Jakarta: Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai menghadapi beban berlipat melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Selain pelayanan, KPU harus mewaspadai penyebaran korona (covid-19).
"KPU harus mengombinasikan antara pelayanan hak pilih dengan proteksi atas kesehatan dan keselamatan masyarakat," ujar Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada
Medcom.id, Rabu, 17 Juni 2020.
Menurut dia, KPU harus menyiapkan matang protokol kesehatan untuk pemilih positif korona. Hal ini merupakan konsekuensi KPU menyelenggarakan Pilkada 2020 di tengah pandemi.
Baca: KPU Diminta Mengakomodasi Hak Pilih Pasien Korona
Titi menyarankan KPU fokus menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi petugas di lapangan. Penyelenggara harus mengakomodasi hak konstitusi warga tanpa membahayakan petugas.
Selain itu, sosialisasi Pilkada 2020 di tengah pandemi harus masif. Utamanya, ihwal teknis pemungutan suara.
"Sehingga tidak ada pemilih yang tercedarai akibat statusnya (dan) prosesnya tidak membahayakan petugas yang melakukan pelayanan hak pilih," kata Titi.
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, optimistis partisipasi publik tetap tinggi meski pilkada dilaksanakan di tengah pandemi. Sebab partisipasi pemilih di pilkada cenderung meningkat.
Pramono mengungkapkan partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2015 tercatat 60 persen, Pilkada 2017 74 persen, dan Pilkada 2019 73,2 persen.
Ia mengakui partisipasi pemilih pada pilkada lebih rendah dibanding pemilu nasional. Dia menyadur hasil survei Litbang Kompas pada 8 Juni 2020 terkait partisipasi pemilih yang dianggap menggembirakan.
"Hasilnya 64,8 persen (responden) menjawab ya (bersedia memilih). Angka ini cukup menggembirakan karena calonnya belum ada dan informasinya masih sangat sedikit, sebelum proses mobilisasi politik keinginan pemilih sudah cukup tinggi," papar Pramono di Jakarta, Selasa, 16 Juni 2020.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))