Dilansir dari Wikipedia, Kolina merupakan bahan kimia organik yang penting untuk makanan, bahan kimia ini digunakan sebagai Vitamin B. Asupan kolin bagi tubuh dapat diperoleh melalui dua sumber utama, yaitu dari sintesis di dalam tubuh secara alami dan dari pangan yang dimakan.
"Choline adalah donor metil, artinya diperlukan untuk terlibat dalam berbagai proses fisiologis termasuk metabolisme, transportasi lipid, metilasi, dan sintesis neurotransmitter," kata Kristin Hantzos, RDN, MPH, dari Astoria, New York dalam Thehealthy.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Kolin sendiri bermanfaat dalam perkembangan otak, kontrol otot, dan gerakan, fungsi sistem saraf, dan proses metabolisme yang tepat, menurut National Institutes of Health (NIH). Kolin mendukung fungsi hati dengan mengaktifkan jalur hati dan sistem detoksifikasi tubuh kita.
"Tubuh membutuhkan pasokan molekul besar dan larut yang dapat melekat pada racun, menciptakan zat terlarut yang kemudian dapat secara efektif diekskresikan melalui urine, empedu, atau tinja," kata Hantzos.
Tubuh memang membuat sejumlah kecil kolin di hati, tetapi kita perlu mendapat lebih banyak kolin dari makanan. Kevin Pietro, MS, RD, asisten klinis profesor nutrisi di University of New Hampshire menyarankan untuk mengonsumsi kolin 550 miligram per hari untuk pria berusia 14 tahun ke atas, dan 425 miligram per hari untuk wanita yang tidak hamil berusia 19 tahun ke atas.
“Sumber makanan yang mengandung kolin di antaranya adalah kuning telur, udang, kerang, daging sapi, kacang tanah, kangkung, kol, kembang kol dan gandum,” kata Hantzos.
Pada umumnya kandungan kolin tertinggi bisa didapatkan dari sumber hewani, tetapi jika Anda seorang vegan bisa menggantinya dengan makan banyak sayuran seperti brokoli, kubis, Brussel sprout, dan kangkung.
Kekurangan kolin dikaitkan dengan kerusakan hati dan atau otot bersamaan dengan penyakit hati berlemak non-alkohol, menurut NIH.
"Penumpukkan lemak di hati ini bisa menjadi semakin buruk dan berpotensi menyebabkan steatohepatitis non-alkohol, yang menunjukkan peradangan yang signifikan dan kerusakan sel hati," kata Pietro. "Ini juga meningkatkan risiko seseorang untuk sirosis hati dan kanker hati."
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News(TIN)