Ratusan kelenteng tersebar hingga penjuru sudut di Jakarta. Bangunannya kental dengan arsitektur khas budaya Tionghoa. Mulai dari warna, ornamen, hingga rupang atau patung yang menjadi ciri khas bangunan. Bahkan warga juga dapat menelusuri sejarah Tionghoa melalui bangunan beserta ornamen kelenteng.
Berikut Medcom.id memberikan rekomendasi lima kelenteng bernuansa khas yang dapat dikunjungi di Jakarta dan Tangerang:
1. Menyusuri kelenteng tua Kim Tek Ie

(Nuansa merah mendominasi warna dinding pada kelenteng. Ini yang menjadi salah satu pembeda arsitektur bangunan kelenteng dengan wihara, Medcom.id - Rizkie Fauzian)
Di Petak Sembilan, Glodok, Jakarta Barat, sebuah bangunan bernuansa merah berdiri tegap. Konon, bangunannya didirikan sejak 1650 atau lebih tiga abad lalu.
Kelenteng itu juga disebut Jin De Yuan. Bangunannya terbilang kelenteng paling tua di Jakarta.
Dulunya, Kim Tek Ie bernama Kwan Im Teng. Kebakaran pernah menghangus ratakan bangunan pada 2015. Namun, bangunannya telah direvitalisasi.
Bangunannya menjadi cagar budaya di Indonesia. Bukan hanya jadi tempat bersembahyang, Kim Tek Ie pun menjadi lokasi wisata di Jakarta.
2. Warna-warni Klenteng Da Bo Gong

(Bagian depan bangunan Kelenteng Da Bo Gong atau Wihara Bahtera Bhakti di Ancol, Jakarta, MI - Adam Dwi)
Usia bangunannya bahkan lebih tua yaitu lebih 17 abad. Warga setempat juga menyebut bangunan itu sebagai Vihara Bahtera Bhakti.
Lokasinya di Ancol, Jakarta Utara. Warna merah tak mendominasi dinding. Tapi, beberapa warna lain juga menghiasi bangunan seperti hijau, biru, dan kuning.
Keunikan lain yaitu beragam ornamen menyemarakkan bangunan, seperti naga dan hewan lain. Toleransi beragama menjadi latar belakang bangunan. Buktinya, beragam pengunjung datang mulai dari Konghucu, Taois, Budha, juga Islam.
Toleransi pun ditunjukkan dalam sebuah larangan. Yaitu daging babi dilarang masuk kelenteng. Begitu pula dengan jengkol dan petai. Hal itu untuk menghormati pengunjung yang berasal dari berbagai etnis dan agama.
3. Sejarah warga Tionghoa di Kelenteng Boen Tek Bio

(Warga bersembahyang di Kelenteng Boen Tek Bio di Tangerang. Bangunan itu menjadi sejarah peradaban warga Tionghoa sejak 1684 di Tangerang. MI - Ramdani)
Bangunannya berlokasi di Jalan Bhakti Nomor 14 Kota Tangerang, Banten. Dulunya, bangunan itu hanya sebuah rumah pada 1684 oleh seorang tuan tanah.
Boen Tek Bio menjadi bagian penting sejarah, khususnya permukiman Tionghoa Benteng di Tangerang. Pada 1844, seorang ahli bangunan didatangkan dari China. Sang ahli merenovasi rumah si tuan tanah menjadi kelenteng.
Beberapa ornamen didatangkan dari China. Seperti altar dan papan. Ada pula lonceng yang dibuat dari sebuah perusahaan pengecoran di China.
4. Pagoda dalam Kelenteng Tao Se Bio
Kelenteng Tao Se Bio atau Wihara Dharma Jaya berdiri di pinggir Kali Besar, Jakarta Barat. Sepasang patung singa 'berjaga' di pintu depan. Berjalan lebih dalam, pengunjung dapat melihat sebuah halaman cukup besar di belakang bangunan utama.
Di sudut lain, sebuah kolam ikan besar dengan plafon keramik menjadi daya tarik kelenteng. Kolam ikan melambangkan nilai kebahagiaan, kemakmuran, dan keabadian yang sangat sakral.
Di pojok ruangan, terdapat perabotan yang menarik perhatian. Bentuknya berupa pagoda yang menjulang. Pagoda itu merupakan tempat lampu minyak.
Di kelenteng lain, lampu minyak diletakkan pada gelas atau mangkok. Sementara di Tao Se Bio, lampu disusun bertingkat menyerupai pagoda.
5. Kelenteng Sin Tek Bio di Pinggir Ciliwung

(Seorang warga membaca koran di Kelenteng Tao Se Bio atau Wihara Dharma Jaya, Jakarta. Sebuah pagoda diletakkan di dalam kelenteng, MI - Atet Dwi Pramadia)
Pada awal abad 17, petani Tionghoa tinggal di tepian Sungai Ciliwung, di kawasan Pasar Baru. Para petani membangun kelenteng di sekitar tempat tinggal mereka.
Seperti kelenteng lain, dua patung singa berjaga di depan kelenteng. Ornamen-ornamen itu dikenal Bao-gu-shi.
Ada pula dua ekor naga melilit di tiang utama bangunan. Sementara di dalam, ratusan patung dewa dari abad 17 dan 20 diletakkan.
Sin Tek Bio memiliki dua gedung dengan dewa berbeda. Gedung yang besar melambangkan Hok-tek Ceng-sin atau Dewa Bumi dan Rejeki atau Dewa Dagang.
Sementara gedung lain melambangkan Dewi Kuan In. Dewi Kuan Im diyakini sebagai dewi yang kerap menolong manusia di saat-saat sulit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News