Nasabah yang menggunakan KPR SSB akan mendapatkan pengurangan suku bunga melalui Subsidi Bunga Kredit Perumahan. Kredit kepemilikan rumah itu diterbitkan oleh Bank Pelaksana secara konvensional.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR Eko Djoeli Heripoerwanto mengatakan penghapusan pembiayaan perumahan SSB lantaran skema ini menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang cukup besar. Skema ini membuat pemerintah harus terus menanggung beban anggaran hingga tenor cicilan rumah berakhir, meski Eko enggan membeberkan anggaran fiskal yang tergerus.
"Beban fiskalnya (program pembiayaan perumahan SSB) sangat tinggi. Karena sampai tenor terakhir masih jadi urusan pemerintah," ujar Eko dalam konferensi pers di Kementerian PUPR, Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 26 Desember 2019.
Meskipun demikian, jelas Eko, pemerintah akan tetap mengalokasikan anggaran untuk SSB sebesar Rp3,8 miliar di 2020. Anggaran ini nantinya akan digunakan untuk pembayaran akad pada tahun-tahun sebelumnya.
Sebagai pengganti SSB, pemerintah sudah menyiapkan skema pembiayaan perumahan lainnya yakni Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera). Skema ini akan mulai dijalankan pada tahun depan.
Adapun fasilitas pembiayaan perumahan lainnya akan terus dilanjutkan pemerintah. Di antaranya Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
Untuk tahun depan, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk FLPP sebesar Rp11 triliun untuk memfasilitasi 102.500 unit rumah. Sementara untuk SBUM pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp600 miliar untuk memfasilitasi 150 ribu unit rumah.
Sedangkan untuk BP2BT, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp13,4 miliar untuk memfasilitasi 68 ribu unit rumah. Angka ini lebih besar dari angka yang ditargetkan pemerintah yang hanya 312 unit rumah.
Menurut Eko, penambahan target pembiayaan perumahan BP2BT sesuai kemampuan pasar hingga 50 ribu unit. Hal ini lantaran skema BP2BT berasal dari PHLN (Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri), sehingga kenaikan target output dan anggaran tidak memerlukan persetujuan DPR.
"Anggaran yang tercantum di pemerintah adalah 312 unit rumah. Tetapi di ekspan sampai 68 ribu unit rumah karena sumber dananya bukan rupiah murni," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News