Jakarta: Badan Pengawas Pemilu (
Bawaslu) menerima laporan ribuan dugaan pelanggaran saat Pemilihan Kepala Daerah (
Pilkada) 2020. Data itu berdasarkan temuan dan laporan masyarakat kepada Bawaslu.
"Dalam catatan Bawaslu sampai 12 Desember 2020, tercatat 3.194 temuan dan 1.056 laporan dugaan pelanggaran pemilihan," kata anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo dalam rilis survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait Evaluasi Publik Nasional Terhadap Pelaksanaan Pilkada Serentak 9 Desember 2020, Kamis, 17 Desember 2020.
Ratna mengungkapkan pelanggaran hukum paling banyak dilaporkan. Tercatat, 1.459 pelanggaran.
"Tren pelanggaran hukum yakni aparatur sipil negara (ASN) memberikan dukungan politik melalui media sosial," ujar Ratna.
(Baca:
Catatan Bawaslu Soal Rekapitulasi Suara Manual di Pilkada 2020)
Selanjutnya 1.262 pelanggaran berkaitan dengan administrasi. Data terbanyak yakni pemasangan alat peraga kampanye (APK) tidak sesuai perundang-undangan.
Berikutnya, 230 pelanggaran kode etik oleh penyelenggara adhoc yang berpihak. Penyelenggara yang dimaksud meliputi panitia pengawas kecamatan (panwascam), panitia pemungutan suara (PPS), dan panitia pemilihan kecamatan (PPK).
Selain itu, ada 131 tindak pidana pemilihan, misalnya kepala desa melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon (paslon). Sisanya, 1.223 dugaan pelanggaran pilkada telah dinyatakan bukan pelanggaran.
Ratna menyebut data ini menunjukkan pilkada belum dilaksanakan secara jujur dan adil. Mestinya, tak terjadi pelanggaran yang merusak proses demokrasi.
"Pilkada yang jujur tentu pilkada yang tanpa pelanggaran, tapi ternyata angka pelanggaran di 2020 cukup tinggi dengan berbagai bentuk pelanggaran," ujar Ratna.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((REN))