Angkie Yudistia. Medcom.id/Raka Lestari.
Angkie Yudistia. Medcom.id/Raka Lestari.

Penyandang Disabilitas Ini Sukses Menjadi CEO

Rona kisah
Raka Lestari • 19 Juni 2019 12:04
Perjuangan menjadi seorang penyandang disabilitas bukanlah hal yang mudah. Dipandang sebelah mata adalah hal yang kerap diterima. Namun, perjuangan Angkie Yudistia mampu membuktikan, disabilitas bukan halangan untuk menjadi sukses.
 

Jakarta:
Menjadi penyandang disabilitas bukan menjadi halangan seseorang untuk berkarya. Namun, juga bukan hal mudah bagi sesorang penderita tuna rungu berjuang menjalani hidup.
 
Keterbatasan nyatanya bukan menjadi kendala buat seorang Angkie Yudistia menjadi sukses. Meskipun memiliki keterbatasan, nyatanya Angkie mampu menjabat sebagai CEO Thisable Enterprise. Perusahaan dan yayasan tersebut tidak hanya menyalurkan penyandang disabilitas ke dalam dunia kerja, tetapi juga memberikan pelatihan kepada penyandang disabilitas agar bisa diterima bekerja di berbagai perusahaan.

Alasan Angkie mendirikan Thisable Enterprise

Meraih gelar S2 di bidang komunikasi bukanlah menjadi jaminan bagi Angkie untuk mudah mendapatkan pekerjaan, apalagi Angkie juga memiliki beberapa kekurangan atau disabilitas.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


"Aku itu tipikal orang yang jujur saja kalau aku memang disabilitas. Karena kan kalau aku tidak berkata sejujurnya, lalu aku dipanggil dan tidak bisa mendengar malah di bully. Tapi kan tidak semua orang persepsinya bekerja profesional kan, ada saja orang yang menganggap remeh aku dan menganggap aku tidak bisa bekerja dalam tim," kata ujar Angkie belum lama ini.
 
Meskipun sering kali ditolak, Angkie tidak pernah menyerah lantaran memiliki modal ijazah perguruan tinggi S2. Akhirnya ia pun mendapatkan pekerjaan di beberapa perusahaan swasta.
 
"Aku juga pernah bekerja di bidang oil and gas. Hingga pada suatu waktu oil and gas sedang drop aku melihat bahwa teman-teman disabilitas ini kok banyak ya yang jadi pengangguran? Mereka spirit untuk bekerjanya ada, tetapi apa yang kurang? Oh ternyata, gap-nya memang terlalu tinggi. Akhirnya oke aku pikir aku harus membangun sesuatu nih," imbuhnya.
 
Berangkat dari pemikiran tersebut, maka lahirlan Thisable Enterprise. "Jadi Thisable ini bukan komunitas, bukan sama sekali. Kita memang secara legalisasi ada yayasan dan perusahaan. Terdapat learning center untuk menyiapkan mitra disabilitas agar mereka mampu bekerja sehingga skill yang dimiliki sesuai dengan demand yang ada," terangnya.
 
"Saat mitra-mitra disabilitas ini ditempatkan, adanya Thisable Enterprise juga bertujuan agar mereka tidak diperlakukan semena-mena dan dilindungi secara hukum," jelas Angkie.
 
"Secara legal, kami sebagai employment service yang bertanggung jawab untuk placement mereka di perusahaan-perusahaan. Jadi apabila ada pemecatan, pengunduran diri, dan sebagainya itu semua ada proses," jelas Angkie.
 
Penyandang Disabilitas Ini Sukses Menjadi CEO
Angkie Yudistia. Medcom.id/Raka Lestari.
 
Ini merupakan sistem yang memang Angkie buat agar kantor juga bisa menjadi tempat yang ramah untuk disabilitas. Sehingga para penyandang disabilitas tidak takut atau bisa percaya diri untuk bekerja di kantor. Dengan bekerja di kantor, para penyandang disabilitas bisa lebih percaya diri terutama dalam hal ekonomi.
 
"Percaya diri itu kan sebenarnya kalau ekonominya sudah stabil. Kalau mereka ekonominya sudah stabil, mereka bisa ngapain aja," tutur Angkie.

5 tahun masa sulit

Membangun Thisable Enterprise tidaklah semudah yang dibayangkan, Thisable Enterprise yang berdiri sejak 2011 tersebut harus melewati lima tahun untuk menjadi seperti sekarang.
 
Menurutnya, Thisable Enterprise telah melewati lima tahun masa sulit. "Kita harus bersusah payah supaya orang bisa percaya dan itu bukanlah hal yang mudah. Ia juga menekankan bahwa kepercayaan adalah suatu hal yang mahal harganya," paparnya.
 
Saat itu, Angkie mesti menyiapkan banyak hal. Mulai dari video, memperbaiki cara presentasi, bawa tim presentasi yang bagus, dan masih banyak lainnya. "Namun memang waktu yang menjawab ya," ujar Angkie.
 
Melewati lima tahun pertama, akhirnya Angkie mencoba untuk mengubah seluruh sistem di Thisable Enterprise. Mitra yang tadinya hanya berjumlah empat orang saat ini bisa mencapai 300 orang yang sudah bisa mendapatkan pekerjaan. "Melewati lima tahun pertama, kita ganti modelnya, action plan-nya kita ganti, ini memang harus profesional karena kalau tidak profesional dari segi bisnis tidak akan sustainable.
 
