Aksi 212 (MI)
Aksi 212 (MI)

Dari Jalanan ke Parlemen

Medcom Files quo vadis 212
M Rodhi Aulia • 25 Januari 2018 19:19
Jakarta: Eksistensi alumni 212 tidak bisa diabaikan begitu saja. Kekuatan pengaruhnya sebagai kelompok penekan berhasil mengubah peta politik di Indonesia.
 
Lihat saja Pilkada DKI Jakarta 2017. Petahana Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang diunggulkan, akhirnya keok dalam pemilihan. Lebih dari itu, sang petahana pun terperosok ke penjara karena terbukti melakukan penodaan agama.
 
Mantan Komisioner Komnas HAM yang juga aktif mendukung gerakan 212, Natalius Pigai, mengatakan, gerakan 212 adalah kelompok penekan. Di matanya, demonstrasi besar bertajuk ‘Aksi Bela Islam’ itu bukan semata muncul karena isu penistaan agama. Namun, gerakan tersebut bak puncak kekecewaan atas pengabaian negara terhadap gerakan Islam – sepanjang Indonesia berdiri.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Menurutnya, kelompok Islam kerap terpinggirkan secara politik, dari rezim ke rezim. Padahal, umat Islam - dalam hal ini kelompok Islam non-tradisional, juga amat besar perannya dalam perjuangan mendirikan Indonesia.

Jadi, mahfum bila kelompok Islam muncul mencari ruang, termasuk upaya politik memperjuangkan formalisasi syariat Islam.


"Sekarang tindakannya. Ahok (terkait isu penistaan agama) sukses menyatukan kelompok Islam," kata natalius saat berbincang dengan Medcom.id, Jumat, 19 Januari 2018. Kini, lumrah pula bila langkah alumni 212 terlihat seperti mendekatkan relasi negara dengan agama, atau politik dengan agama. "Sejalan pula dengan Pancasila. Dalam sila pertama itu kan membangun negara berlandaskan spiritualitas agama," ucap Natalius.
 
Ya. Meski Natalius Pigai bukan seorang muslim, namun dirinya secara tegas menyatakan dukungannya terhadap gerakan 212, termasuk perjuangan politik tokoh-tokohnya saat ini.
 
"Saya menghormati, menghargai dan mencintai mereka. Hak mereka selama ini termajinalkan," ucapnya.
 

Dari Jalanan ke Parlemen
Aksi reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (2/12/2017). (ANTARA)
 

Garda 212
 
Sejumlah tokoh alumni 212 memilih jalan sendiri-sendiri dalam langkah politiknya. Salah satunya Garda 212, yang dirintis mantan Ketua Dewan Presidium Alumni 212 Ansufri Idrus Sambo.
 
Terang-terangan, Sambo dan kawan-kawan menjadikan Garda 212 sebagai wadah bagi alumni dan simpatisan 212 yang ingin terjun ke politik praktis. Dalam hal ini sebagai calon anggota legislatif (caleg), baik tingkat pusat maupun daerah.
 
Organisasi ini akan menyeleksinya, lantas disalurkan ke empat partai politik pendukung gerakan 212, yakni, PKS, Gerindra, PAN dan PBB.
 
"Sudah banyak yang mendaftar. Tapi di-hold dulu. Karena begitu kita launching, kita bikin semacam formulirnya, bikin syarat-syaratnya, website-nya. Begitu orang ingin mendaftar, dia bisa masuk ke website atau aplikasi khusus. Mungkin nanti bisa diunduh dari Play Store," kata Sambo saat berbincang dengan Medcom.id, Jumat, 19 Januari 2018.
 
Rencananya, Februari mendatang Garda 212 akan resmi diluncurkan. Sejumlah posko juga akan dibuka di sejumlah daerah.
 
"Kita berharap satu dapil (daerah pemilihan) satu orang. Kita tidak mau satu dapil banyak orang, nanti pecah suara. Satu orang itu, kita masukkan ke partai yang kuat di dapil tersebut. Apakah PKS, PAN, PBB atau Gerindra. Kita masukkan ke salah satunya," ujar dia.
 

Dari Jalanan ke Parlemen
Ansufri Idrus Sambo (Kanan) bersama Sekjen Garda 212 Hasri Sorimuda Harahap. (Medcom/Arga Sumantri)
 

Empat syarat Caleg
 
Penyaluran alumni 212 sebagai caleg diklaim bisa memudahkan partai politik memperoleh sosok yang mumpuni. Pasalnya, kata Sambo, Garda 212 akan merekomendasikan orang yang sesuai kebutuhan partai tersebut.
 
Karenanya, Sambo dan kawan-kawan memberlakukan empat syarat khusus bagi alumni atau simpatisan yang ingin ‘nyaleg’. Pertama, memiliki integritas; dan kedua, memiliki kapabilitas.
 
"Ketiga, punya elektabilitas. Artinya dia cukup dikenal. Kita tidak kasih orang ujug-ujug. Mereka harus mendapatkan dukungan minimal 10 persen," ucap dia.
 
Ambil misal, kalau sebuah kursi di tingkat II harus diperoleh 10 ribu suara, para bakal caleg harus mendapatkan dukungan dari seribu suara sebagai modal awal. Pun di pusat, jika kebutuhannya 100 ribu suara, bakal caleg harus kantongi dukungan dari 10 ribu orang.
 
Lantas, syarat terakhir, para bakal caleg harus mendapatkan dukungan dari ulama setempat.
 
"Bila ternyata ada dua orang di satu dapil, kita berunding. Kalau di dapil itu banyak peluang yang menang, 212 bisa banyak kursi di situ, mungkin bisa kita ajukan dua. Satu dari partai A dan satu lagi di partai B," ucap dia.
 
Dengan langkah politik ini, Sambo berharap caleg yang terpilih benar-benar dapat memperjuangkan semangat 212. Berpihak kepada kelompok dan umat Islam.
 
"Kita lihat di DPR saat ini, faktanya yang berpihak sama kita sedikit. Ya, kalau berpihak, Perppu soal Ormas itu tidak akan keluar," tandasnya.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(COK)
LEAVE A COMMENT
LOADING
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan