Jakarta: Penyelenggaraan
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020 tak terlepas dari potensi korupsi. Terutama jika terdapat keterlibatan pihak swasta sebagai sponsor pasangan calon (paslon).
"Pihak swasta yang berperan sebagai sponsor paslon pada akhirnya akan melakukan praktik kolusi dan korupsi," kata Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (
KPK), Firli Bahuri dalam keterangan tertulis, Minggu, 13 September 2020.
Keterlibatan swasta diyakini berlanjut setelah paslon yang didukung, terpilih. Swasta dan kepala daerah terpilih berpotensi melakukan kerja sama khusus, misalnya dalam proyek pemerintah.
"Bekerja sama dengan pihak swasta terutama dalam hal pengadaan barang dan jasa (PBJ) dan pembuat kebijakan," ujar Firli.
Baca: KPU Diharap Jeli Periksa Latar Belakang Bapaslon
Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli mencatat 30 kasus korupsi melibatkan 22 tersangka dari unsur kepala daerah pada 2018. Mereka terjerat kasus suap proyek dengan pihak swasta.
Fakta tersebut menunjukkan perlunya penguatan sistem
pilkada. Khususnya yang berkaitan dengan pencegahan korupsi.
"Pemberantasan korupsi perlu pendekatan pendidikan masyarakat dan pencegahan," kata Firli.
KPK juga telah melakukan pendekatan antikorupsi. Pendekatan itu menyasar jejaring pendidikan formal dan informal mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi.
Kemudian penyelenggara negara, partai politik, Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dan swasta. Sebanyak empat unsur tersebut menjadi fokus KPK karena kerap terjaring operasi senyap Lembaga Antirasuah.
"Ini merupakan sektor yang menjadi sasaran karena mereka inilah yang sering terlibat perkara korupsi. Pihak swasta (usahawan) adalah terbanyak kedua setelah penyelenggara negara," ujar Firli.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id((ADN))