Ilustrasi: Medcom/Mohammad Rizal
Ilustrasi: Medcom/Mohammad Rizal

Dinamika Golkar, Kill or Be Killed

Medcom Files di balik layar kisruh golkar
Coki Lubis • 16 Desember 2017 18:10
Jakarta: "Sebetulnya dalam politik di Golkar itu, tidak ada benar atau salah. Yang ada menang atau kalah," ucap seorang kader muda partai berlambang pohon beringin itu.
 
Dia adalah Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar Arman Amir. Saat ini Arman juga menjabat Wakil Ketua Umum Ormas MKGR, salah satu organisasi pendiri Golkar.
 
Sambil menyeruput teh hangat, pria bertubuh gempal itu bercerita tentang belantara Golkar kepada medcom.id, Rabu, 6 Desember 2017, di kawasan Melawai, Jakarta Selatan.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Cerita itu dimulai dari sisi kelaziman sebuah partai. Dan, menurut dia Golkar tidak jamak. Secara umum pergerakan sebuah partai merujuk kepada kepentingan yang disepakati sejak awal; baik yang strategis terkait ideologi, juga kepentingan taktis yang bersifat pragmatis.
 
"Di Golkar, tidak ada itu kata-kata ideologi. Ideologi sudah dilupakan. Tinggal pragmatis saja," ucap Arman sambil menggelengkan kepala.

Di dalam Golkar, pembahasannya kebanyakan persoalan menang dan selamat.


Menang yang dimaksud dalam konteks suksesi kepemimpinan, baik di pusat kekuasaan partai, maupun di organisasi-organisasi pendukungnya. Termasuk menang dalam pencalonan anggota legislatif (caleg).
 
Ihwal 'selamat', tentu tidak terhempas ke luar sistem. Dalam hal ini adalah posisi kepengurusan di partai.
 
Saat seseorang berada di dalam sistem, tentu lebih mudah mencapai tujuan pragmatis pribadi. Salah satunya tadi, menjadi caleg.
 
Termasuk kepentingan lainnya yang bertalian dengan posisi strategis di partai. Misalnya, mudah merajut komunikasi dengan kekuasaan, lantas berburu proyek pekerjaan.
 
"Paling tidak menjadi penghulu," ucap Arman terkekeh.
 
Apalagi bicara perkubuan atau faksi. Bila saat ini yang berkuasa kubu A, bersiaplah terdepak bila orang mengetahui bahwa Anda di kubu B. Ini yang dikhawatirkan. Kalau bisa, secepatnya berbalik arah menjalin komunikasi dengan kubu A.
 
Ambil misal dalam konteks kisruh Golkar tempo hari, sikap politik pendukung mantan Ketua Umum (Ketum) Golkar Setya Novanto, bisa berbalik haluan bila situasi tidak lagi menguntungkan bagi kubu tersebut.
 
Arman pun tak ragu mengakui bahwa dirinya adalah salah satu contohnya. Ya. Dia mengakui bahwa dirinya termasuk orang dekat Novanto.
 
Belakangan, sikap politik Arman juga Ormas MKGR, yang awalnya mendukung Novanto, mendadak berbalik arah ke Airlangga Hartarto.

Faktor demi kepentingan partai memang ada. Tapi, faktor keselamatan diri sendiri juga besar.


Baginya langkah mencari selamat itu sah dalam berpartai. Apa lacur, bila mengedepankan prinsip, bisa-bisa tersisih. Jadi, ikuti saja permainannya.
 
Apalagi, kata Arman, dirinya bukan siapa-siapa di Golkar. Maksudnya, bukan anak atau keluarga dari tokoh dan orang berpengaruh.
 
"Politik itu harus lentur. Harus begitu. Karena kill or be killed. Kita yang bunuh atau kita dibunuh," ungkap Arman.
 

Dinamika Golkar, <i>Kill or Be Killed</i>
Wakil Bendahara Umum DPP Partai Golkar Arman Amir. (dok. pribadi)
 

Perkubuan di tubuh 'beringin'
 
Jangan kaget soal banyaknya faksi di Partai Golkar. Sejak awal, partai berlambang pohon beringin ini memang didirikan oleh banyak faksi.
 
