Jakarta: Sebanyak 20 penyelenggara
pemilu Ad Hoc diberhentikan karena terbukti melanggar kode etik selama 2020. Kemudian, ada 23 penyelenggara diberikan peringatan, tujuh peringatan keras, 52 rehabilitasi, dan penerusan atau pembinaan lainnya.
"Di lapangan masih banyak penyelenggara pemilu yang melanggar kode etik. Tahun ini kami menangani 113 kasus. 102 terbukti dan 11 tidak terbukti,” ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (
Bawaslu) Rahmat Bagja dalam keterangan tertulis, Rabu, 4 November 2020.
Bagja menerangkan jenis pelanggaran yang dilakukan penyelenggara beragam. Paling banyak pelanggaran netralitas sebanyak 45 kasus. Adapun 44 kasus lain melanggar profesionalitas, tujuh kasus melanggar prinsip lainnya, dan enam kasus melanggar sumpah janji.
Selama 2020, Bawaslu telah melakukan penanganan pelanggaran etik ad hoc di beberapa provinsi. Di antaranya, Provinsi Sumatra Utara dengan 18 kasus pelanggaran, Gorontalo 16 kasus pelanggaran, Maluku Utara dan Jawa Timur 13 kasus pelanggaran.
Baca: Ragam Pelanggaran Pidana saat Pesta Demokrasi
Penanganan pelanggaran etik pengawas Ad Hoc ini sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Bawaslu Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Mekanisme Penanganan Pelanggaran Kode Etik Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kecamatan, Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kelurahan/Desa, dan Pengawas Tempat Pemungutan Suara. Dalam pasal itu, Bawaslu Kabupaten/Kota melakukan penanganan terhadap pelanggaran kode etik yang dilakukan pengawas Ad Hoc.
Pemberian sanksi menurut aturan bagi penyelenggara pemilu bertujuan beragam. Ia mencontohkan teguran tertulis untuk mendidik penyelenggara pemilu. Sedangkan pemberhentian sementara untuk menyelamatkan proses tahapan pemilu. Lalu pemberhentian tetap dari jabatan sebagai untuk memperbaiki tata kelola institusi penyelenggara pemilu.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((AZF))