"Ada yang perlu stress test padahal enggak ada keluhan apa-apa. Itu adalah orang-orang yang bekerja di bidang public. Misalnya pilot. Harus diketahui apakah ada masalah jantung atau enggak," ujar Dr. dr. Dyana Sarvasti, SpJP(K), FIHA, FAsCC., kepada Medcom.id dalam kegiatan ASEAN Federation Cardiology Congress (AFCC) 2019 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD City, Tangerang.
Sebab, apabila pilot memiliki gangguan jantung dan tidak segera ditangani, maka pelaksanaan tugasnya pun berisiko. Baik bagi dirinya sendiri maupun para penumpang yang dibawanya di dalam pesawat yang melewati jalur perlintasan udara.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
"Bisa sudden dead. Masa pilot dibiarin sudden dead di atas kan enggak mungkin kemudian TNI, mungkin supir transportasi publik juga perlu diperiksa secara rutin," tuturnya.
Menurut Dr. Dyana, orang-orang tersebut ialah mereka yang berprofesi memiliki hubungan atau pengaruh terhadap keselamatan publik. Selain itu, orang dengan tingkat risiko probabilitynya intermediate dan high risk, sangat disarankan melakukan pemeriksaan jantung.
Mereka yang berusia lebih dari 40 tahun untuk perempuan dan lebih dari 35 tahun untuk laki-laki. Mereka juga memiliki riwayat atau sedang mengidap dua atau lebih dari penyakit diabetes, hipertensi, obesitas, stress, maupun kolesterol tinggi.
"Kalo intermediet risk boleh lah tes dengan treadmill. Padahal enggak ada keluhan tapi probabilitynya positif, langsung CT scan jantung. Kalau high risk di atas treadmill misalnya, bisa lakukan CT scan jantung atau kateterisasi jantung," jelasnya.
Sebaliknya, mereka yang masyarakat awam tidak begitu perlu melakukan pemeriksaan jantung apabila tidak ada indikasi atau keluhan.
"Kalau orang biasa kayaknya enggak perlu banget karena buang uang juga. Pasien bisa khawatir atau ketakuan, secara psikologis juga enggak bagus untuk pasien," paparnya.
Ia memaparkan, satu dari 100 ribu orang bisa terjadi suatu hal yang tidak diinginkan saat menjalankan pemeriksaan jantung dengan treadmill test. Sebab, kekhawatiran berlebihan kerap muncul ketika diketahui adanya hasil positif namun sebenarnya hasil tersebut hanya false positif. Bagaikan mencari masalah saja, katanya.
"Medical check up sering kali hasilnya positif ada risiko jantung, padahal mereka tidak ada masalah di jantungnya," imbuh Dr. Dyana.
Hasil medical check up yang menyatakan positif jantung koroner tersebut justru malah membuat pasien stres dan berpengaruh ke jantung. Padahal, pasien tidak memiliki riwayat sakit jantung sebelumnya.
Sementara itu, medical check up lebih untuk melihat kesehatan secara keseluruhan. Pemeriksaan yang lebih ke arah prefensi, mengetahui faktor risiko.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(YDH)