Kondisi ini akan meningkatkan risiko terkena diabetes tipe 2. Selain itu hadirnya penyakit kardiovaskular yang jauh sebelum terdeteksi.
Mengutip Science Daily, studi terbaru dilakukan pada tikus dan kultur sel manusia. Studi ini diterbitkan dalam Journal of Clinical Investigation.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Dalam penemuannya, memperkuat saran kesehatan masyarakat untuk mengonsumsi karbohidrat kompleks dan menghindari gula sederhana. Diperkirakan, warga Amerika mengonsumsi 33 kg gula rafinasi dan 20 kg sirup jagung fruktosa tinggi per orang per tahun.
Glukosa dan fruktosa telah dilakukan metabolisme di hati. Ketika terlalu banyak gula dalam makanan, hati mengubahnya menjadi lemak. Menggunakan model tikus dan kultur sel hati manusia, para ilmuwan menemukan peningkatan produksi lipid mematikan gen yang disebut SHBG (globulin pengikat hormon seks) dan mengurangi jumlah protein SHBG dalam darah.
Protein SHBG memainkan peran penting dalam mengendalikan jumlah testosteron dan estrogen yang tersedia di seluruh tubuh. Jika lebih sedikit protein SHBG, maka lebih banyak testosteron dan estrogen akan dilepaskan ke seluruh tubuh.Baca juga: Gejala Anda Mengalami Penggumpalan Darah
Hal ini berhubungan dengan peningkatan risiko jerawat, infertilitas, ovarium polikistik, dan kanker rahim pada wanita yang kelebihan berat badan. Jumlah SHBG abnormal juga mengganggu keseimbangan antara estrogen dan testosteron. Ini terkait dengan perkembangan penyakit kardiovaskular terutama pada wanita.
"Kami menemukan bahwa kadar SHBG yang rendah dalam darah seseorang berarti keadaan metabolisme hati tidak baik, karena diet yang tidak tepat atau sesuatu yang salah dengan hati jauh sebelum ada gejala penyakit," kata peneliti utama studi ini, direktur ilmiah Child & Family Research Institute di Vancouver, Kanada, Geoffrey Hammond.
Lebih lanjut, Hammond yang juga merupakan profesor di Departemen Obstetri & Ginekologi di University of British Columbia, mengatakan SHBG dipakai sebagai biomarker untuk memantau fungsi hati jauh sebelum gejala muncul.
"Kita juga dapat menggunakannya untuk menentukan efektivitas intervensi diet dan obat-obatan yang bertujuan meningkatkan keadaan metabolisme hati," terang Hammond.
Dokter secara tradisional mengukur SHBG dalam darah untuk menentukan jumlah testosteron pasien, yang merupakan informasi kunci untuk mendiagnosis gangguan hormonal. Selain itu, level SHBG digunakan untuk menunjukkan risiko seseorang untuk terkena diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular.
Penemuan ini menghilangkan asumsi sebelumnya bahwa terlalu banyak insulin akan mengurangi SHBG. Pandangan tersebut muncul dari pengamatan bahwa individu kelebihan berat badan, pra-diabetes memiliki tingkat insulin yang tinggi dan tingkat SHBG rendah. Studi terbaru ini membuktikan bahwa insulin tidak bisa disalahkan dan sebenarnya yang harus diperhitungkan adalah metabolisme gula di hati.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(FIR)
