuntutan perkara penyalahguna (pasal 127) tidak boleh dikaitkan dengan pasal engedar (112). Karena tujuannya berbeda. Tujuan penanganan terhadap penyalahguna itu dicegah, dilindungi, diselamatkan dan dijamin mendapatkan rehabilitasi. Sedangkan terhadap pengedar tujuannya: diberantas.
Anang menegaskan perkara pecandu seperti perkara yang menimpa Nunung ini tidak memenuhi syarat untuk dilakukan upaya paksa berupa penahanan berdasarkan pasal 21 KUHAP. Maka berdasarkan turunan UU Narkotika yaitu pasal 13 PP 25 tahun 2011, penyidik, penuntut umum dan hakim diberi kewenangan untuk menempatkan tersangka/terdakwa pecandu kedalam lembaga rehabilitasi selama proses menjalani peradilan.
Kewenangan menempatkan tersangka/terdakwa kedalam lembaga rehabilitasi ini bersifat wajib berdasarkan tujuan dibuatnya UU Narkotika. Dalam memeriksa perkara penyalahguna untuk diri sendiri ini hakim wajib menjatuhkan hukuman rehabilitasi terhadap perkara penyalahguna (pasal 127) dan dalam keadaan ketergantungan (perkara pecandu) ditandai dengan hasil visum/assesmen terdakwanya ketika ditangkap.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News