"Kami terus terang dari sisi pembiayaan KPR kami belum siapkan matang skemanya (kepemilikan hunian bagi milenial). Saat ini ditujukan untuk sewa, bukan kepemilikan seperti KPR," kata Dirjen Pembiayaan Infrastruktur PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto dalam konferensi pers di Kementerian PUPR, Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 26 Desember 2019.
Menurut Eko, saat ini banyak perusahan platform digital menawarkan hunian berbentuk vertikal alias apartemen. Mereka menyasar milenial dengan beragam penawaran menarik, salah satunya berbentuk sistem sewa.
Sayangnya, sistem sewa apartemen di Ibu Kota langsung dengan pemilik unit, bukan badan atau korporasi. Mekanisme ini lazim dilakukan, namun mengikuti pasar sehingga acapkali lebih mahal.
"Kalau dengan badan itu harganya bisa dikontrol. Kalau sekarang itu harganya mengikuti harga pasar," tuturnya.
Berdasarkan hasil kajian Direktorat Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, generasi milenial mengutamakan rumah layak huni berkualitas berupa apartemen atau hunian sewa yang terintegrasi dengan simpul transportasi umum dan memiliki kemudahan dalam akses internet.
Terdapat tiga klaster hunian milenial yang kini tengah dikaji. Pertama milenial pemula yang berusia 25-29 tahun, baru bekerja atau masih mencari pekerjaan, dan belum menikah.
Klaster kedua milenial berkembang yang berusia 30-35 tahun dan sudah berkeluarga. Sedangkan klaster ketiga ialah milenial berusia di atas 35 tahun yang sudah memiliki pekerjaan tetap dan kemajuan finansial.
Klaster pertama akan disiapkan rumah sewa vertikal yang dekat dengan simpul transportasi. Klaster kedua berupa hunian tipe 36 dengan dua kamar tidur. Sementara klaster ketiga menyesuaikan selera dan gaji.
Untuk menyiapkan rumah layak huni bagi generasi milenial, Kementerian PUPR mengajak pemerintah daerah, BUMN, dan swasta untuk ikut mengambil peran. Salah satunya melalui skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News