Jakarta: Pendanaan kampanye dan partai politik (parpol) harus diatur jelas. Sebab, saat ini proses penegakan hukum, pengawasan, dan pencatatan terkait keuangan belum terlaksana dengan baik.
"Sering kali saat dilakukan penegakan hukum terkait mahar politik mereka akan berkilah sebagi anggaran dana kampanye," kata Ketua Konstitusi Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi, Rabu, 8 Juli 2020.
Namun saat proses pencatatan, pelaporan, dan pertanggung jawaban antara pendanaan partai politik dan dana kampanye tidak terintergrasi. Sehingga penindakan hukum tidak dapat berjalan.
Akuntabilitas dana partai politik penting menjadi perhatiaan pemerintah dan DPR. Terlebih jika wacana penggabungan Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Parti Politik jadi dilakukan.
"Makna keuangan partai ini punya makna yang lebih luas. Di dalamnya terkait dana kampanye dan pertanggungjawabannya," kata dia.
Baca:
Enam Potensi Kerawanan Pilkada 2020
Sebelumnya, Lembaga Ilmu Pengetahunan Indonesia (LIPI) menilai persoalan politik uang dan politik identitas akan kembali muncul dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020. Pengawas pemilu harus mencegah kedua persoalan agar tak terjadi secara masif.
"Kebebasan dalam menyampaikan (suara) pemilu tercederai oleh politik uang dan politik identitas, ini akan menghantui pilkada," ujar peneliti bidang perkembangan politik nasional LIPI, Lucky Sandra Amalia, dalam diskusi virtual, Kamis, 25 Juni 2020.
Sandra menilai regulasi yang diterapkan dalam memberantas politik uang belum efektif. Padahal penerima dan pemberi politik uang dapat dijerat dengan hukuman pidana.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((JMS))