Sekjen Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Himawan Arief Sugoto menjelaskan bank tanah diperlukan karena saat ini BPN hanya berfungsi sebagai regulator, bukan sebagai land lord atau land manager.
"Sehingga saat tanah itu tidak ada haknya, telantar, negara tidak bisa mengambil langkah. Ini dapat mengakibatkan konflik agraria," ujarnya kepada Media Indonesia di Kementerian ATR/BPN, belum lama ini.
Himawan mengatakan tanah merupakan sumber daya terbatas yang tidak bertambah. Karena itu, negara harus hadir untuk menjaganya. Menurutnya, tanah di negara lain semuanya dimiliki negara sehingga masyarakat tidak ada yang berani (menduduki) tanpa membeli.
"Di Indonesia, tanah habis (kepemilikan) bisa diduduki karena ketentuan tanah negara hanya disebutkan ‘tanah yang tidak diletakkan hak dan bukan tanah kawasan hutan’,” jelasnya.
Karena itu, Himawan menambahkan, sering kali sebuah tanah dinyatakan milik negara secara de jure, tapi secara de facto dikuasai siapa yang langsung menduduki.
“Nah, sekarang begitu tanah x habis, tidak diperpanjang, itu akan masuk dulu ke bank tanah,” ucap Himawan.
Bank tanah, lanjutnya, memiliki fungsi intermediary (perantara). Oleh karena itu, bank tanah bukan bertindak sebagai pengguna melainkan menghimpun tanah-tanah.
Menurut dia, bank tanah sebagai land manager dari negara diperlukan untuk merencanakan kebutuhan pengadaan tanah seperti untuk pembangunan yang berhubungan dengan pemerintahan dan kepentingan umum.
Hal itu dapat mengurangi tekanan atas kebutuhan APBN dalam menyiapkan tanah dengan memanfaatkan kewenangan Kementerian ATR yang mengatur hal tersebut.
Nantinya, kata dia, badan yang mengatur bank tanah tidak secara otomatis berada di bawah BPN. Bank tanah berada di bawah komite yang terdiri atas menteri-menteri yang ditunjuk presiden dengan menteri ATR sebagai ketuanya.
"Di samping itu, bank tanah bersifat nirlaba dan ditujukan untuk kesejahteraan dan keadilan pertanahan,” imbuh Himawan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News