Padahal di berbagai pelosok Nusantara berserakan jejak budaya Tiongkok yang bila dikemas menarik, pasti menjadi daya tarik wisata. Baik berupa benda seperti kelenteng atau non-benda.
Dua di antara peningalan non-benda adalah kemeriahan perayaan tahun baru Imlek yang digelar di berbagai klenteng dan vihara di Indonesia. Juga ada prosesi karnaval Tatung di Kalimantan Barat yang bahkan merupakan terbesar di Asia Tenggara.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Secara umum wisatawan yang datang ke Indonesia, itu karena 60 persennya karena kultur, 35 persennya itu karena keindahan alamnya," Menteri Pariwisata Arif Yahya di Studio Metro TV, Rabu, (11/02/2015).
Kebudayaan berbagai daerah di Indonesia yang hampir semuanya mendapat pengaruh dari Tiongkok, merupakan harta terpendam. Mengoptimalkan kekayaan tersebut diyakini sebagai jurus ampuh menarik lebih banyak wisatawan asal Tiongkok untuk berkunjung ke Indonesia, selain tentunya keindahan alam.
Langkah yang akan Kementerian Pariwisata tempuh adalah membuka wisata napak tilas rute pelayaran Laksamana Cheng Ho mulai dari Batam hingga Surabaya melalui Palembang, Bangka-Belitung dan Semarang. Rute yang dipilih sama dengan yang dilalui armada Laksama Cheng Ho yang terdiri dari 307 kapal pada 1405-1433 silam untuk membawa misi perdamaian ke kerajaan-kerajaan besar di sepanjang pesisir timur Sumatera dan utara Jawa.
Sebagai kesungguhan misi damai yang dibawanya, Laksamana Cheng Ho menyampaikan hadiah dari Kaisar Yongle dan Kaisar Hongxi kepada para pemimpin kerajaan di kota-kota pelabuhan yang disinggahinya. Mulai dari porselen, keramik, kain sutra dan barang-barang indah lainnnya dari Tiongkok. Sebagai sambutan atas itikad baik tersebut, para raja menitipkan balik barang-barang indah sebagai hadiah.
Ekspidisi ini berlangsung hingga tujuh kali pelayaran pergi-pulang Tiongkok-Nusantara. Selama itu pula asimiliasi budaya terjalin. Selama singgah di kota-kota pelabuhan di Sumatera dan Jawa, Laksama Cheng Ho tak lupa membangun kelenteng sebagai tempat ibadah prajurit anak buahnya. Sebagian besar kelenteng-kelenteng itu hingga saat ini masih berdiri bahkan semakin indah dan megah karena terus diremajakan, di antaranya adalah Kelenteng Sam Po Kong di Semarang.
Uniknya Sang Laksamana adalah seorang muslim. Maka jangan heran bila di Surabaya ada masjid yang diberi nama Masjid Cheng Ho. Masjid yang desain bangunannya khas Tiongkok itu bisa kita temui di belakang Taman Makam Pahlawan Wijaya Kusuma, Surabaya.
Masjid untuk mengenang jasa Laksamana Cheng Ho sebagai jembatan budaya Tiongkok dengan Nusantara, akan dibangun di Batam. Peletakan batu pertamanya akan berlangsung pada 21 Februari mendatang.
"Ini semua harus diperkenalkan, kita ini seperti wanita cantik tapi tidak dikenal banyak orang," ujar Arif.
Sebagai bagian strategi memperkenalkan kecantikan situs-situs budaya Tiongkok di Nusantara, Kementerian Pariwisata akan menggandeng komunitas blogger dan traveller menyusuri kembali rute pelayaran Laksamana Cheng Ho. Para peserta wisata akan diminta untuk menuliskan pengalaman seru yang dialami keindahan yang disaksikan dalam blog masing-masing.
Cara ini dipilih mengikuti trend baru berwisata yang berkembang beberapa tahun terakhir. Bahwa promosi 'dari mulut ke mulut' secara digital demikian menjadi referensi penting calon wisatawan merencanakan perjalanan wisatanya. (adv)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(LHE)