Setidaknya ada delapan organisasi massa terlibat dalam sebuah aliansi politik saat krisis politik 1960-an; Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar).
 
Dalam perkembangannya, mengerucut menjadi tiga ormas, bersepakat memapankan sekber menjadi sebuah organisasi sosial politik, dan menjadi peserta pemilu 1977.
 
Tiga ormas itu adalah Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI), Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro), juga Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR).
 
Dalam struktur Golkar, selain kepengurusan pusat dan daerah, tiga organisasi pendiri tadi juga memiliki hak suara.
 
Mantan Wasekjen DPP Golkar Mirwan Bz Vauly menegaskan, dalam faksi-faksi itu, kader menumbuhkan masing-masing kemampuan, dan faksi inilah yang selalu bersaing.
 

Dinamika Golkar, <i>Kill or Be Killed</i>
Mirwan Bz Vauly. (dok. pribadi)
 
"Itu yang membuat golkar besar," ucap inisiator Gerakan Muda Pembaharu Golkar (GMPG) itu saat kami temui di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan, Senin, 4 Desember 2017.
 
Dalam dinamikanya, di dalam faksi-faksi berbasis organisasi pendiri itu pun kerap terpecah lagi. Bahkan, yang terparah, bisa saja terjadi dualisme kepengurusan.

Namun, di dalam tubuh Golkar, ada pula faksi yang bentuknya tidak nyata. Biasanya terkait 'jalur' saat pertama kali masuk Golkar.


"Misalnya, orang itu dari jalur mana? Ooh, dia HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), ada seperti itu. Bikin jalur karena dia HMI, seperti Akbar Tanjung, Jusuf Kalla," jelas Mirwan.
 
Ya. Selain jalur ormas pendiri tadi, seseorang bisa masuk menjadi anggota Golkar melalui jalur alumni organisasi. Bisa alumni universitas, organisasi ekstra kampus, juga organisasi profesi; seperti HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) atau KADIN (Kamar Dagang dan Industri Indonesia).
 
"Individu-individu tadi, masing-masing juga membuat jalur. Contoh, Akbar Tanjung ada faksinya sendiri. Pak JK (Jusuf Kalla) ada faksinya sendiri. Bang Ical (Aburizal Bakrie) punya sendiri," kata Mirwan.
 

Dinamika Golkar, <i>Kill or Be Killed</i>
Akbar Tanjung dan Jusuf Kalla. (ANTARA)
 

Di Golkar, mudah sekali melihat peta politik perkubuannya. "Begitupun nanti ketika terjadi pertarungan (suksesi kepemimpinan). Ini orangnya siapa, bisa ketauan," ucapnya.
 
Inilah faksi, sisi luar biasa dari Partai Golkar, sekaligus kerentanan si beringin.
 
Fenomena dualisme Golkar 'Ancol-Bali' pada 2014, salah satunya. "Sesungguhnya berbasis ketidakpuasan orang dengan kepemimpinan saat itu. Namun menjadi pemicu kerentanan faksi tadi," ujar Mirwan.
 
Namun, menurut Arman, dengan kuatnya dominasi faksi yang tidak nyata dalam dinamika internal Golkar, akhirnya faksi-faksi berbasis organisasi pendiri boleh dikata menjadi cair.
 
"Dalam dinamikanya, ormas pendiri itu hanya sebagai label. Gagah-gagahan saja, Anda dari mana," tutur Arman.
 
Peran ormas dianggap kecil, tergantung kedekatan ketum ormas tersebut dengan ketum Golkar.
 
"Kalau ketum ormasnya tidak dekat (satu kubu) dengan ketum golkarnya, tidak bisa juga membantu jalur politik kader di dalam perahu ormas tersebut," ujarnya.
 
Mau tidak mau, sambung Arman, langkah mencari aman dengan membangun komunikasi politik dengan banyak faksi adalah jalan terbaik.
 

Dinamika Golkar, <i>Kill or Be Killed</i>
Aburizal Bakrie. (ANTARA)
 

Langkah muda di partai tua
 
Banyak kader muda yang resah dengan perkubuan yang terbangun. Sebagian kecil ada yang mencoba menemukan titik rekonsiliasi, namun ada pula yang konsisten dengan figur patronnya.
 
Salah satunya GMPG, komunitas kader yang berisi dari berbagai latar belakang 'jalur masuk'.
 
Nama GMPG pertama kali muncul di tengah sengitnya dualisme 'Ancol-Bali'. Mendorong terjadinya rekonsiliasi dan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) 2016.
 
Namun, kemunculannya tidak serta merta bisa mencairkan perkubuan yang terlanjur kuat di dalam Golkar. Pula dalam kisruh tempo hari, terkait krisis kepemimpinan saat Ketum Golkar Setya Novanto dijadikan tersangka kasus korupsi KTP elektronik.
 
Ya. Kader muda Golkar sudah terlanjur terkooptasi dengan figur-figur patron, yang menjadi jalur masuknya ke dalam Golkar.
 
Sebut saja Wasekjen Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) Andi Nursyam Halid, secara terang-terangan menganggap GMPG adalah kelompok kepentingan dari kubu figur tertentu.
 
Namun, Andi menganggap itu adalah hal biasa. "Ini bukti kaderisasi internal golkar baik, terlepas ada hal-hal yang ramai itu (kisruh Golkar)," kata Andi saat ditemui di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat, 8 Desember 2017.
 

Dinamika Golkar, <i>Kill or Be Killed</i>
Andi Nursyam Halid. (dok. pribadi)
 

Soal kerasnya pergulatan kader muda di tubuh beringin pun diakui Wasekjen DPP Partai Golkar Pahlevi Pangerang. Levi - sapaan akrabnya, mengaku bahwa dirinya pun konsisten dengan figur yang membawanya ke dalam gelanggang partai, Aburizal Bakrie.
 
Namun dirinya yakin, meski dalam perpolitikan Indonesia Golkar memiliki banyak pemian bintang, dan otomatis menjadi figur patron, soliditas partai akan tetap terjaga.
 
"Saya yakin dengan kapasitas kader Golkar. Apapun pertentangannya, pasti yang dibicarakan soal partai. Bagaimana partai besar, kuat, siapa yang cocok memimpin. Intinya semua untuk partai," kata Levi saat kami sambangi di kawasan Otista, Jakarta Timur, Kamis, 7 Desember 2017.
 
Dirinya pun merasa yakin bahwa pada suatu waktu, kader-kader muda yang terjebak dalam perkubuan bisa kembali duduk bersama, mengambil keputusan bersama.
 
"Jadi, kalau sekarang ini, saya anggap masih pada ancang-ancang, mengambil posisi. Suatu waktu kita bisa duduk bersama. Kita sudah berulang kali kacau balau," pungkas Levi.
 

Dinamika Golkar, <i>Kill or Be Killed</i>
Pahlevi Pangerang. (Medcom)
 

Selesainya masa 'bunuh membunuh' pun diyakini Arman, Mirwan, juga Andi. Meski ketiganya dari kubu yang berbeda, namun harapan itu diyakini ada di masa kepemimpinan baru Airlangga Hartarto - yang mengusung tema 'perubahan' dan 'Golkar Bersih'.
 
"Saya pikir kisruh kemarin itu muncul karena perasaan tidak aman, ada ide bahwa semuanya harus perubahan, yang lama digerus. Tapi saya yakin tidak," kata Andi.
 
Persoalan kubu, sambung Andi, akan diselesaikan secara baik di Munaslub mendatang. "Pasti ada hal-hal yang diatur untuk kebaikan, mengakomodir semua kepentingan yang ada di Golkar saat ini."
 
Pula Mirwan dan GMPG - yang notabene dalam kisruh lalu berada di kubu perubahan, berupaya menitipkan catatan kepada Airlangga Hartarto, soal rekonsiliasi.
 
"Rekonsiliasi itu bagian dari perubahan. Kita sadar ada pertarungan besar pileg dan pilpres 2019 mendatang. Kalau tidak mampu (rekonsiliasi) itu akan berat," ujarnya.
 
Harapan itu pula yang ditunggu Arman. Dia menginginkan Golkar di masa yang baru ini tidak terlalu mengedepankan hal-hal beraroma faksi.
 
"Harapannya, partai lebih kepada gagasan. Punya ide besar, punya sistem bagus, siapapun pemimpinnya," kata Arman.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(COK)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan