Jakarta: Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) memberikan beberapa catatan dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Salah satunya, Undang-Undang (UU) Pilkada Nomor 6 Tahun 2020. Beleid itu dinilai belum adaptif pada kondisi pandemi covid-19.
"Jadi Pilkada 2020 (dilaksanakan) dengan kerangka hukum dalam kondisi normal bukan pilkada pada pandemi covid-19," ujar anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini dalam diskusi virtual, Selasa, 22 Desember 2020.
Ia menjelaskan tata kelola pemilihan harus didasari pengaturan yang dibuat penyelenggara untuk menyesuaikan kondisi. Seperti, Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), Peraturan Badan Pengawas Pemilu (Perbawaslu), dan peraturan teknis lainnya.
Baca: Pandemi Covid-19 Tak Menjadi Rintangan dalam Pilkada 2020
Namun, regulasi tersebut tidak dapat memenuhi ekspektasi masyarakat soal penindakan pelanggaran protokol kesehatan selama proses pilkada. Salah satunya, terjadi pengumpulan massa saat pendaftaran calon di KPU daerah. Banyaknya orang dalam satu lokasi meningkatkan risiko penyebaran covid-19.
"Ketika ada kerumunan lalu ditindak tegas menggunakan UU umum, akhirnya kemudian (masyarakat) di-spin isunya dengan kenapa (keurumunan) pilkada tidak ditindak," tutur dia.
Selain itu, tidak ada motode khusus dalam proses pemungutan suara yang dilakukan KPU di tengah pandemi covid-19. Seperti pemilihan melalui pos, mobile voting atau sistem lainnya yang dapat mencegah pengumpulan massa.
"Itu tidak bisa diwadahi oleh UU (Pilkada). Lalu perpanjangan waktu pemungutan suara lebih dari pukul 13.00 WIB tidak dimungkinkan, karena UU tidak mengatur selain apa yang ada di dalam UU," jelas Titi.