Penyandang disabilitas yang ingin menjadi mitra dari Thisable Enterprise, menurut Angkie tetap harus melewati berbagai proses rekrutmen yang terdapat di perusahaan-perusahaan. "Disabilitas yang mau masuk bekerja harus melewati proses yang cukup panjang. Mulai dari asesmen, training, baru kemudian penempatan. Itu bukan hal yang instan, tetapi ketika mereka sudah melalui proses itu loyal banget."
 
Para pekerja yang sudah bekerja melalui Thisable Enterprise tersebut menurut Angkie sangat jarang sekali minta resign. "Mereka bahkan ada yang sudah dua tahun, tiga tahun, bahkan ada yang sudah menjadi pegawai tetap. Itu suatu impactful buat kita bahwa disabilitas itu bukan masalah dianggap rendah lagi. Mereka punya spirit, tetapi spirit saja tidak cukup. Skill dan kemampuan, itu yang diutamakan."
 
Dia membuka pintu lebar untuk penyandang disabilitas mendaftar ke Thisable Enterprise melalui Instagram. "Kami berusaha untuk membangun sistem bagaimana caranya agar disabilitas ini bisa diterima kerja, sesuai dengan UU No 8 Tahun 2016 kan," tuturnya.
 
Menurutnya dari data internal, sebanyak 60 persen mitra mereka bekerja di bidang vokasional atau jasa dan sebanyak 40 persen bekerja di bidang profesional. Salah satu posisi yang paling banyak dicari oleh perusahaan di Thisable Enterprise menurut Angkie adalah posisi call centre. "Itu paling laku, dan memang kita tuh ada di perbankan dan berbagai perusahaan lainnya," imbuhnya.
 
Dia memaparkan, perusahaan-perusahaan yang menggunakan jasa Thisable Enterprise tidak membeda-bedakan antara karyawan disabilitas dengan karyawan lainnya.
 
"Perusahaan pun tidak menganggap rendah. Kenapa perusahaan tidak menganggap lebih rendah, yaitu karena sistem. Thisable ini berusaha membangun sistem yang tidak mengubah SOP perusahaan besar," jelas Angkie.

Cara Angkie membagi waktu

Sebelumnya, Angkie Yudistia lebih dikenal sebagai model dan penulis buku. Namun semenjak menjadi CEO Thisable Enterprise tentu beberapa kegiatannya tersebut mulai dikurangi.
 
"Memang aku dimulai dari pernah menjadi model, penulis buku, sekarang juga masih penulis buku sih. Angkie yang sekarang itu sudah dikenal juga sebagai CEO, itu aku rasanya keringet dingin kalau mikirinnya."
 
Angkie juga mengaku merasa lebih bahagia saat ini, selain itu Angkie juga mengaku senang karena perusahaannya tersebut satu-satunya yang ada di Indonesia, sehingga tidak memiliki saingan dengan perusahaan sejenis lainnya. "Meskipun begitu, aku juga harus terus belajar how to make people belive on us."
 
Dengan kesibukannya sebagai CEO saat ini, Angkie sendiri mengaku bahwa dirinya tidak mengalami kesulitan membagi waktu sejauh ini. "Kalau aku sih challenge-nya bukan dalam membagi waktu. Membagi waktu sih gampang karena aku kan bisa maintain aku mau meeting jam berapa, yang penting anak sekolah. Family comes first kalau buat aku." Menurut Angkie, hal yang paling sulit justru mengatur emosinya.
 
"Kalau di rumah, aku harus bersikap menjadi istri yang baik, ibu yang menyenangkan bagi anak-anak. Tapi kalau sudah di kantor kan tidak seperti itu, harus sedikit tegas agar semuanya bisa berjalan dengan baik dan benar. Itu campur aduk rasanya. Kadang-kadang aku tuh capek dan butuh me time. Me time itu penting banget supaya kita tetap sayang sama diri kita sendiri."
 
Sedangkan dari keluarga sendiri, Angkie mengaku bahwa suami dan anak-anaknya selalu mendukung karir Angkie. "Suami mendukung pastinya. Kalau anak-anak kadang mungkin mereka suka caper aja sama maminya. Tapi aku bisa mengatur, kalau hari ini sibuk berarti besok aku jangan terlalu sibuk untuk bisa menghabiskan waktu bersama keluarga."

Banyak orang Aware terhadap penyandang disabilitas

Angkie juga mengatakan saat ini, seiring dengan perkembangan sosial media membuat banyak orang tidak memandang rendah disabilitas. "Kalau dulu iya, tidak harus dari kata-kata saja tapi dari ekspresi juga sudah terlihat. Contohnya, kalau melihat orang disabilitas yang sedang jalan, orang-orang pasti melihat dari atas sampai bawah. Hal-hal seperti itu yang memandang rendah namanya."
 
Tapi kalau sekarang, menurut Angkie banyak orang aware dengan penyandang disabilitas. Angkie juga memberikan pesan-pesan kepada para penyandang disabilitas untuk teman-teman disabilitas. Dia berharap penyandang disabilitas meningkatkan skill."
 
"Semakin kita mengasah kemampuan kita, maka pintu-pintu kesempatan juga akan terbuka seluas-luasnya buat kita. Yang dibutuhkan oleh kami sebagai penyandang disabilitas adalah kepercayaan karena memang kepercayaan mahal harganya. Kami butuh dipercaya dalam melakukan apapun karena kita ingin menciptakan keseimbangan, dan itu tidak akan terwujud jika tidak ada rasa saling percaya satu sama lain," tukas Angkie.
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(YDH)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif