Jakarta: Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo meminta jajaran di daerah melindungi masyarakat yang melaporkan dugaan pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) Serentak 2020. Sehingga, partisipasi masyarakat melaporkan pelanggaran meningkat.
"Masyarakat dihantui ketakutan dan risiko mendapat tekanan, bahkan ancaman teror dari pihak yang dilaporkan.
Bawaslu harus bisa pasang badan untuk para pelapor," ujar Ratna dalam keterangan tertulis, Rabu, 23 Desember 2020.
Ratna membeberkan beberapa pelanggaran yang dilaporkan masyarakat. Seperti pemasangan alat peraga kampanye (APK) tak sesuai prosedur, pelanggaran kode etik penyelanggara, dan netralitas aparatur sipil negara (ASN).
Dia mengatakan keberpihakan penyelenggara ad hoc (sementara) masih mendominasi dugaan pelanggaran kode etik. Selain itu, keberpihakan kepala desa mendominasi tindak pidana
pemilihan. Kemudian, ASN juga kerap memposting keberpihakannya di media sosial.
Baca: Bawaslu Daerah Diminta Siapkan Jawaban Terbaik Hadapi Sengketa Pilkada
Menurut Ratna, dari 262 laporan dugaan pelanggaran politik uang didominasi aduan dari masyarakat. Laporan hingga 17 Desember 2020 itu terdiri atas 197 laporan masyarakat dan 65 kasus temuan Bawaslu.
"Angka pelaporan yang jauh lebih besar dari angka temuan kita ini harus dicatat secara baik dan menjadi temuan penting, bagaimana kita mendesain partisipasi masyarakat untuk melaporkan politik uang ke depan," jelas dia.
Ratna mengakui Bawaslu sempat ragu dapat meningkatkan partisipasi masyarakat melaporkan politik uang. Alasan dia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur baik pemberi dan penerima akan dikenakan sanksi.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))