"Pemilik rumah tidak bisa menaikkan harga, takut tidak terjual. Jadi harga tidak bisa dinaikkan, meski pajaknya membebani," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch (IPW), Ali Tranghanda kepada Medcom.id.
Situasi ini terjadi karena pasar properti yang masih lesu, terutama Jakarta dan sekitarnya. Walau diakuinya kebijakan menaikkan NJOP adalah tepat untuk memangkas selisih yang besar dengan harga pasaran.
"Kenaikan ini tidak bisa kita hindari, tapi momentnya kurang pas. Mengapa sekarang? Seharusnya naiknya setelah ekonomi lebih stabil. Naiknya tinggi juga, 19 persen, dananya buat apa? " gugatnya.
Beban properti
Sektor properti belum bangkit dari kelesuan karena beberapa tekanan seperti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 5,25 persen. Pemerintah berharap relaksasi LTV mampu mendorong pertumbuhan properti di tengah kenakan suku bunga.
"Relaksasi LTV jadi tidak ada artinya, saya juga sudah usulkan pelonggaran LTV ini sejak 3 tahun lalu, saat suku bunga masih dalam tren menurun. Sekarang suku bunga naik, kebijakan LTV dilonggarakan tanpa uang muka, tapi percuma karena cicilan makin tinggi," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News